Korut Kembali Uji Drone Bawah Air Berkemampuan Nuklir

Korut menyebut drone tersebut sebagai senjata rahasia.

EPA-EFE/KCNA
Foto kombinasi yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) resmi menunjukkan pengujian sistem senjata strategis bawah laut oleh lembaga penelitian ilmu pertahanan nasional di Korea Utara, 04-07 April 2023.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) kembali menguji coba drone bawah air berkemampuan nuklir miliknya yang diberi nama Haeil-2. Korut menyebut drone tersebut sebagai senjata rahasia.

Baca Juga

Kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA), dalam laporannya pada Sabtu (8/4/2023) mengungkapkan, uji coba Haeil-2 dilakukan di Laut Timur atau dikenal juga sebagai Laut Jepang pada 4-7 April lalu. Drone dikerahkan dari pelabuhan di Provinsi Hamgyong Selatan pada Selasa lalu. Uji coba hulu ledak dilakukan pada Jumat lalu setelah drone bawah air itu bergerak dalam lintasan berbentuk oval dan angka delapan yang mensimulasikan jarak 1.000 kilometer selama 71 jam enam menit.

“Sistem ini akan berfungsi sebagai potensi militer yang menguntungkan dan prospektif dari angkatan bersenjata Korut yang penting untuk menahan semua aksi militer musuh yang berkembang, menghilangkan ancaman, dan mempertahankan negara," kata KCNA dalam laporannya.

Uji coba pertama Haeil-2 dilakukan Korut pada 24 Maret lalu. Korut mengklaim, “senjata rahasia” itu mampu menghasilkan “tsunami radioaktif” dan menyerang musuh secara tersembunyi. Pada 28 Maret, Korut meluncurkan hulu ledak nuklir taktis Hwasan-31 untuk pertama kalinya dan mengklaim bahwa mereka telah melakukan uji peledakan bawah air dari drone Haeil-1 sehari sebelumnya.

Sejumlah pengamat berpendapat, memperhatikan perubahan nama senjata dalam uji coba terbaru, Korut dapat menguji versi lebih baik dari Haeil pekan ini. Mereka memperkirakan, Pyongyang akan meningkatkan uji senjatanya pada peringatan ulang tahun ke-111 mendiang pendiri Korut, Kim Il-sung, yang jatuh pada 15 April mendatang.

Peningkatan aktivitas uji coba senjata oleh Korut dilakukan setelah mereka berjanji akan mengambil tindakan luar biasa terhadap latihan militer gabungan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel). Pada Februari lalu Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Korsel menerbitkan Buku Putih Pertahanan 2022. Dalam buku tersebut, mereka, untuk pertama kalinya dalam enam tahun, kembali melabeli Korut sebagai “musuh”.

Di buku tersebut, Kemenhan Korsel mengungkapkan, dalam rapat pleno Partai Buruh Korut pada Desember tahun lalu, negara yang dipimpin Kim Jong-un itu telah melabeli Korsel sebagai “musuh yang tak diragukan lagi”. Korut, yang enggan meninggalkan program nuklirnya, juga disebut terus menghadirkan ancaman militer terhadap Korsel. “Jadi pemerintah dan militer Korut adalah musuh kami,” demikian bunyi salah satu kutipan dalam Buku Putih Pertahanan 2022 yang dirilis Kemenhan Korsel.

 

Dalam buku tersebut, Kemenhan Korsel menyebut Korut terus memproses ulang bahan bakar bekas dari reaktornya dan memiliki sekitar 70 kilogram plutonium tingkat senjata. Jumlah plutonium itu meningkat 20 kilogram dari yang tertulis di buku pertahanan Kemenhan Korsel sebelumnya.

Menurut Kemenhan Korsel, Korut juga telah mengamankan uranium yang sangat diperkaya dalam jumlah substansial dan memiliki tingkat kemampuan signifikan untuk mengecilkan bom atom. “Militer kami memperkuat pengawasan karena kemungkinan uji coba nuklir tambahan meningkat,” kata Kemenhan Korsel.

Korsel pertama kali menyebut Korut sebagai “musuh” dalam buku pertahanan 1995. Label itu dipakai setelah seorang pejabat Korut mengancam akan mengubah Korsel menjadi “lautan api”. Dalam versi 2004, istilah “musuh” diganti dengan “ancaman militer langsung”. Pada tahun tersebut, hubungan Seoul dan Pyongyang memang cenderung kondusif.

Pada 2010, label “musuh” kembali digunakan oleh Korsel. Hal itu menyusul aksi serangan torpedo Korut terhadap sebuah korvet Korsel pada bulan Maret tahun itu. Sebanyak 46 pelaut Korsel tewas dalam peristiwa tersebut. Pada November 2010, Korut juga melancarkan serangan artileri di sebuah pulau perbatasan. Sebanyak dua tentara dan dua warga sipil tewas akibat serangan itu.

Label “musuh” dipertahankan hingga 2016. Namun dalam buku pertahanan edisi 2018 dan 2020, Korsel tak lagi menggunakan label “musuh” pada Korut. Hal itu karena mantan presiden Korsel Moon Jae-in sedang berusaha mempromosikan rekonsiliasi dan reunifikasi antar-Korea. Buku putih pertahanan Kemenhan Korsel terbit dua tahun sekali.

 

 

 
Berita Terpopuler