Alasan KPK Tahan Rafael Alun Trisambodo

Rafael hari ini jalani pemeriksaan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh KPK.

Republika/Thoudy Badai
Eks Pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo mengenakan rompi tahanan saat dihadirkan dalam konferensi pers pengumuman penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (3/4/2023). KPK resmi melakukan penahanan terhadap tersangka Rafael Alun Trisambodo (RAT) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan menggunakan jabatannya atas penerimaan gratifikasi dari beberapa wajib pajak terkait pengkondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakan di Ditjen Pajak Kemenkeu tahun 2011 hingga 2023. Dalam konferensi pers tersebut, KPK juga berhasil menyita sejumlah tas mewah, perhiasan dan sejumlah mata uang dollar Amerika, dollar Singapura dan mata uang euro senilai Rp32,2 miliar saat melakukan penggeledahan di kediaman RAT. Oleh karena itu, untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan terhadap RAT selama 20 hari pertama dari tanggal 3-22 April 2023 mendatang di Rutan KPK Gedung Merah Putih.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Fergi Nadira B

Baca Juga

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo seusai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi pada Senin (3/4/2023). Salah satu alasan dilakukan penahanan ini adalah penyidik KPK khawatir dia melarikan diri.

"Tentulah kita khawatir bisa saja tersangka RAT (Rafael Alun Trisambodo) dengan begitu kekuatannya, dengan fasilitas yang dia punya, bisa saja kita punya kekhawatiran dia melarikan diri," kata Ketua KPK, Firli Bahuri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin.

Selain itu, Firli menyebut, Rafael segera ditahan dengan alasan adanya kekhawatiran dia bakal menghilangkan barang bukti. Kemudian, ada kemungkinan ayah Mario Dandy Satriyo ini hendak menghalangi tindak pidananya.

Firli menjelaskan, penahanan Rafael mengacu pada Pasal 21 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Dia menyampaikan, seluruh alasan yang digunakan KPK untuk menahan tersangka, tertuang dalam aturan itu.

"Syarat objektif disebutkan di situ adalah bahwa perbuatan pidana diancam dengan hukuman lebih dari lima tahun," ujar Firli.

Di samping itu, Firli memastikan, prosedur penahanan Rafael sudah memenuhi aturan hukum yang berlaku. Dia menegaskan, tidak ada yang dilanggar.

"Saya pastikan proses di KPK tidak boleh ada cacat hukum," tegas dia.

Rafael diduga menerima gratifikasi sejak diangkat dalam jabatan selaku Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I tahun 2011 silam. Gratifikasi itu dia terima melalui salah satu perusahaannya, yakni PT Artha Mega Ekadhana (AME). Perusahaan ini bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.

Rafael seringkali merekomendasikan PT AME kepada para wajib pajak yang diduga memiliki permasalahan pajak. Khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan pada negara melalui Ditjen Pajak.

"Setiap kali wajib pajak mengalami kendala dan permasalahan dalam proses penyelesaian pajaknya, RAT diduga aktif merekomendasikan PT AME," jelas Firli.

Dia melanjutkan, sebagai bukti permulaan awal, tim penyidik menemukan adanya aliran uang gratifikasi yang diterima Rafael melalui PT AME sejumlah sekitar 90 ribu dolar AS. Saat ini, KPK masih terus melakukan pendalaman dan penelurusan.

Atas perbuatannya, Rafael disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK juga memamerkan sejumlah barang sitaan dari kasus Rafael Alun. Di antaranya, yakni sekitar 30 tas mewah berbagai merek, seperti Hermes, Christian Dior, hingga Louis Vuitton.

Puluhan tas itu ditemukan saat tim penyidik KPK menggeledah rumah Rafael di wilayah Simprug Golf, Jakarta Selatan pada Senin (27/3/2023). "Saat penggeledahan ditemukan juga antara lain dompet, ikat pinggang, jam tangan," kata Firli Bahuri.

Selain itu, KPK juga menunjukkan uang senilai Rp 32,2 miliar dalam pecahan mata uang asing. Duit ini ditemukan dari safe deposit box milik Rafael di salah satu bank.

"Pecahan mata uang dolar Amerika Serikat, mata uang dolar Singapura dan mata uang Euro," ungkap Firli.

 

Pada Sabtu (25/3/2023) lalu, Rafael Alun menegaskan tidak akan kabur ke luar negeri dan akan kooperatif menjalani proses hukum oleh KPK. Namun, ia mempertanyakan mengapa dirinya baru diusik sekarang padahal selalu melaporkan harta kekayaannya ke KPK dan ikut program Tax Amnesty.

"Tidak benar kabar soal itu (kabur ke luar negeri). Saya selalu hadir saat diminta keterangan oleh KPK dan Inspektorat Jendral Kementerian Keuangan untuk mengklarifikasi harta saya," kata Rafael.

Dalam keterangannya, Rafael juga menyatakan keberatan soal tudingan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap dirinya, seraya menegaskan dirinya selalu melaporkan kepemilikan harta dan sumber pendapatan serta dapat menjelaskan asal usul perolehan harta tersebut. Dia menyebut, keterangan PPATK terkait pemblokiran rekening konsultan pajak karena diduga membantunya melakukan TPPU adalah tak berdasar.

"Saya tidak pernah menggunakan jasa konsultan pajak. Jika memang diduga ada bantuan dari konsultan pajak mohon dijelaskan bantuannya seperti apa?" kata Rafael.

Rafael juga mengaku heran dengan penyelidikan terhadap harta kekayaannya. Pasalnya, dia mengaku selalu melaporkan harta kekayaannya sejak 2011 dan sudah beberapa kali diklarifikasi mengenai asal muasal hartanya baik oleh KPK pada 2016 dan 2021 serta Kejaksaan Agung pada 2012.

Dia juga mengatakan tidak ada penambahan kekayaan sejak 2011 dan penambahan nilai kekayaannya adalah karena peningkatan nilai jual objek pajak. "Jadi kalau sekarang diramaikan dan dibilang tidak wajar hanya karena kasus yang dilakukan oleh anak saya, jadi janggal karena sudah sejak 2011 sudah dilaporkan," kata dia.

Rafael juga mengatakan perolehan harta yang dia miliki sudah tercatat dalam surat pemberitahuan tahunan orang pribadi (SPT-OP) di Ditjen Pajak sejak tahun 2002. "Seluruh aset tetap tersebut sudah diikutkan program Tax Amnesty tahun 2016 dan juga diikutkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tahun 2022. Sehingga saat ini seharusnya sudah tidak menjadi masalah" kata Rafael.

Atas dasar itu, dia merasa heran kenapa kepemilikan hartanya baru dipermasalahkan sekarang. Meski demikian, Rafael akan tetap kooperatif dalam proses hukum bersama KPK untuk membuktikan harta tersebut bukan berasal dari tindak pidana korupsi.

Dalam wawancara eksklusifnya dengan salah satu media nasional pekan lalu, Rafael Alun berkeluh mengenai kondisi keluarganya. Curhatannya pun sempat ramai di lini masa media sosial Twitter.

Dikutip dari wawancara media nasional dan unggahan sejumlah warganet di Twitter, Rafael mengaku hidupnya telah berubah sejak kasus penganiayaan oleh anaknya terhadap  David Ozora. Dia juga mengaku jatuh miskin dan tidak bisa makan.

"Sekarang saya tidak punya uang, uang di rumah Rp 45 juta diambil, disita, saya sudah mohon (untuk tidak dibawa), kita mau bayar THR, tetap (dibawa), hidup sudah terbalik," ucap Rafael dikutip dari lini masa Twitter, Senin (3/4/2023). 

Dia mengaku, seluruh rekeningnya dan istri, Ernie Meike Torondek telah diblokir. Dia bahkan sempat kesulitan untuk makan lantaran tak punya uang.

 

Kontroversi transaksi janggal Rp 300 triliun - (Republika/berbagai sumber)

 
Berita Terpopuler