Pakar Yakin Bripka AS tak Sendirian di Kasus Penggelapan Pajak Kendaraan, Ini Analisisnya

Bripka AS disebut meninggal bunuh diri, pihak keluarga menilai ada kejanggalan.

Antara
Seorang anggota petugas memasang garis polisi. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID,  Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyebut Bripka AS, oknum Satlantas Polres Samosir, Sumatera Utara, bukan pelaku tunggal dalam kasus penggelapan uang pajak kendaraan senilai Rp 2,5 miliar. Belakangan, Bripka AF disebut meninggal akibat bunuh diri.

Baca Juga

"Mari kita bernalar, seberapa kuat seorang bripka melakukan police misconduct (anggota polisi melakukan pelanggaran) sendirian?" kata Reza dalam keterangannya di Jakarta, Senin (27/3/2023).

Menurut Reza, ketika ada polisi yang melakukan penyimpangan, patut diduga ada sejawat yang tahu, bahkan ikut serta dalam penyimpangan tersebut. Dalam kasus penyimpangan pajak Samsat ini, kata dia, tidak cukup apabila dipandang sebagai masalah Bripka AS semata (bad apple theory). Jika dikaitkan dengan situasi sistemik, penyimpangan struktural, pidana terorganisasi (rotten barrel theory) sebagai unsur yang menyebabkan masalah pajak tersebut.

Maka dari itu, kata dia, untuk memutuskan teori tersebut, secara nalar apakah mungkin seorang bripka melakukan pelanggaran seorang diri. Akan tetapi, lanjut dia, selama 2023 hanya ada satu laporan yang masuk ke dalam sistem whistleblowing (peniup peluit) Polri.

"Padahal, Bripka AS meninggal dunia pada tanggal 6 Februari 2023," ungkap Reza.

Melihat situasi itu, kata Reza, itu artinya hingga sebulan lebih sejak Bripka AS meninggal dunia, tetap belum ada laporan yang Polri terima dari sistem (whistleblowing) tersebut. Dengan kata lain, tidak ada satu pun personel Polri, terutama di Satwil Samosir dan Polda Sumut, yang terpanggil untuk menjadi peniup pluit.

Reza mengatakan, bahwa Mabes Polri perlu mengeluarkan ancaman untuk mengungkap kasus itu, karena mendorong personel untuk memanfaatkan sistem whistleblowing (WBS) tampaknya tidak ampuh. Ancaman yang dimaksudkan, misalnya menjamin perlindungan, bahkan penghapusan hukuman bagi personel yang memberikan informasi tentang kematian Bripka AS dan penyimpangan pajak di Samsat Samosir selambatnya pada tanggal 30 Maret 2023.

"Akan tetapi, jika selepas tanggal itu tetap tidak ada personel yang meniup pluit, dan nantinya diketahui terlibat atau tutup mulut, maka sanksi dengan pemberatan akan dijatuhkan," ujarnya.

Reza mengatakan, bahwa penyebab pasti kematian Bripka AS perlu dilakukan autopsi fisik dan autopsi psikologi. Bila disisir, kecil kemungkinan kematiannya karena faktor alami (natural), bunuh diri (suicide), dan kecelakaan (accident).

"Tinggal satu (kemungkinan) pembunuhan (homicide)," kata Reza.

Bripka AS diduga terlibat penggelapan uang pajak kendaraan bermotor milik ratusan warga Samosir dengan angka yang mencapai Rp 2,5 miliar. Oknum anggota Satlantas Polres Samosir itu ditemukan tewas di tebing, Dusun Simullop, Desa Siogung Ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Somasir, pada tanggal 6 Februari 2023.

Namun, pihak keluarga menduga ada kejanggalan kematian Bripka AS yang dilaporkan bunuh diri karena meminum racun sianida. Sementara itu, pihak Mabes Polri ketika ditanyakan terkait kasus Bripka AS enggan berkomentar.

"Tanyakan ke (Polda) Sumut, sudah dirilis," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Ahmad Ramadhan.

 

 

Polda Sumatera Utara mengambil alih penanganan kasus kematian Bripka AS yang saat ini tengah dilakukan penyelidikannya oleh pihak Polres Samosir. Pengambilalihan penanganan kasus itu setelah keluarga Bripka AS menyampaikan keluh kesah mereka ke Mapolda Sumut, Jumat (24/3/2023). Pihak keluarga keberatan dengan kematian Bripka AS yang dinyatakan bunuh diri pada 6 Februari 2023.

"Saat ini perkara tersebut sudah ditangani Polda Sumut," kata Kabid Humas Kombes Polisi Hadi Wahyudi, Sabtu (25/3/2023).

Hadi menyebutkan Kapolda Sumut telah mendengarkan langsung keluhan istri dan keluarga almarhum. "Kapolda Sumut sudah bertemu dengan istri almarhum dan mendengar apa yang menjadi kegusaran pihak keluarga," ucapnya.

Ia mengatakan, Polda Sumut telah membentuk tim terdiri atas Reserse Krimsus, Reserse Krimum dan Propam. "Kapolda Sumut memastikan proses penanganan perkara yang saat ini ditarik Polda Sumut berjalan transparans dan terbuka," kata Kabid Humas Polda Sumut.

Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan, akan meminta klarifikasi Polda Sumut terkait kematian Bripka AS. Anggota Kompolnas Poengky Indarti dikonfirmasi di Jakarta, Jumat pekan lalu, menyebut ada tiga hal yang ingin diklarifikasi oleh pihaknya.

Yang pertama, terkait kematian Bripka AS yang menurut kepolisian karena bunuh diri minum racun sianida yang dibuktikan hasil otopsi dan bukti-bukti lain. Kedua, tentang laporan pihak keluarga Almarhum Bripka AS kepada Polda Sumatera Utara tentang dugaan pembunuhan karena keluarga menemukan adanya kejanggalan tentang meninggalnya almarhum.

"Keluarga menduga ada pengancaman terhadap almarhum oleh Kapolres Samosir," ucap Poengky.

Perihal ketiga yang akan diklarifikasi Kompolnas kepada Polda Sumut yakni terkait dugaan kasus korupsi yang melibatkan Almarhum Bripka AS dan orang-orang lain. "Untuk mendapatkan kejelasannya Kompolnas akan melakukan klarifikasi kepada Polda Sumatera Utara terkait tiga hal tersebut di atas," tutur Poengky.

Anggota Kompolnas dari unsur masyarakat itu pun berharap kasus dugaan korupsi Bripka AF dapat terus diusut karena diduga melibatkan orang-orang lain dan mengingat jumlah kerugian masyarakat yang cukup besar. Sementara itu, terkait laporan keluarga Almarhum Bripka AS, kata Poengky, jika ada temuan bukti-bukti yang menguatkan dugaan keluarga, maka laporan dugaan pembunuhan perlu ditindaklanjuti oleh Polda Sumut secara profesional dengan dukungan scientific crime investigation (CSI), termasuk memeriksa apakah ada ancaman oleh Kapolres Samosir kepada keluarga.

"Kami juga berharap kasus ini dapat disampaikan secara transparan kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas," ujar Poengky.

Sementara itu, Badan Pengelola Pajak dan Restribusi Daerah (BPPRD) Provinsi Sumut bakal memberikan pengurangan denda administrasi 80 persen kepada korban penggelapan pajak di Kabupaten Samosir. Kepala Badan Pengelola Pajak dan Restribusi Daerah (BPPRD) Sumut, Achmad Fadly mengatakan pihaknya akan menanggung denda administrasi, tapi untuk pajak pokok tidak ada kompensasi.

"Kalau denda administrasi akan ditanggung sebesar 80 persen. Tapi pajak pokoknya tidak ada penanggungan," ujar Fadly, di Medan, Jumat.

Fadly menjelaskan dari informasi yang diterima, kejadian penggelapan pajak di Samosir ini sudah berlangsung lama. "Informasi yang kami terima ini sudah berlangsung lama, kami mulai mengecek ke belakang kejadian kealpaan ini. Karena prosesnya di luar kesamsatan jadi kita harus menunggu orang yang datang merasa kerugian," katanya.

Fadly mengatakan saat ini pihaknya bersama pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan dan pendataan sampai sejauh mana timbulnya tingkat kerugian yang dialami oleh masyarakat.

"Angka itu lagi kami sesuaikan, evaluasi dan koreksi antara data yang ada di Bank Sumut, data yang ada pada kami dan registrasi dari pihak kepolisian sendiri karena ini dilakukan oleh oknum di luar proses kesamsatan," tutupnya.

 

Rentetan kasus jerat oknum polisi - (Republika/berbagai sumber)

 
Berita Terpopuler