Imam Al Ghazali: Panjang Angan Penyakit Ganas Pembawa Empat Dosa

Panjang angan itu penghalang bagi setiap kebaikan.

EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Seorang anak membaca Alquran. Imam Al Ghazali: Panjang Angan Penyakit Ganas Pembawa Empat Dosa
Rep: Fuji E Permana Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Al-Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin menjelaskan pangan angan (thulul amal) adalah penyakit ganas. Penyakit panjang angan ini akan menggiring manusia kepada berbagai kerusakan dan empat dosa.

Pemilik nama asli Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali ini menjelaskan, panjang angan adalah penghalang atas segala bentuk kebaikan dan ketaatan. Panjang angan juga mendatangkan keburukan dan godaan.

Baca Juga

Ini adalah penyakit ganas yang membawa manusia kepada berbagai macam kerusakan. Ketahuilah jika kamu menjadi korban dari penyakit panjang angan, maka dosa kamu akan bertambah dengan empat macam dosa lagi.

Pertama, jika panjang angan, kamu akan malas melakukan ibadah dan ketaatan, pada akhirnya akan meninggalkan ibadah. Nafsu akan berkata, "Aku akan melakukan ibadahnya nanti karena waktu di hadapanku masih panjang, aku tidak akan ketinggalan."

Benar seperti yang dikatakan Daud Ath-Tha'i, "Bagi orang yang takut pada ancaman Allah maka jarak yang jauh akan menjadi dekat, dan siapa saja yang panjang angan maka menjadi buruklah amalnya."

Yahya bin Mu'adz Ar-Razi mengatakan, "Panjang angan itu penghalang bagi setiap kebaikan, sedangkan tamak mencegah setiap kebenaran, kesabaran membawa kepada kemenangan, dan nafsu mengajak kepada setiap keburukan."

Kedua, jika kamu panjang angan, kamu menunda-nunda tobat karena merasa umurnya masih panjang. Nafsu berkata, "Aku akan bertobat nanti, waktunya masih lama, aku masih muda dan pintu tobat itu masih terbuka, aku sanggup melakukannya kapan saja aku mau."

Sementara dia lupa ajalnya akan tiba pada saat yang tidak ia duga. Sehingga ia meninggal dunia sebelum sempat bertobat kepadanya.

Ketiga, jika kamu panjang angan, kamu akan lebih bersemangat mencari kekayaan dan harta dunia daripada berbuat untuk akhiratnya. Dia akan mengatakan, "Aku takut miskin di masa tuaku, disaat aku sudah tak sanggup lagi berusaha. Maka aku harus mendapatkan harta banyak sekarang yang dapat aku simpan untuk berjaga-jaga kalau aku sakit, tua atau jatuh fakir." Sikap semacam ini menggerakkan hati kita cenderung kepada dunia dan terlalu berambisi terhadapnya.

Dalam soal rezeki, mereka yang panjang angan akan sering berkata, "Apa yang aku makan nanti? Apa yang aku minum nanti? Pakaian apa yang akan aku pakai? Bagaimana menghadapi musim dingin ini? Bagaimana menghadapi musim panas ini? Padahal aku belum memiliki apa-apa.

Barangkali umurku panjang, maka aku harus mengumpulkan harta banyak-banyak dari sekarang. Sebab di masa tua nanti saya bakal sangat membutuhkannya dan aku tidak perlu bergantung kepada orang lain."

Itu semua bakal mendorong kamu untuk makin mencintai dunia dan mengumpulkan kekayaan darinya. Sehingga kamu akan menyia-nyiakan umur dan waktumu tanpa manfaat apapun bagi kepentingan abadi di akhirat nanti.

Sahabat Abu Dzar Al-Ghiffari Radhiyallahu Anha mengungkapkan, "Sesungguhnya angan-anganku melampaui batas ajalku."

 

Keempat, jika kamu panjang angan, akan menyebabkan hati menjadi keras dan lupa kepada akhirat. Sebab jika kamu mengangankan hidup yang lama, maka kamu tidak ingat kepada kematian dan kehidupan di alam kubur.

Sebagaimana dikatakan oleh Ali Bin Abi Thalib, "Sesungguhnya yang paling aku takuti terhadap kalian itu ada dua, yaitu panjang angan dan mengikuti kehendak nafsu. Ketahuilah bahwa panjang angan itu menyebabkan lupa kepada akhirat, sedangkan mengikuti hawa nafsu itu menghalangi kita dari melihat kebenaran."

Jika seorang hamba menjadi korban dari panjang angan, maka pikiran dan perhatiannya hanya akan terfokus pada kenikmatan dunia semata. Dia semakin banyak bergaul dengan orang lain, hingga berakibat hatinya menjadi keras.

Sungguh kelembutan dan kebeningan hati itu disebabkan oleh mengingat kematian dan kehidupan alam kubur, pahala dan siksa, serta berbagai kondisi akhirat. Jika halal tersebut tidak ada pada dirimu, mana mungkin hatimu dapat lembut dan jernih.

Hal ini dijelaskan Imam Al-Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin yang diterjemahkan Abu Hamas As-Sasaky dan diterbitkan Khatulistiwa Press 2013.

 
Berita Terpopuler