Minyak Jelantah Berpotensi Haram, Apa yang Harus Dicermati Kalau Mau Beli Gorengan?

Minyak jelantah berpotensi haram karena beberapa alasan.

Antara/Sigid Kurniawan
Pedagang menggoreng tahu untuk dijual di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (8/4/2022). Minyak jelantah yang digunakan pedagang gorengan maupun nasi goreng berpotensi haram karena beberapa sebab.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masyarakat Indonesia sudah tidak asing dengan jelantah alias minyak bekas pakai. Meski banyak digunakan, minyak jelantah punya potensi berstatus haram karena beberapa alasan.

Menurut guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Sedarnawati Yasni, yang juga auditor senior LPPOM MUI, minyak jelantah bisa jadi telah dipakai memasak makanan tidak halal. Di samping itu, proses pemurniannya juga dapat membuat minyak menjadi haram. Konsumsi minyak jelantah juga berisiko menimbulkan masalah kesehatan yang serius, seperti kanker.

"Minyak jelantah yang sudah dimurnikan relatif lebih baik mutunya, tetapi perlu diperhatikan aspek kehalalannya," kata Sedarnawati, dikutip dari laman Halal MUI, Jumat (17/3/2023).

Sekarang, memang sudah banyak minyak goreng yang bersertifikat halal. Meski demikian, jika minyak tersebut digunakan untuk mengolah makanan yang tidak halal, maka minyak jelantahnya menjadi haram.

Risiko mengonsumsi minyak jelantah yang tidak halal menjadi lebih tinggi ketika masyarakat membeli makanan dari luar. Masyarakat tidak mengetahui secara pasti asal minyak jelantah yang digunakan.

Sebagai contoh, membeli dari para penjual gorengan dan penjaja makanan yang belum bersertifikat halal. Para pedagan ini umumnya menggunakan minyak jelantah yang dibeli dari restoran secara langsung.

Baca Juga

Sedikit sekali yang melakukan pemurnian kembali sebelum digunakan. Prof Sedarnawati mengamati pada beberapa penjual nasi goreng berkeliling.

Mereka juga bisa menggunakan minyak jelantah beraroma ayam goreng. Penjual diduga mendapatkannya dari restoran ayam goreng.

Untuk memastikan kehalalan minyak jelantah, masyarakat perlu mengetahui ayam yang digoreng tersebut telah melalui proses penyembelihan halal atau minyak goreng yang digunakan sudah bersertifikat halal. Selain itu, proses pemurnian minyak jelantah juga perlu diperhatikan caranya dan jenis bahan adsorben yang digunakan.

Dengan memperhatikan aspek kesehatan dan kehalalan minyak jelantah, Prof Sedarnawati mengingatkan agar masyarakat lebih bijak dalam memilih dan menggunakan minyak goreng. Ada beberapa hal yang dapat diperhatikan.

Pertama, pastikan bahwa minyak goreng yang dibeli telah bersertifikat halal. Kedua, jangan gunakan minyak goreng tersebut untuk menggoreng secara berulang-ulang.

"Maksimal penggunaan cukup dua sampai tiga kali penggorengan sambil dicermati perubahan warnanya," kata Prof Sedarnawati.

Ketiga, hindari membeli minyak goreng jelantah yang tidak jelas sumbernya. Sebab, minyaknya berpotensi tercampur dengan bahan haram sangatlah tinggi.

Bakwan dan martabak. Gorengan masih menjadi favorit banyak orang untuk berbuka puasa. - (Republika/Reiny Dwinanda)

Keempat, jika ingin membeli gorengan, pastikan bahwa pedagangnya menggunakan minyak goreng yang sudah bersertifikat halal, bukan menggunakan minyak jelantah. Lalu, apa ciri-ciri minyak jelantah?

Minyak jelantah tidak lagi bening. Jika disaring masih ada sisa partikel/remah gorengan. Lalu, ketika minyak dipanaskan, tercium sisa aroma bahan yang digoreng terakhir. Minyak juga mudah berasap saat dipakai.

Dari sisi kesehatan, minyak jelantah dapat menjadi media penyerapan radikal bebas. Senyawa tersebut akan ikut terserap ke dalam makanan yang digoreng.

Radikal bebas akan mengoksidasi sel-sel dalam organ tubuh secara perlahan kemudian zat itu menjadi karsinogen penyebab kanker.  Selain kanker, radikal bebas bisa mengakibatkan pengendapan lemak pada pembuluh darah dan mengurangi kecerdasan.

Konsumsi produk pangan gorengan menggunakan jelantah secara berlebihan juga dapat memicu kelebihan berat badan atau obesitas. Ujungnya, orang berisiko mengalami berbagai komplikasi serius, seperti diabetes dan penyakit jantung.

 
Berita Terpopuler