Pengusaha Kopi Cianjur Kembali Gelar Lomba Racik Kopi

Cianjur merupakan daerah penghasil kopi arabika dan robusta.

PxHere
Anek aminuman kopi (ilustrasi). Cianjur disebut sebagai surga bagi penikmat kopi karena jenis robusta dan arabika tumbuh subur di hampir seluruh kecamatan yang memiliki ketinggian di atas 1000 mdpl itu.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Pengusaha kopi di Cianjur, Jawa Barat, kembali menggelar lomba meracik kopi dengan bahan utama kopi Cianjur. Lomba yang digelar tiap tahun itu merupakan bagian dari kegiatan promosi kopi khas Cianjur, baik robusta dan arabika.

Ketua Komunitas Ngopi Cianjur, Henry Ahadinuari, mengatakan Cianjur merupakan surga bagi penikmat kopi karena jenis robusta dan arabika tumbuh subur di hampir seluruh kecamatan yang memiliki ketinggian di atas 1000 mdpl itu. Sebagian besar wilayah Cianjur penghasil kopi arabika, mulai dari kecamatan Sukaremsi di wilayah utara hingga Sukanagara di wilayah Selatan.

Baca Juga

"Untuk robusta ada di Kecamatan Sukaresmi, Pacet, dan Cipanas, dengan standar mutu biji kopi yang sudah teruji secara nasional," kata Henry di Cianjur Senin (13/3/2023).

Bahkan, dalam kegiatan lomba yang digelar setiap tahun di Cianjur, penyaji kopi atau barista dari berbagai kota di Indonesia banyak yang turut serta. Mereka adu kebolehan dengan kopi Cianjur sebagai bahan utama racikan sajian kopi yang berbeda dari kopi harian.

Menjadikan kopi Cianjur sebagai bahan utama, menurut Henry, merupakan salah satu cara panitia untuk memperkenalkan jenis kopi yang tumbuh di area penyelenggaraan lomba. Kopi Cianjur memiliki keasaman yang khas diharapkan lebih dikenal dan dibawa peserta ke daerah asalnya.

"Event tahunan ini, sengaja kami gelar sebagai upaya terus mendongkrak popularitas kopi Cianjur, setiap bulannya untuk kebutuhan lokal saja 1 ton per bulan seperti kopi Sarongge, Sukadana, Sukanagara, dan Ciseureuh untuk arabika dan Cibulao untuk robusta," katanya.

Sementara itu, insiator Kopi Sarongge, Tosca Santoso, mengatakan sejak beberapa tahun terakhir luasan kebun kopi di Cianjur, mengalami penurunan. Di tengah kurangnya perhatian Pemerintah, Petani lebih memilih berhenti menggarap lahan karena biaya operasional yang cukup tinggi meski mereka mengolah hutan rakyat.

"Modal yang dibutuhkan cukup besar, terlebih untuk membeli pupuk yang cukup mahal dan sulit didapat, sehingga banyak yang beralih menanam sayur mayur atau palawija," kata Tosca yang juga mantan Dewan Pengawas LKBN Antara.

Terkait perubahan iklim, Tosca menyebut kondisi itu sedikit berpengaruh terhadap produksi kopi yang saat ini memiliki pasar yang cukup tinggi baik dalam dan luar negeri. Berbagai upaya pun dilakukan petani untuk tetap menghasilkan uang.

"Perubahan iklim sudah pasti berpengaruh pada produksi tanaman kopi untuk jenis robusta, berbeda dengan arabika yang tidak terlalu terpengaruh dengan perubahan iklim, sehingga pola tanam dan panen sudah diatur sebagai upaya antisipasi dan pemupukan," katanya

 
Berita Terpopuler