Kang Abik Apresiasi Tradisi Malam Nisfu Sya’ban di Nusantara

tradisi malam Nisfu Syaban boleh dilakukan selama tidak melanggar syariat.

ANTARA/Suwandy
Umat muslim membaca surah Yasin di malam nisfu Syaban 15 Syaban. Kang Abik Apresiasi Tradisi Malam Nisfu Sya’ban di Nusantara
Rep: Muhyiddin Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam Majelis Ulama Indonesia (LSBPI MUI) Habiburrahman El-Shirazi atau yang akrab dipanggil Kang Abik mengapresiasi tradisi malam Nisfu Syaban di Nusantara. Sejauh tidak melanggar syariat, menurut dia, berbagai tradisi malam Nisfu Syaban di Indonesia boleh saja dilakukan.

Baca Juga

“Jadi kalau pun tradisi itu tetap dilestarikan itu menurut saya sendiri itu bagus, karena juga akan membuat masyarakat itu dekat dengan masjid, masyarakat juga kemudian bertemu lagi bersama-sama di masjid untuk beribadah,” ujar Kang Abik saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (7/3/2023).

Kang Abik menyaksikan pada setiap malam Nisfu Syaban masih banyak masjid di Nusantara yang menggelar kegiatan untuk memuliakan Nisfu Syaban. Ada yang membaca Alquran maupun shalat sunnah Nisfu Syaban.

“Memang kalau kita melihat dari sisi hadits-haditsnya itu seperti yang disampaikan oleh Syekh Athiyyah Shaqar dari Al-Azhar tentang keutamaan Nisfu Syaban itu sendiri, itu memang ada ulama yang menganggap hadits itu shahih,” ucap Kang Abik.

Di samping itu, menurut dia, ada ulama yang menyatakan bahwa hadits tentang keutamaan Nisfu Syaban itu dhaif atau lemah. “Meskipun demikian, Syekh Athiyyah Shaqar menjelaskan bahwa kalau pun haditsnya dhaif itu masih bisa dimasukkan ke dalam bab fadhailul a’mal, untuk keutamaan amal,” katanya.

Karena itu, menurut Kang Abik, jika pun tradisi malam Nisfu Syaban di nusantara itu dilestarikan maka tidak menjadi masalah. Hanya saja, kata dia, perlu dilihat juga tentang pelaksanaan shalat sunnahnya di Malam Nisfu Syaban.

 

 

“Misalnya, kata Imam Nawawi bahwa kalau shalat itu dinamai dengan shalat Nisfu Syaban yang zaman dulu ada yang sampai 100 rakaat, itu menurut Imam Nawawi sendir, itu nggak benar,” jelas Kang Abik.

“Jadi kalau pun shalat, istilahnya ya cukup shalat sunnah muthlak saja,” imbuhnya.

Pada malam Nisfu Syaban, umat Islam di Indonesia juga banyak yang membaca surat Yasin sebanyak tiga kali dengan disertai doa. Menurut Kang Abik, pembacaan surat Yasin seperti itu tidak menjadi masalah. Karena, kata dia, membaca surat Yasin atau Alquran di setiap malam pun juga dinilai baik dan berpahala.

Selain membaca Yasin tiga kali, pada momenum Nisfu Syaban di beberapa daerah juga terdapat beberapa tradisi unik. Seperti di daerah Jakarta, masyarakat Betawi memiliki tradisi ruwah di malam Nisfu Syaban.

Dalam tradisi ini, biasanya masyarakat akan mengajak sanak saudara, tetangga dan ustaz berkumpul di salah satu rumah. Kemudian, mereka mendoakan sanak saudara dan kerabat yang telah meninggal dunia agar diampuni segala dosanya semasa hidup dan dimasukkan surga.

Menurut Kang Abik, tradisi kumpul-kumpul seperti itu juga bagus. Apalagi, di era teknologi sekarang ini orang-orang mulai jarang untuk silaturrahim. Karena, menurut dia, sekarang ini orang-orang sudah bisa melakukan komunikasi jarka jauh lewat media sosial.

 

“Seperti tradisi ruwahan di beberapa daerah, di mana keluarga besar kumpul, itu kan masyarakat kita menciptakan momen-momen kebersamaan, dan itu sangat penting sekali di zaman sekarang ini,” kata Kang Abik.

“Maka momen-momen untuk bisa mempertemukan keluarga besar itu malah bagus sekali kalau diadakan, baik itu ketika Idul Fitri maupun ketika Syaban,” imbuhnya.

Sementara itu, di daerah Sumbawa masyarakatnya biasa akan mandi dulu ke sungai pada sore hari menjelang Magrib atau menjelang memasuki malam Nisfu Syaban. Tradisi tersebut dikenal dengan istilah mani Nisfu Syaban (mandi Nisfu Syaban). Bagi mereka, hal tersebut dilakukan untuk mempersiapkan diri memasuki malam Nisfu Syaban dengan badan yang suci agar dosa diringankan oleh Allah SWT.

Terkait tradisi semacam itu, Kang Abik memberikan catatan tersendiri. Menurut dia, asalkan tradisi semacam itu tidak melanggar syariat Islam, maka bisa saja dilesatarikan.

“Ya selama itu tidak bertentangan dengan syariat itu tidak ada masalah, ya mereka mau mandi juga untuk membersihkan diri, baik itu menjelang malam Nisfu Syaban atau tidak kan juga sama saja. Intinya membersihkan diri,” jelas penulis novel Ayat-Ayat Cinta ini.

 

“Tapi kalau kemudian bercampur laki-laki dan perempuan misalnya, justru ada maksiatnya, ya tentu malah tidak boleh itu,” kata Kang Abik.

 
Berita Terpopuler