Awal Mula Dugaan Peracunan di Iran, Siswi Cium Bau Aneh

Para siswa melihat benda-benda aneh dilemparkan ke halaman sekolah

EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Ratusan siswi di beberapa kota di Iran telah diracuni secara misterius dalam tiga bulan terakhir.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Ratusan siswi di beberapa kota di Iran telah diracuni secara misterius dalam tiga bulan terakhir. Insiden ini menyebabkan gelombang kemarahan dan kebingungan di seluruh negeri.

Dugaan peracunan dimulai pada akhir November 2022 di Kota Suci Qom, selatan Teheran. Ketika itu, sekitar 50 siswi jatuh sakit dan harus dibawa ke rumah sakit.  Sebagian besar siswi kemudian dibolehkan pulang oleh rumah sakit.  Namun beberapa siswi harus menjalani rawat inap selama berhari-hari untuk observasi.

Dilaporkan Aljazirah, Rabu (1/3/2023), keracunan serupa terjadi di beberapa sekolah lain di Kota Qom, Ibu Kota Teheran, Kota Borujerd, dan Kota Ardebi.  Puluhan siswi terkena dampak dalam setiap insiden, dan beberapa harus dirawat di rumah sakit.

Para siswi melaporkan bau aneh sebelum jatuh sakit. Mereka mengatakan bau aneh itu seperti jeruk keprok busuk atau parfum yang kuat.  Beberapa media lokal mengutip para siswi yang mengatakan bahwa, mereka melihat benda-benda aneh dilemparkan ke halaman sekolah sebelum dugaan peracunan itu muncul.

Gejala peracunan itu meliputi sakit kepala dan mual. Media lokal melaporkan bahwa, beberapa siswa mengalami kelumpuhan sementara pada anggota tubuh mereka. Beberapa guru juga dilaporkan terkena dampaknya.  Insiden tersebut mulai terjadi pada waktu yang hampir bersamaan ketika sejumlah universitas di berbagai kota menyajikan makanan dan muncul insiden keracunan makanan. Namun peristiwa keracunan makanan dengan dugaan peracunan di antara siswi sekolah tidak saling terkait.

Selama berbulan-bulan, pihak berwenang di sekolah, kantor gubernur, dan Kementerian Kesehatan telah menyangkal atau meremehkan insiden peracunan di kalangan siswa perempuan. Mereka mengatakan, siswi tersebut panik atau hanya mengalami gejala ringan.

Wakil Menteri Kesehatan, Younes Panahi menjadi pejabat pertama yang mengonfirmasi bahwa peracunan itu disengaja.  Dia mengatakan kepada media pemerintah, beberapa orang ingin menghentikan anak perempuan pergi ke sekolah. Namun dia tidak merinci lebih lanjut.

Panahi mengatakan, keracunan disebabkan oleh bahan kimia yang tersedia secara komersial dan tidak dapat ditularkan karena tidak ada virus atau bakteri yang terlibat. Sejak insiden peracunan ini diangkat oleh media asing, para pejabat dan anggota parlemen mulai mengkonfirmasi sifat serangan yang disengaja. Tetapi mereka belum menyebutkan pelakunya.

Kepala Komite Pendidikan parlemen, Alireza Monadi Sefidan, pada Selasa (28/2/2023) mengatakan, gas nitrogen terdeteksi dalam racun yang digunakan di beberapa sekolah. Pemerintah kemudian membentuk sebuah komite untuk menyelidiki dugaan peracunan itu.  Presiden Ebrahim Raisi pada Rabu (1/3/2023) memerintahkan Kementerian Dalam Negeri untuk menindaklanjuti dugaan peracunan.  


Baca Juga

Kejadian yang berulang tersebut membuat beberapa orang tua mengeluarkan anaknya dari sekolah. Sementara orang tua lainnya  berpendapat bahwa menjauhkan anak perempuan dari sekolah akan menjadi tujuan para penyerang.

Karena kebingungan dan kurangnya kejelasan tentang dugaan peracunan yang terus berlanjut, faksi-faksi di dalam dan di luar Iran mulai membuat tuduhan serta spekulasi. Beberapa pejabat mengatakan, musuh asing Iran telah terlibat dalam dugaan peracunan tersebut.

Sementara tokoh lainnya meminta negara bertanggung jawab atas dugaan peracunan itu. Mereka menuduh pemerintah mencoba untuk membalas dendam pada siswi yang telah menyebarkan gambar dan video protes besar-besaran yang meletus di seluruh Iran. Aksi protes yang meletus pada September dipicu oleh kematian seorang perempuan Kurdi, Mahsa Amini dalam tahanan. Amini ditangkap dan ditahan oleh polisi moralitas Iran karena tidak memakai pakaian dan jilbab yang sesuai aturan negara.

Beberapa orang menghubungkan dugaan peracunan itu dengan serangan Taliban pada tahun 2000-an dan 2010-an untuk meracuni siswi agar mereka tidak menerima pendidikan.


 
Berita Terpopuler