Paparazzi Buntuti Bruce Willis yang Idap Demensia, Keluarga Jadi Geram

Bruce Willis telah berhenti dari dunia akting.

EPA/WARREN TODA
Aktor Bruce Willis menghadiri konferensi pers film Looper di Toronto International Film Festival, Toronto, Kanada, 6 September 2012. Willis berhenti main film setelah terdiagnosis afasia dan demensia frontotemporal.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Emma Heming Willis meminta paparazzi untuk menjaga jarak dan berhenti berteriak kepada suaminya, Bruce Willis, yang belum lama ini terdiagnosis dengan demensia. Emma memohon agar semua pihak bisa memberikan ruang kepada keluarga untuk merawat Bruce.

"Bila Anda adalah seseorang yang merawat penderita demensia, Anda akan tahu betapa sulit dan penuh stresnya mendampingi mereka untuk keluar rumah dan menavigasi mereka dengan aman," jelas Emma, seperti dilansir Mirror, Senin (6/3/2023).

Emma mengatakan belum lama ini, dia melihat headline yang menampilkan video Bruce sedang membeli kopi bersama teman-temannya. Kala itu, paparazzi tampak berlomba-lomba untuk mengambil foto dan video eksklusif Bruce yang baru terdiagnosis dengan demensia.

Emma memahami bahwa para paparazzi melakukan hal tersebut karena tuntutan pekerjaan mereka. Namun, di saat yang sama, Emma meminta pengertian para paparazzi untuk setidaknya menjaga jarak saat mengambil foto atau video Bruce.

Selain itu, Emma memohon pada para paparazzi untuk tidak bersorak atau berteriak kepada Bruce. Emma juga meminta mereka untuk tidak bertanya kabar atau hal-hal lain kepada sang aktor yang kini telah mundur dari dunia hiburan.

"Jangan lakukan itu, oke?" kata Emma.

Pihak keluarga Bruce secara resmi mengumumkan kepada publik bahwa Bruce terdiagnosis dengan demensia frontotemporal pada bulan lalu. Pihak keluarga juga menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan bagi Bruce dan keluarga.

Demensia frontotemporal merupakan istilah payung untuk sekelompok gangguan pada otak yang umumnya mempengaruhi bagian lobus frontal dan temporal, menurut Mayo Clinic. Area otak ini umumnya berkaitan dengan kepribadian, perilaku, dan kemampuan bahasa.

Baca Juga

Kasus demensia frontotemporal lebih sering ditemukan pada pria dan wanita berusia 40-65 tahun. Menurut Johns Hopkins Medicine, gejala demensia frontotemporal bisa berbeda-beda pada tiap pasien, bergantung pada area otak mana yang terdampak.

Terlepas dari itu, ada beberapa gejala umum yang dapat menjadi indikator demensia frontotemporal. Gejala tersebut adalah perubahan kepribadian atau perilaku.

Demensia frontotemporal, penyakit yang mengusik Bruce Willis. - (Republika)


Sebagai contoh, penderita demensia frontotemporal bisa menunjukkan amarah yang meledak-ledak atau melakukan tindakan yang tak pantas secara sosial di tempat publik. Kemampuan mereka dalam membuat penilaian juga dapat memburuk.

Selain itu, penderita demensia frontotemporal bisa kurang memiliki empati atau kurang mawas diri. Perubahan lain yang kerap ditemukan pada penderita demensia frontotemporal adalah hilang minat terhadap sesuatu yang sebelumnya disukai dan menarik diri secara emosional dari teman atau keluarga.

Gejala umum lain yang juga dapat menjadi indikator demensia frontotemporal adalah penurunan kemampuan dalam memahami atau memformulasikan bahasa. Penderita demensia frontotemporal pun bisa mengalami kesulitan dalam menyusun rencana dan mengorganisir, serta mudah terdistraksi.

Beragam perubahan ini bisa membuat penderita demensia frontotemporal menjadi lebih jarang bicara karena frustasi. Minimnya komunikasi ini dapat menjadi bumerang dan bisa membuat pasien mengalami agitasi, mudah marah, dan suasana hati yang berubah-ubah.

 
Berita Terpopuler