Wapres Minta Parpol tak Gunakan Masjid untuk Berkampanye

"Bukan hanya masjid ya, gereja, pura, klenteng dan sebagainya," kata Ma'ruf Amin.

BPMI/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin meminta partai politik untuk tidak gunakan masjid untuk berkampanye. (ilustrasi)
Rep: Dessy Suciati Saputri, Febryan A Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki tahun politik menjelang pemilu 2024, Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta partai politik agar tak menggunakan masjid dan tempat ibadah lainnya untuk berkampanye. Ia juga meminta pemerintah daerah dan aparat keamanan agar menjaga agar tempat ibadah tidak digunakan sebagai alat politik.

Baca Juga

"Karena itu saya minta kepada partai-partai politik tidak menggunakan masjid. Dan pada pemerintah daerah dan keamanan supaya menyiapkan supaya jangan sampai masjid digunakan alat politik itu barang kali yang agar dijaga," kata Wapres di Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (1/3/2023).

"Tentu semua tempat ibadah, tempat ibadah yang lain itu tidak boleh bukan hanya masjid ya, gereja, pura, klenteng dan sebagainya," kata Ma'ruf melanjutkan.

Ia juga menekankan, bahwa pemerintah telah menyerukan agar kampanye dilaksanakan sesuai aturannya. Selain masjid, kampanye juga tidak boleh dilakukan di tempat pendidikan.

"Saya kira memang pemerintah juga menyerukan sesuai dengan aturan yang ada, kampanye itu jangan menggunakan masjid. Masjid yang digunakan kampanye, di tempat ibadah, sekolah, kan begitu, tempat pendidikan itu tidak boleh digunakan," ujar Ma'ruf.

Sebelumnya, Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia (PP DMI) menegaskan sikap menolak penggunaan masjid sebagai tempat kegiatan politisasi atau kampanye politik praktis.

"Masjid itu dimaknai sebagai jami, artinya tempat yang menyatukan, paling inklusif. Jadi, embel-embel primordialisme, perbedaan, semua tidak ada," ujar Sekjen PP DMI Imam Addaruqutni dalam keterangan tertulis, Kamis (2/2/2023).

Imam menyerukan agar masjid digunakan sesuai dengan fungsinya, yakni sebagai tempat ibadah dan menyampaikan pesan agama. Selain itu, masjid juga harus menjadi sarana untuk mewujudkan persatuan.

Sementara penggunaan masjid untuk kegiatan kampanye politik praktis dikhawatirkan dapat menyulut politik identitas dan kepentingan kelompok di antara para jamaah.

"Karena itu masjid harus didukung suatu wujud persatuan," kata dia.

Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla menegaskan kepada seluruh pengurus masjid untuk tidak menjadikan masjid sebagai tempat kampanye politik.

"Saya mengingatkan kepada seluruh pengurus bahwa masjid bukan menjadi tempat untuk berkampanye politik, baik itu kampanye calon presiden, gubernur, bupati dan legislatif lainnya. Masjid itu sebagai tempat ibadah bukan sebagai tempat berpolitik," kata Kalla saat kunjungan ke Pontianak beberapa waktu lalu.

Menjelang pesta demokrasi di 2024, dirinya mengingatkan kepada seluruh pengurus DMI baik di tingkat wilayah provinsi hingga kabupaten/kota untuk tidak menggunakan fasilitas keagamaan sebagai tempat politik praktis. Dalam arahannya, ia menegaskan fungsi masjid sebagai pusat kemakmuran umat dan masyarakat serta mampu menjadi barometer penggerak ekonomi.

 

Terkait larangan politik praktis di tempat ibadah sebelumnya ditegaskan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI merespons pernyataan Partai Ummat yang ingin mengusung politik identitas Islam dan menggunakan masjid sebagai tempat berpolitik. Bawaslu menyebut, penggunaan masjid sebagai tempat kampanye bisa menimbulkan ketegangan antarwarga.

"Kalau seperti itu (berpolitik di masjid) akan terjadi pertentangan sosial. Teman-teman Partai Ummat harus hati-hati karena akan menaikkan eskalasi pertarungan di tingkat akar rumput. Itu yang paling berbahaya," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (14/2/2023) malam. 

Bagja menyatakan, bahwa partai politik tidak boleh berpolitik ataupun kampanye di masjid maupun di rumah ibadah lainnya. Sebab, masjid adalah milik bersama, bukan hanya milik pemilih partai politik tertentu.

"Apa jadinya nanti jika semua partai melakukan politik identitas di masjid, gereja, pura, wihara dan saling menyerang," ujarnya. 

"Apalagi nanti di masjid, satu khotbah partai A, satu khotbah partai B. Itu harus sadar lah bangsa ini kita perlu belajar banyak dari (pengalaman) Pemilu 2019," imbuhnya. 

Karena itu, Bagja mengingatkan Partai Ummat agar mengurungkan niatnya untuk menggunakan masjid sebagai tempat berpolitik. Dia juga meminta Partai Ummat memberikan klarifikasi terkait rencana penggunaan masjid tersebut. 

"Kami akan mengingatkan Partai Ummat untuk tidak melakukan hal demikian. Masjid adalah tempat bersama umat Islam, yang pilihan politiknya bukan hanya partai Ummat," kata Bagja menegaskan. 

Jika partai besutan Amien Rais itu tetap berpolitik di Masjid, Bagja memastikan Bawaslu akan menindaknya. Penindakan secara tegas akan dilakukan saat masa kampanye, yakni 28 November 2023 - 10 Februari 2024. 

Partai Ummat menyebut Bawaslu mendapatkan informasi yang salah. Juru bicara Partai Ummat Mustofa Nahrawardaya menjelaskan, dalam pidato Rakernas I Partai Ummat, Ketua Umum Partai Ummat ketika tidak pernah menyebut akan berkampanye di masjid. 

"Dari mana sumber Bawaslu bahwa kami akan berkampanye di masjid? Bisa jadi sumber informasi Bawaslu yang keliru," kata Mustofa dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/2/2023). 

Karena itu, ujar Mustofa, pihaknya bakal menemui pihak Bawaslu RI untuk menyampaikan klarifikasi. Pihaknya bakal meluruskan informasi soal penggunaan masjid dan rencana partai mengusung politik identitas. 

"Kita akan dengan senang hati datang ke Bawaslu untuk menjelaskan secara langsung (soal) apa yang telah kami sampaikan dalam Rakernas terkait politik identitas dan perjuangan politik dari masjid," kata Mustofa. 

Mustofa mengklaim, sejak berdiri, partainya tidak pernah mengajak untuk berkampanye di masjid. Pasalnya, Partai Ummat taat aturan terkait larangan berkampanye di masjid dan sekolah. 

"Memangnya Partai Ummat buta aturan? Tentu tidak. Siapa juga yang mau melawan aturan kampanye itu? Karena hal itu jelas-jelas merugikan Partai Ummat sendiri, jika melanggar aturan. Partai Ummat tidak sebodoh itu," papar Mustofa. 

Dia menambahkan, meramaikan masjid memang merupakan kewajiban setiap Muslim, termasuk kader Partai Ummat. Namun demikian, bukan berarti kader partai bakal berkampanye dari masjid. 

Partai Ummat, kata dia, justru menggagas agar masjid difungsikan kembali sebagaimana mestinya, yakni tempat ibadah, tempat bertukar pikiran serta berdiskusi gagasan politik yang sehat dan mengedukasi. Bagi Partai Ummat, mendiskusikan gagasan politik Islam, etika politik, dan dialog politik berbasis agama adalah sesuatu yang boleh dilakukan di masjid. 

"Pendidikan politik untuk jamaah ya boleh-boleh saja. Memang dulu Rasulullah juga melakukannya. Intinya, di negara mayoritas Muslim, jangan menakuti orang Islam dengan memanfaatkan momen pemilu," kata Mustofa menegaskan. 

 

Provokasi Israel di Masjid Al-Aqsha - (Repubika)

 
Berita Terpopuler