Kasus Pelecehan Seksual Pasangan Mahasiswa Unand, Apa Bedanya dengan Reynhard Sinaga?

Psikolog menyebut dunia sekarang sudah berubah, orang tua harus lebih waspada.

Antara/Ikhwan Wahyudi
Kampus Universitas Andalas Padang, Sumatra Barat. Pasangan heterogen mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand) terlibat kasus pelecehan seksual.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Koentjoro, memberikan tanggapan mengenai kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh pasangan heterogen mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand). Menurut Koentjoro, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.

Kronologi kasus tersebut diungkap oleh akun @andalasfess. Menurut akun itu, pelaku perempuan disebut suka menginap di tempat sejumlah teman perempuannya dengan alasan terlalu malam untuk pulang ke indekosnya sendiri.

Baca Juga



Saat temannya tertidur, pelaku membuka baju temannya dan melakukan hal-hal tak pantas. Semua itu direkam dalam video dan difoto, lantas dibagikan ke pacarnya.

Sekilas, hal itu mirip dengan yang dilakukan predator seksual asal Indonesia, Reynhard Sinaga, yang telah dihukum penjara seumur hidup di Inggris sejak 2020. Dia terbukti bersalah atas 159 kasus pemerkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria yang dilakukan di Manchester sejak tahun 2015 sampai 2 Juni 2017.

Para korban dibawa ke apartemen Reynhard, kebanyakan dalam keadaan mabuk. Di situ, mereka dibius dan dicabuli seraya diabadikan dalam bentuk foto/video yang jumlahnya mencapai tiga terabyte data. Reynhard ditangkap setelah salah seorang korbannya siuman saat diperkosa dan melakukan perlawanan.

Sementara itu, di kasus Unand, berdasarkan keterangan kedua pelaku, modus saling berkirim konten dilakukan untuk memuaskan hasrat pihak lelaki. Sejauh ini, kasus tersebut sudah mengimbas 12 orang korban.

"Kalau seperti ini, harus dilihat dulu latar belakangnya, kenapa dia (pelaku perempuan) memotret itu. Tujuannya apa, apakah dia juga menggunakan untuk kepuasannya sendiri atau ada paksaan dari pacarnya," kata Koentjoro saat dihubungi Republika.co.id, Senin (27/2/2023).

Menurut Koentjoro, masih terlalu dini untuk menyebut kasus itu sebagai predator seksual. Namun, apabila yang dilakukan pelaku perempuan juga untuk kepuasan pribadinya, bisa jadi dia punya kecenderungan biseksual (tertarik pada dua jenis kelamin).

Terkait pemicu tindakan tersebut, menurut Koentjoro, bukan tentu paparan pornografi bisa menjadi penyebabnya. Itu bisa karena libido para pelaku yang tak terkendali atau adanya kelainan yang membuat mereka terangsang dengan stimulasi perilaku seksual sesama jenis.

Koentjoro yang menjabat sebagai ketua Dewan Guru Besar UGM mengkritisi kultur masyarakat, di mana kedekatan tertentu di antara perempuan dianggap wajar. Berbeda halnya dengan kedekatan intim antara sesama pria atau antara lelaki dan perempuan, yang lebih disoroti.

Seperti contoh kasus Unand, menginap dengan teman sejenis di satu ruangan semula dianggap lumrah, tapi ternyata malah mengarah pada hal yang tak diinginkan. Koentjoro mewanti-wanti bahwa dunia sekarang telah berubah, sehingga orang tua perlu lebih wasapada.

Ada baiknya orang tua tidak membiarkan anak tidur sekamar hanya berdua saja dengan orang lain, meski temannya itu bergender sama. Koentjoro justru berpendapat jika menginap lebih dari dua orang tidak mengkhawatirkan, sebab ada kontrol.

Perihal pemulihan kondisi psikis para korban kasus Unand, Koentjoro menyarankan keterlibatan profesional di bidang psikologi. "Lakukan konsultasi psikologi. "Kalau dengan saya, akan saya ajak ke pantai, saya suruh teriak-teriak (untuk melampiaskan)," ujarnya.

 
Berita Terpopuler