Bantuan Korban Gempa Turki Masih Belum Merata

Pengungsi bertahan dengan tidur di tenda, pabrik, kereta api, mobil, dan rumah kaca.

AP Photo/Nasser Nasser
Para pekerja menyiapkan pengiriman perlengkapan tidur untuk para korban gempa bumi di Turki dan Suriah yang kini terkena cuaca musim dingin yang membekukan, di sebuah pabrik Palestina di kota Hebron, Tepi Barat, Kamis (16/2/2023). Warga Palestina telah turun tangan untuk membantu mereka akibat gempa dahsyat di Turki dan Suriah, dengan Otoritas Palestina bahkan mengirimkan tim medis dan ahli lainnya untuk mendukung upaya penyelamatan Turki dan Suriah.
Rep: Dwina Agustin Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, SAMANDAG -- Hampir dua minggu setelah gempa besar meratakan puluhan ribu bangunan dan membuat jutaan orang mengungsi di Turki dan Suriah, banyak yang masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka bertahan dengan tidur di tenda, pabrik, kereta api, mobil, dan rumah kaca.

Baca Juga

Orang-orang yang terdesak dari rumah di zona bencana menggambarkan berbagai kondisi. Beberapa dapat mandi air panas secara teratur, sementara yang lain takut mati kedinginan.

Pemerintah Turki dan puluhan kelompok bantuan telah melancarkan upaya bantuan besar-besaran. Pemerintah mengatakan pada 15 Februari, bahwa lebih dari 5.400 kontainer pengiriman telah dikerahkan sebagai tempat berlindung dan lebih dari 200 ribu tenda dikirim.

Tapi itu menghadapi bencana besar. Pemerintah mengatakan, sedikitnya 84 ribu bangunan, berisi lebih dari 332.000 tempat tinggal, hancur akibat gempa 6 Februari atau terlalu rusak untuk digunakan. Hingga saat ini, belum ada angka resmi untuk jumlah orang yang mengungsi di sisi wilayah bencana Turki yang menampung sekitar 14 juta jiwa atau 16 persen dari populasi negara itu.

Penduduk desa pegunungan provinsi Kahramanmaras berjuang untuk tetap hangat selama malam yang sangat dingin. Buyuknacar, sebuah desa yang hanya beberapa kilometer dari pusat gempa berkekuatan 7,8, rusak parah dan 158 orang meninggal.

Dua hari setelah gempa awal, sebuah helikopter militer membawa perbekalan dan pada hari kelima jalan dibersihkan. Meskipun penduduk desa memiliki tenda, tenda itu terlalu tipis untuk menahan hawa dingin. Penduduk desa mengatakan, khawatir kondisi es di pegunungan akan menyebabkan kematian lebih lanjut.

"Kebutuhan dasar kami adalah, pertama, kontainer. Tenda tidak akan berfungsi di sini. Orang-orang di tenda akan mati kedinginan," ujar Umut Sitil.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, 2,2 juta orang telah meninggalkan zona bencana. Dari jumlah tersebut, kebutuhan rumah sebanyak 1,6 juta telah terpenuhi, termasuk sekitar 890 ribu orang ditempatkan di fasilitas umum seperti asrama mahasiswa dan 50 ribu di hotel.

 

Kementerian Perhubungan mengatakan, pemerintah telah membantu lebih dari 272 ribu orang mengungsi melalui udara, laut, dan kereta api. Namun, banyak orang lebih memilih untuk tetap dekat dengan rumahnya, baik untuk melindungi harta benda, menunggu jenazah kerabat ditemukan atau bagi pendidik di daerah pedesaan, merawat ternak tetap harus dilakukan.

Sedangkan di daerah dekat pantai Mediterania, Hatay menjadi salah satu provinsi yang paling terpukul. Para petani di distrik Samandag meninggalkan rumahnya yang rusak ke rumah kaca besar yang biasanya digunakan untuk menanam tomat. Mereka membawa serta alas tidur dan peralatan masak apa pun yang bisa mereka selamatkan.

Penduduk setempat mengatakan, bahwa sekitar 2.000 orang kini tinggal di bawah penutup plastik. Banyak yang kehilangan tidak hanya rumah mereka tetapi juga ternaknya.

“Tidak ada tempat aman selain rumah kaca, karena rumah-rumah roboh akibat gempa,” kata Ozkan Sagaltici.

Penduduk desa telah menyiapkan tungku kayu di dalam rumah kaca untuk memasak makanan yang diberikan oleh lembaga bantuan. “Kami tidak punya pakaian bersih,” kata Suzan Sagaltici yang tinggal di rumah kaca di seberang desa.

“Kami tidak bisa membersihkan diri seperti yang kami inginkan, kami tidak bisa mandi. Sangat sulit untuk tinggal di sini. Tidak ada wastafel. Kami tidak punya apa-apa. Ini seperti hidup di udara terbuka," ujarnya.

Pengungsi lainnya telah menemukan tempat berlindung yang relatif stabil. Di tempat lain di Hatay, keluarga Yuksel berlindung di sebuah pabrik logam, dengan kebutuhan terpenuhi, termasuk pakaian dan barang-barang rumah tangga.

Veysel Yuksel dan istrinya Dilek Nur Yuksel serta ketiga anak tinggal di sebuah trailer di pabrik dekat kota pelabuhan Iskenderun. Anak-anak bermain di antara alat berat, sementara orang tua mereka menyiapkan makanan.

“Rumah kami belum hancur total tapi rusak berat. Semua bangunan di sekitar kita telah hancur," kata Yuksel.

Pada hari-hari pertama setelah gempa, sekitar 1.600 orang dari kota terdekat Dortyol tinggal di pabrik. Namun setengahnya kemudian pergi ke bagian lain Turki.

Pengungsi dapat menggunakan kamar mandi bersama dengan air panas, laundry, dan dapur kecil. Mereka tidur di kantor, kontainer pengiriman, atau trailer.

Sedangkan keluarga yang menempati stasiun kereta Iskenderun, berlindung di gerbong kereta. "Rumah kami sudah tidak bisa digunakan, kami tidak bisa masuk ke dalamnya. Gerbong telah menjadi rumah kami,” kata Nida Karahan yang keluarganya beranggotakan lima orang, tinggal di gerbong bercat krem dan merah. 

 

 
Berita Terpopuler