Panja BPIH Komisi VIII Sebut Biaya Haji Bisa Dihemat Hingga Rp 1,2 Triliun

Dari perhitungan yang dilakukan Komisi VIII, pelaksanaan haji cukup 30 hari.

Muhammad Hafil / Republika
Jamaah haji Indonesia yang tinggal di Sektor 1 dan berniat ikut sunah tarwiyah berkumpul di Hotel 104 untuk menunggu bus yang akan memberangkatkan mereka ke Mina. Panja BPIH Komisi VIII Sebut Biaya Haji Bisa Dihemat Hingga Rp 1,2 Triliun
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Kerja (Panja) biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) Komisi VIII telah melakukan kunjungan kerja ke Arab Saudi pekan lalu. Berdasarkan pertemuan dan perhitungan yang dilakukan, biaya haji disebut bisa dihemat hingga Rp 1,2 triliun.

Baca Juga

"Kami menghitung, akan terjadi penghematan dari sisi anggaran sekitar Rp 1,2 triliun. Bahkan dari APBN untuk gaji petugas hampir Rp 1 triliun kalau bisa dilaksanakan," ujar Ketua Panja BPIH Komisi VIII Marwan Dasopang dalam rapat kerja bersama Dirjen PHU Kementerian Agama, Rabu (8/2/2023).

Hitungan ini ia sampaikan setelah melakukan kunjungan ke berbagai layanan, seperti akomodasi atau hotel, transportasi, dan katering. Tidak hanya itu, biaya haji bisa ditekan jauh jika ibadah haji dilaksanakan hanya selama 30 hari.

Dari perhitungan kebutuhan haji yang dilakukan Komisi VIII, pelaksanaan haji cukup 30 hari. Caranya dengan memanfaatkan sembilan hari di Madinah, enam hari tasyrik dan 15 hari di Makkah. Berdasarkan komunikasi dengan berbagai pihak, Panja BPIH juga mendapat masukan pelaksanaan haji memungkinkan jika dilaksanakan selama 35 hari.

Marwan menyebut, pelaksanaan ibadah haji dengan durasi 40 hari seperti yang diajukan pemerintah membuat jamaah jenuh menunggu waktu kepulangan, terlebih bagi jamaah yang berada di kloter-kloter awal.

"Kami berharap pembicaraan 30 hari pelaksanaan haji dilakukan sungguh-sungguh oleh pemerintah. Tidak lagi dibicarakan di 2024 memakai durasi 30 hari. Sejak sekarang dimulai pembicaraan dengan berbagai pihak," lanjutnya.

 

Terkait akomodasi, Panja BPIH Komisi VIII disebut melakukan kunjungan ke berbagai titik hotel yang akan menjadi penginapan jamaah. Hasilnya, ditemukan harga yang diajukan pemerintah Indonesia dalam usulannya masih memungkinkan dilakukan negosiasi dan penurunan harga.

Salah satu bahan pertimbangan, mengingat proses pelaksanaan haji yang sudah berjalan normal. Di 2022, mengingat dua tahun sebelumnya tidak ada pelaksanaan haji, maka diperlukan berbagai persiapan. Berdasarkan dialog yang telah dilakukan, harga akomodasi bisa berubah, baik ke atas ataupun ke bawah.

Pun terkait lokasi hotel, pihaknya tidak merekomendasikan penggunaan hotel di kawasan Misfalah, Makkah. Hotel di daerah ini tergolong kecil dan tidak mampu menampung jamaah sekaligus dari satu provinsi bahkan satu kloter, serta harganya yang jauh lebih tinggi dari hotel-hotel lainnya.

Untuk layanan konsumsi, berdasarkan kunjungan ke berbagai vendor, Panja BPIH juga menemukan biaya untuk layanan ini masih bisa dinegosiasikan. Harga satuan disebut pasti berbeda dengan harga pesanan dalam jumlah besar.

Ia lantas meyoroti perihal pemberian makan pagi untuk jamaah. Berdasarkan perbincangan dengan berbagai pihak, ditemukan kecenderungan jamaah yang menghabiskan waktu paginya di masjid dengan durasi yang panjang dibanding kembali ke penginapan.

 

"Karena itu, kami melihat pengadaan makan pagi cenderung mubazir. Makan pagi itu hanya disediakan pada 2022, pertimbangannya masa pandemi tidak ada yang berjualan, maka disiapkan makan. Sekarang dimana-mana sudah ada tempat makan. Jamaah cenderung memilih jalan pagi, beribadah di masjid, pulang agak lama, sehingga makan pagi tidak dimanfaatkan dengan baik," ucapnya.

Dari sisi transportasi, Marwan menyampaikan ada beberapa hotel di Makkah yang bersedia menyediakan bus untuk mengantarkan jamaah ke tempat ibadah. Karena itu, Panja BPIH meminta pemerintah membuat klasifikasi hotel mana saja yang tidak membutuhkan penyediaan bus.

Ia pun mendorong agar pemerintah bisa mencari hotel yang menyediakan transportasi antar jemput jamaah itu. Dengan demikian, anggaran untuk bus shalawat bisa diatur kembali mengingat tidak semua hotel membutuhkannya.

Terakhir, Marwan menyebut berdasarkan hitungan tidak rigid yang ia lakukan, biaya haji yang dibebankan untuk jamaah atau Bipih berada di angka Rp 50-55 juta. Bahkan, ada yang mengusulkan cukup Rp 49 juta.

"Ini akan kita lihat, seberapa kemampuan pemerintah melakukan negosiasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah Saudi dan vendor di Saudi yang akan dipakai layanannya. Kami berharap, biaya Masyair yang disebutkan turun di Saudi di 30 persen, bisa dilakukan dialog dan pendekatan, agar bisa diturunkan melebihi 30 persen," kata dia.  

 
Berita Terpopuler