Ferdy Sambo: Seoah-olah Saya Penjahat Terbesar Sepanjang Sejarah Manusia

Sambo mengaku bersalah, namun ia membantah lakukan pembunuhan berencana.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Ferdy Sambo meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023). Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa Ferdy Sambo penjara seumur hidup karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dan merusak barang bukti elektronik terkait pembunuhan Yosua.
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa Ferdy Sambo menuding adanya opini publik yang mengharuskannya untuk dihukum paling berat dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J). Dalam nota pembelaannya, mantan Kadiv Propam Polri itu mengatakan, bahkan terjadi penghakiman massal terhadapnya terkait ragam tuduhan yang menyudutkan nama ia gegara kasus pembunuhan di Duren Tiga 46 Jakarta Selatan (Jaksel) tersebut.

Baca Juga

Sambo mengatakan, penggiringan opini publik untuk dirinya dihukum maksimal itu, sudah terjadi bahkan sebelum menjadi tersangka pada Agustus 2022 lalu. “Sejak awal saya ditempatkan sebagai terperiksa dalam perkara ini (pembunuhan berencana), beragam tuduhan telah disebarluaskan di media dan di masyarakat. Bahwa saya, seolah-olah adalah penjahat terbesar sepanjang sejarah manusia,” begitu kata Sambo saat membacakan pembelaannya di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (24/1).

Ketika sudah menjadi tersangka, jelas Sambo, tuduhan, opini, dan penghakiman sesat terhadap ia pun masih terus terjadi sampai saat ini. “Saya telah dituduh secara sadis melakukan penyiksaan terhadap Yoshua (Brigadir J). Begitu juga tudingan dan penghakiman terhadap saya sebagai bandar judi, bandar narkoba, melakukan perselingkuhan, sampai menikah siri dengan banyak perempuan, bahkan sampai saya dikatakan LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender), memiliki bunker penuh uang, menempatkan uang ratusan triliun dalam rekening Yoshua. Yang kesemuanya itu adalah tidak benar,” tuturnya.

Sambo meyakinkan majelis hakim, dan publik tentang tuduhan-tuduhan tersebut membuatnya seolah-olah mahkluk paling brutal, dan penjahat nomor satu di dunia. “Dan tuduhan-tuduhan itu sengaja disebarkan untuk menggiring opini terhadap saya, menggiring opini yang menyeramkan terhadap diri saya. Sehingga hukuman paling berat harus dijatuhkan kepada saya, tanpa perlu mempertimbangkan penjelasan dari saya sebagai terdakwa.” 

Oleh karena itu, Sambo meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan penghakiman massal tanpa pengadilan tersebut, menjadi pertimbangan baginya untuk para pengadil menjatuhkan hukuman terhadapnya.

Dalam nota pembelaan, Sambo mengakui bersalah atas terbunuhnya Brigadir J. Tetapi, ia menolak pembunuhan itu dilakukan atas dasar perencanaan seperti yang dikatakan jaksa penuntut umum (JPU), dalam dakwaan maupun tuntutan.

Sambo pun menolak kesaksian sepihak dari terdakwa Richard Eliezer (RE), eksekutor pembunuhan, yang menyebutkan perampasan nyawa terhadap Brigadir J itu, sudah direncana Sambo, bersama istrinya, terdakwa Putri Candrawathi sejak di lantai-3 rumah Saguling III 29, Jumat (8/7). Kesaksian Richard mengatakan perencanaan pembunuhan itu dilakukan ketika Sambo menyerahkan satu kotak amunisi untuk menembak Brigadir J di Duren Tiga 46.

Kesaksian Richard juga mengungkapkan, ucapan Putri kepada Sambo di Saguling III 29 tentang penggunaan sarung tangan hitam, dan pengamanan CCTV di Duren Tiga 46.

Bahkan disebutkan Richard dalam kesaksiannya, Sambo yang turut menembak dua kali ketika Brigadir J sudah meregang nyawa, telungkup di lantai. Sementara Richard mengakui adalah eksekutor pertama yang menembak Brigadir J tiga sampai empat kali. Namun penembakan itu, Richard lakukan atas dasar perintah dari Sambo saat di Saguling III 29.

Akan tetapi, kata Sambo, kesaksian Richard yang memberatkannya itu tak dapat diterima. Menurut Sambo, kesaksian Richard itu bukan hanya tak dapat dibuktikan di persidangan selama ini, melainkan juga adalah pengakuan sepihak. Kesaksian Richard merupakan kesaksian tunggal yang tak dapat dijadikan bukti, maupun dibuktikan.

“Bahwa keterangan terdakwa Richard Eliezer tersebut, adalah berdasarkan dari keterangan tunggal. Dan semua keterangan tersebut, tidak benar, tidak ada dalam fakta perisitwa, dan tidak berkesesuaian dengan bukti-bukti di persidangan,” jelas Sambo.

Akui bersalah

Namun begitu, Sambo mengakui bersalah atas pembunuhan Brigadir J itu. Pecatan Polri bintang dua itu, dalam pembelaannya, tak meminta majelis hakim untuk membebaskannya dari konsekuensi hukum atas peristiwa di Duren Tiga 46 itu.

Akan tetapi, kata dia, kematian Brigadir J itu tak terjadi karena adanya perencanaan. Pun dalam pembelaannya, Sambo mengatakan, peristiwa pembunuhan Brigadir J itu terjadi lantaran sikap emosi, dan amarahnya, atas peristiwa yang dialami isterinya, Putri saat di Magelang, sehari sebelum pembunuhan. 

Menurut Sambo, peristiwa di Magelang itu, adalah cerita tentang istrinya yang diperkosa oleh Brigadir J. “Bahwa, sejak awal, saya tidak merencanakan pembunuhan terhadap korban Yoshua. Karena peristiwa (pembunuhan) tersebut, terjadi begitu cepat, dan diliputi emosi mengingat hancurnya martabat saya, juga istri saya yang telah menjadi korban pemerkosaan korban Yoshua,” kata Sambo.

Sambo melanjutkan, sebagai bentuk tanggungjawab, ia pun siap untuk dijatuhi hukuman. Ia pun meminta agar semua beban hukum atas perisitwa pembunuhan itu hanya dilimpahkan kepadanya. Bukan terhadap istrinya, Putri, yang menjadi terdakwa dalam kasus yang sama. Juga bukan terhadap terdakwa Kuat Maruf atau Bripka Ricky Rizal (RR). “Saya bersalah. Dan menyesal. Karena amarah dan emosi, telah menutup logika berpikir saya,” kata Sambo.   

Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan tuntutan pidana penjara seumur hidup. Jaksa dalam tuntutannya, meyakinkan majelis hakim, bahwa Sambo telah melakukan pembunuhan berencana yang merampas nyawa Brigadir J.

Jaksa menguatkan sangkaan Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Tuntutan terhadap Sambo itu paling berat dari empat terdakwa lainnya. JPU juga menuntut terdakwa Richard dengan pidana penjara selama 12 tahun. Sedangkan untuk terdakwa Ricky, terdakwa Kuat Maruf, dan terdakwa Putri Candrawathi, dituntut masing-masing selama 8 tahun penjara.   

  

 

 

 
Berita Terpopuler