Saran Pakar agar Teknologi tidak Merusak Kesehatan Mental Anak

Orang tua bertanggung jawab terhadap kesejahteraan digital anak-anak.

ANTARA/Jessica Helena Wuysang
Seorang anak menonton video melalui gawai. Anak-anak di masa kini hampir tidak pernah offline.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan teknologi dan aktivitas daring amat terkait dengan masalah kesehatan mental. Pakar kesehatan mental Inggris, Lily-Jo, mengatakan anak-anak di masa kini hampir tidak pernah offline. Aktivitas itu bahkan sudah dibiasakan sejak dalam kandungan.

Baca Juga

Sebut saja gambar ultrasound kasar pertama dari si jabang bayi dalam kandungan yang diposting oleh calon orang tua di media sosial. Menurut Lily-Jo, generasi alfa dan generasi Z yang lebih muda telah memiliki jejak digital sejak belia, dan mereka berpotensi tenggelam dalam dunia koneksi digital yang konstan.

Orang tua di era kekinian pun dituntut memiliki tugas lain, yakni bertanggung jawab terhadap kesejahteraan digital anak-anak. Lily-Jo menyoroti, kaum muda saat ini punya kans tinggi menghadapi krisis kesehatan mental. Terlebih, mereka melalui periode revolusi teknologi tercepat dalam sejarah.

"Kita tidak dapat menemukan solusi untuk kesehatan mental yang buruk, jika kita tidak menyadari kompleksitas stresor psikologis yang dihadapi gen Z dan generasi alfa saat ini," ujar perempuan yang menjadi konselor di Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) selama 12 tahun tersebut.

Dia yakin apabila teknologi digunakan dengan bijak dan dengan batasan, dapat menjadi kekuatan untuk kebaikan. Tidak dapat dihindari pula fakta bahwa ada beragam konten negatif dan berbahaya yang bisa memapar anak dan berisiko mengimbas kesehatan mental.

Akan tetapi, Lily-Jo juga mewanti-wanti untuk tidak selalu menganggap teknologi sebagai kambing hitam untuk setiap masalah yang dihadapi anak-anak. Cara terbaik yang dia sarankan adalah menerima bahwa teknologi sudah tertanam dalam setiap aspek budaya.

 

Penulis buku 'Talking to Children About Mental Health'itu mengatakan, teknologi bukanlah sesuatu yang dapat dihilangkan sama sekali dari kehidupan anak-anak dengan cara apa pun. Solusi sederhana yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam hidup yakni dengan menetapkan batasan yang sehat bagi anak-anak terkait teknologi.

Satu hal yang sangat membantu adalah mengatur tenggat waktu penggunaan perangkat yang jelas. Ketika anak-anak diberi tahu dengan gamblang tentang kapan mereka harus memutuskan hubungan dari aktivitas daring yang menyenangkan, itu akan membantu memudahkan transisi dari daring ke luring.

Aktivis kesehatan mental yang menggagas gerakan "Lily Jo Project" itu juga merekomendasikan untuk membuat zona bebas gawai. Tetapkan ruang fisik di rumah di mana penggunaan telepon tidak diperbolehkan, misalnya, di kamar tidur atau kamar mandi.

Sangat penting juga untuk menemukan waktu luring bersama, dengan fokus pada koneksi di kehidupan nyata. Luangkan waktu bebas perangkat sehingga bisa saling memberikan perhatian antara anggota keluarga. Mungkin sulit di awal, tapi ada baiknya tetap melanjutkannya.

Berbagai teknik bisa dicoba, misalnya, membuat "daftar rasa terima kasih" saat makan malam. Tiap anggota keluarga bisa diminta untuk mengucapkan sesuatu yang disyukuri pada hari itu. Jika waktu makan malam tidak sesuai, cari waktu lain dan metode lain untuk bersosialisasi nonlayar.

Perlu diingat, batasan sehat itu bukan hanya untuk anak-anak, tapi juga orang dewasa. "Kita (orang dewasa) perlu menunjukkan kepada anak-anak bahwa kita dapat menghormati percakapan dengan memberi mereka perhatian penuh dan tidak terbagi," ungkap Lily-Jo, dikutip dari laman Independent, Ahad (22/1/2023).

 
Berita Terpopuler