Peringatan untuk Kreator Konten Ngemis Online: Eksploitasi Lansia adalah Tindak Pidana

Bareskrim mengingatkan konten kreator agar menyetop produksi konten yang tidak baik.

Pixabay
(Foto: ilustrasi aplikasi TikTok)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Dadang Kurnia, Antara

Baca Juga

Belakangan viral informasi mengenai sejumlah akun di sosial media TikTok melakukan siaran langsung mandi air lumpur untuk mendapatkan kiriman hadiah dari pemirsa. Namun, siaran langsung tersebut seringkali melibatkan para orang tua atau lansia untuk mengais iba para warganet.

Salah satunya adalah akun TikTok Mud Bath @intan_komalasari92 yang mengaku sebagai anak dari pelaku siaran langsung tersebut. Siaran langsung tersebut memantik laporan warganet kepada akun-akun resmi institusi pemerintahan hingga aparat penegak hukum untuk menghentikannya dengan cara menautkan akun agar segera mendapat tanggapan.

Pekan lalu, Menteri Sosial Tri Rismaharini bereaksi menyebut aksi pelaku yang membuat orang tua mengemis di media sosial melalui siaran langsung dapat dipolisikan. Menurut Risma, hal semacam itu merupakan bentuk dari eksploitasi, karena memperalat orang tua.

"Pelaku bisa ditangkap polisi, itu kayaknya ada undang-undangnya," ujar Risma di Jakarta, Jumat pekan lalu.

Pada pekan ini, Risma menerbitkan surat edaran yang ditujukan kepada pemerintah daerah untuk menindak maraknya aktivitas mengemis secara online di TikTok. Edaran tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penertiban Kegiatan Eksploitasi dan/atau Kegiatan Mengemis yang Memanfaatkan Lanjut Usia, Anak, Penyandang Disabilitas, dan/atau Kelompok Rentan lainnya.

Dalam edaran yang diterbitkan tanggal 16 Januari 2023 itu, para gubernur dan bupati/wali kota dihimbau untuk mencegah adanya kegiatan mengemis, baik yang dilakukan secara offline maupun online di media sosial yang mengeksploitasi para lanjut usia, anak, penyandang disabilitas, dan/atau kelompok rentan lainnya. Edaran Mensos juga mengatur tindakan yang harus dilakukan jika menemukan kegiatan eksploitasi.

"Pemerintah daerah dan masyarakat diminta melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Satuan Polisi Pamong Praja apabila menemukan kegiatan mengemis dan/atau eksploitasi para lanjut usia, anak, penyandang disabilitas, dan/atau kelompok rentan lainnya," jelasnya.

Tidak hanya itu, Pemda diminta untuk memberikan perlindungan, rehabilitasi sosial, dan bantuan kepada para lanjut usia, anak, penyandang disabilitas, dan/atau kelompok rentan lainnya yang telah menjadi korban eksploitasi melalui mengemis, baik yang dilakukan secara offline maupun online di media sosial. Lansia adalah salah satu klaster yang menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial sehingga fenomena ini menjadi perhatian Risma. 

Dinas Sosial Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mengatakan masih menunggu surat edaran resmi dari Kementerian Sosial terkait arahan untuk menindak orang-orang yang melakukan fenomena ngemis online di platform media sosial. Diketahui, salah satu pemilik akun yang viral akibat konten mengemis online berada di Mataram, NTB.

"Jika kami sudah menerima surat edaran itu, kita segera mengambil langkah-langkah pengawasan," kata Kepala Dinas Sosial Sudirman di Mataram, Kamis (19/1/2023).

Hanya saja, sambung Sudirman, selama regulasi tersebut beluam ada, pihaknya belum bisa berbuat apa-apa sebab untuk mengambil langkah-langkah penanganan, pencegahan, dan lainnya harus ada payung hukum.

"Kalau sudah ada regulasi, kita juga akan melakukan pemantauan indikasi kegiatan ngemis online di media sosial," katanya.

 

 

 

Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri pekan ini memanggil sejumlah konten kreator untuk diberikan edukasi. Pihak Bareskrim Polri menyatakan, belum menemukan unsur pidana dari video viral konten ngemis online di TikTok.

"Kami melakukan pemanggilan kepada beberapa konten kreator, memberikan edukasi kepada mereka supaya menghentikan konten yang tidak bermanfaat dan tidak baik," kata Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Adi Vivid Agustadi Bactiar, Kamis (19/1/2023).

Jenderal bintang satu itu menyebut, jajarannya telah bergerak menelusuri maraknya konten ngemis online tersebut. Salah satu konten seorang orang tua yang mandi sambil menggigil berhasil diungkap oleh Polda Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Kami sudah berkoordinasi, kebetulan lokasinya itu di Polda NTB," ucapnya.

Penyidik Polda NTB kata dia, telah melakukan pemeriksaan kepada orang tua yang ada di konten TikTok tersebut. Dari hasil pemeriksaan ternyata nenek tersebut merupakan konten kreator.

"Jadi nenek (orang tua) itu berperan seolah-olah sebagai korban, seolah-olah kedinginan," ungkapnya.

Terkait kasus itu apakah masuk dalam unsur tindak pidana, menurut Vivid, untuk kasus di NTB tersebut tidak termasuk dalam tindak pidana, karena orang tua yang mandi diguyur tersebut merupakan konten kreator. Namun, bisa menjadi tindak pidana apabila ada unsur eksploitasi seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari kesusahan orang lain. 

"Beda kalau nanti kami temukan kalau nenek ini sebagai korban, bahwa dia dipaksa, dia kedinginan, sampai di salah satu konten nenek tidak boleh buang air kecil. Nah itu kami harus imbau bila ada korban segera laporan," tutur Vivid.

Ia mengatakan masyarakat yang merasa dieksploitasi oleh konten kreator untuk mengemis di media sosial dapat melapor ke patrolisiber.id milik Dittipidsiber Bareskrim Polri.

"Masyarakat bisa melakukan pelaporan secara online (daring)," ujar Vivid.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Pol. Artanto mengatakan hasil penelusuran anggota subdit siber menemukan pemilik akun TikTok tersebut berdomisili di Desa Setangor, Kabupaten Lombok Tengah. Dari hasil pemeriksaan di Polres Lombok Tengah, Artanto menyampaikan pemilik akun tersebut merupakan pasangan suami istri berinisial SAH dan IK.

"Kemudian tiga orang yang pernah tampil pada siaran langsung akun TikTok dengan konten mandi di lumpur itu berinisial LS (49), IR (54), dan HRT (43)," papar Artanto.

Dia mengatakan bahwa ketiga orang yang tampil dalam siaran langsung di akun tersebut masih memiliki hubungan keluarga dengan pemilik akun.

In Picture: Rencana Relokasi Warga Terdampak Normalisasi Kali Ciliwung

Anak-anak bermain di bongkaran rumah yang terdampak proyek normalisasi sungai Ciliwung, Rawajati, Jakarta, Kamis (19/1/2023). Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengajak semua pihak untuk terlibat dan mendukung normalisasi Kali Ciliwung. Program normalisasi Kali Ciliwung merupakan program berkelanjutan dalam rangka penanggulangan bencana banjir. - (Republika/Prayogi)

 

Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Prof. Bagong Suyanto mengomentari fenomena pengemis online di media sosial TikTok yang tengah menjadi sorotan. Kegiatan ngemis online dilakukan konten kreator dengan mengeksploitasi diri sendiri atau orang lain untuk mendapatkan hadiah.

Bagong mengecam adanya konten kreator yang mencoba mengeksploitasi orang tua mereka. Menurutnya, di belakang layar pastinya banyak anak muda yang berperan, terutama dalam mengoperasikan media sosial tersebut.

"Itu yang harus ditangkap. Ini masuk kategori orang yang bukan karena terpaksa tapi justru dia mengeksploitasi penderitaan orang-orang yang tidak berdaya untuk memperkaya dirinya sendiri," ujar Dekan FISIP Unair tersebut.

Bagong mengatakan, substansi dari yang lakukan oleh pengemis tersebut tidaklah berbeda, yaitu meminta belas kasihan orang lain agar mendapatkan sesuatu. Kegiatan yang disiarkan secara live tersebut mulai dari mandi lumpur, berendam di air kotor, hingga mengguyurkan diri dengan air dingin selama berjam-jam.

Bagong pun berpesan agar pemerintah dan masyarakat bertindak adil dan tidak menstigma negatif terhadap orang miskin. Sebab, banyak juga masyarakat miskin yang perlu bantuan sehingga terpaksa untuk mengemis. Penindakan keras justru perlu dilakukan kepada orang yang memanfaatkan masyarakat miskin untuk kekayaan pribadi.

"Ini harus dipilah, kita tidak bisa menghakimi semuanya salah, harus dilihat siapa yang melakukan karena dia butuh hidup, itu tidak masalah. Ini kan sama seperti artis yang membuka donasi terbuka, kan sama. Lah kenapa kalau artis tidak dikecam, orang miskin dikecam," kata dia.

Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajat Sulistyo Widhyarto mengemukakan bahwa fenomena mengemis melalui media sosial atau medsos akan hilang dengan sendirinya jika warganet tidak mendukung kegiatan tersebut.

"Kalau tidak disawer oleh netizen itu hilang dengan sendirinya," kata Derajat saat dihubungi di Yogyakarta, Jumat (20/1/2023).

Menurut dia, pemerintah tidak perlu mengeluarkan regulasi khusus berkenaan dengan fenomena baru tersebut. Namun, ia melanjutkan, pemerintah perlu mengedukasi pengguna medsos agar tidak mendukung upaya-upaya untuk memanfaatkan rasa belas kasihan orang lain guna mendapat keuntungan di medsos, yang kadang dilakukan dengan mengeksploitasi warga rentan.

"Saya kira netizen bukan orang bodoh. Memang kadang kala mereka bisa mengutamakan emosi sehingga memberikan saweran karena kasihan," kata dia.

Menurut dia, pengguna media sosial di Indonesia perlu dididik supaya tidak mendukung tindakan eksploitasi di platform media sosial. Derajat juga mengemukakan bahwa di antara pengguna medsos ada yang menganggap aksi mengemis via daring sebagai tontonan yang menghibur.

Ia menyebut sikap itu sebagai salah satu tanda kemunduran atau krisis sosial dalam masyarakat yang terjadi akibat efek samping perkembangan cepat teknologi informasi.

"Adanya medsos (memicu) banyak perubahan perilaku, termasuk orang mendefinisikan hiburan sudah berbeda. Bahkan tontonan menyakiti kucing juga dianggap hiburan," kata dia.

"Mereka mengikuti zaman, artinya kalau secara sosial pengemis itu tetap ada, cuma sekarang instrumennya saja yang berbeda," dia menambahkan.

 

Ilustrasi kriteria kemiskinan - (republika/mardiah)

 

 
Berita Terpopuler