Majelis Hukama Muslimin dan Upaya Rekatkan Sunni-Syiah di Irak 

Majelis Hukama Muslimin menggelar dialog antara Sunni dan Syiah di Irak

Dok. Republika
Majelis Hukama Muslimin menggelar dialog antara Sunni dan Syiah di Irak. Delegasi Majelis Hukama Muslimin ipimpin Sekjen MHM Mohamed Abdelsalam.
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Forum Dialog Bahrain (FDB) sukses digelar pada 3-4 November 2022. Forum ini dihadiri Ketua Majelis Hukama Muslimin (MHM) yang juga Syekh Al-Azhar Prof Ahmad Al-Tayeb dan Pemimpin Gereja Katolik Sri Paus Fransiskus. 

Baca Juga

Dari Bahrain, Syekh Al-Azhar Ahmed Al-tayeb menyampaikan seruan untuk menguatkan dialog antara berbagai kelompok dan mazhab di internal umat Islam demi menguatkan Islam dan persatuan umat. 

Imam Akbar juga menyerukan untuk melanjutkan dialog antara Islam dan Kristen melalui dialog Timur dan Barat untuk menyebarkan budaya damai dan koeksistensi antarsesama manusia.

Secara bertahap, seruan Grand Syekh Al-Azhar ini ditindaklanjuti Majelis Hukama Muslim (MHM), hal itu antara lain dilakukan dengan mengirim delegasi ke Republik Irak. Dipimpin Sekjen MHM Mohamed Abdelsalam, delegasi ini membawa misi memperkuat dialog internal umat Islam, terutama antara Sunni dan Syiah. 

"Grand Syekh Ahmad Al-Tayeb menyampaikan seruannya kepada ulama-ulama Muslim di dunia, dengan beragam aliran keagamaan yang ada, untuk segera melakukan dialog internal secara serius guna mewujudkan sikap saling mengenal dan menghormati, mewujudkan persatuan, dan mewujudkan persaudaraan agama, juga persaudaraan manusia,” kata Mohamed Abdelsalam di Baghdad, melalui pesan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (19/1/2022).

Dia mengatakan, Grand Syekh Ahmad Al-Tayeb juga pernah menyatakan kesiapan dirinya bersama ulama Al-Azhar dan anggota MHM untuk berpartisipasi aktif dalam dialog internal umat Islam dengan dada lapang dan hati terbuka, duduk bersama dalam satu pertemuan. 

Beliau memiliki keinginan kuat agar umat Islam dapat melewati masa-masa lalu yang kelam dan membuka lembaran baru untuk memperkuat dan mengukuhkan persatuan umat, meski terdapat perbedaan. 

Kunjungan delegasi MHM ke Republik Irak berlangsung lima hari pada 14-18 Januari 2023. Selama di Irak, delegasi MHM melakukan sejumlah pertemuan dengan pemimpin dan tokoh agama, baik dari kalangan Sunni maupun Syiah, guna membahas langkah dan upaya memperkuat dialog di antara umat Islam. 

Selain Baghdad, delegasi juga berkunjung ke Najaf dan Arbil, untuk membangun jembatan komunikasi yang efektif dengan elemen masyarakat di sana. 

Di Baghdad, delegasi MHM diterima Perdana Menteri (PM) Irak Mohammed Shia' Al-Sudani pada Senin (16/1/2023). 

Kedua pihak membahas langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menyikapi ekstremisme dan mempromosikan perdamaian dan koeksistensi. 

Baca juga: Kisah Pembantaian Brutal 20 Ribu Muslim Era Ottoman Oleh Pemberontak Yunani  

PM Irak mengapresiasi langkah-langkah besar Ketua MHM Prof Ahmed Al-Tayyib yang juga Syekh Al-Azhar dalam memerangi ekstremisme serta mempersatukan umat dan bangsa di dunia. 

PM Al-Sudani mengungkapkan bahwa rakyat Irak, dengan beragam elemennya, memiliki komitmen kuat melawan segala bentuk hasutan dan perpecahan. 

Al-Sudani menekankan bahwa menolak dan memberantas ujaran kebencian dan ekstremisme, akan berkontribusi dalam menekan pengaruh negatif, bahkan membasmi paham terorisme. 

"Rakyat Irak, dengan persatuan, sinergi, dan kerja sama yang dimiliki, mampu bersama-sama menghadapi serangan ISIS," jelas PM Al-Sudani.  

 

 

Tema senada menjadi bahasan diskusi sehari sebelumnya, pada Ahad (15/1/2023), saat delegasi MHM bertemu sejumlah ulama dan dosen Universitas Darl al-‘Ilmi Imam Al-Khou’i, Najaf. Pertemuan itu menjadi ajang diskusi terkait pentingnya penguatan persaudaraan Islam. 

Di setiap pertemuan, Sekjen MHM Konselor Mohamed Abdelsalam menyampaikan apresiasi Grand Syekh Al-Azhar Prof Ahmad Al-Tayeb terhadap pemerintah dan rakyat Irak yang tampak bersatu antarsemua elemennya. 

Dia yakin bahwa dengan persatuan dan solidaritas masyarakat, Irak akan mampu mengatasi terorisme dan situasi buruk yang terjadi. 

Mohamed Abdelsalam juga menekankan bahwa pada masa-masa mendatang akan terjalin kerja sama lebih banyak lagi antara MHM dan berbagai elemen masyarakat Irak. 

"Banyak program yang dapat dikerjasamakan dengan Irak dalam rangka mengukuhkan persaudaraan agama, persaudaraan manusia, dan hidup berdampingan secara rukun dan damai, baik dalam skala lokal, regional, maupun internasional," ujar Mohamed Abdelsalam. 

Rencana kerja sama dalam penyebaran budaya dialog dan penguatan koeksistensi juga dibahas dengan Patriark Katolik Chaldean-Irak, Kardinal Mar Louis Raphael Sako. 

Hal ini tidak lepas dari peran penting lembaga keagamaan dalam menyebarkan nilai-nilai toleransi, kesetaraan warga negara, dan koeksistensi. 

Menurut Mohamed Abdelsalam, umat Kristen Irak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari komponen rakyat di negara tersebut. Peran mereka secara nasional dalam penguatan toleransi dan koeksistensi juga patut diapresiasi. 

Kardinal Sako juga mengapresiasi langkah MHM yang diketuai Syekh Al-Azhar Prof Ahmed Al-Tayyib dalam menyebarkan nilai-nilai dialog dan hidup berdampingan secara damai atau koeksistensi di dalam masyarakat. 

Kardinal Sako juga menggarisbawahi hubungan erat antara Syekh Al-Azhar Ahmed Al-Tayyeb dengan Pemimpin Gereja Katolik Vatikan Sri Paus Fransiskus. 

“Hubungan yang erat itu, kita yakin, akan mengatasi banyak hambatan dalam mewujudkan perdamaian sejati yang akan dinikmati seluruh umat manusia,” kata Kardinal Sako. 

Baca  juga: Al-Fatihah Giring Sang Ateis Stijn Ledegen Jadi Mualaf: Islam Agama Paling Murni

Di tempat lain, Anggota Komite Eksekutif Majelis Hukama Muslimin (MHM), TGB M Zainul Majdi, juga menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti rekomendasi Forum Dialog Bahrain dan seruan Grand Syekh Al-Azhar. Menurutnya, cita-cita mewujudkan perdamaian dunia adalah pilihan sadar para pendahulu saat mendirikan Indonesia. 

“Kita secara sadar memang menjadikan keikutsertaan kita sebagai bangsa untuk mewujudkan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Ini dijadikan sebagai salah satu tujuan nasional,” kata TGB di Jakarta. 

TGB mengatakan, Indonesia sejak awal dirancang tidak hanya melihat ke dalam, tetapi juga keluar. Tidak hanya untuk membangun resiliensi sebagai negara bangsa, tapi sejak awal sudah berfikir bagaimana Indonesia yang baru lahir ini mampu berkontribusi untuk ketertiban dunia. Kerja untuk membangun perdamaian. 

 

Menurut TGB, penguatan dialog baik internal maupun eksternal menjadi langkah penting dalam menguatkan persaudaraan Islam, persaudaraan kemanusiaan, dan perdamaian dunia.       

 
Berita Terpopuler