Neraca Dagang RI Desember 2022 Diperkirakan Surplus

Impor pada Desember diperkirakan tumbuh 1,82 persen dan ekspor terkontraksi.

ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (27/12/2022). Kepala Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan neraca dagang pada Desember 2022 akan surplus 4,76 miliar dolar AS
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan neraca dagang pada Desember 2022 akan surplus 4,76 miliar dolar AS atau lebih rendah dibandingkan surplus pada November 2022 sebesar 5,16 miliar dolar AS. Penurunan ini disebabkan oleh lesunya kinerja ekspor akibat penurunan harga komoditas dan pelemahan permintaan global.

Baca Juga

"Permintaan global terus melemah seiring dengan berlanjutnya pengetatan moneter global," kata Faisal dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (13/1/2023).

Ekspor diperkirakan terkontraksi sebesar minus 0,24 persen pada Desember 2022 dibandingkan bulan sebelumnya. Namun secara tahunan ekspor masih tumbuh sebesar 7,62 persen atau menguat dibandingkan pertumbuhan pada November 2022 yang sebesar 5,58 persen.

"Harga batu bara turun sementara harga CPO relatif datar pada Desember 2022 dibandingkan bulan sebelumnya. Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur China, mitra dagang terbesar Indonesia, terus menurun dari 49,4 persen pada Nov 2022 menjadi 49,0 persen pada Desember 2022," katanya.

Sementara itu, ia memperkirakan impor Indonesia pada Desember 2022 akan tumbuh sebesar 1,82 persen dibandingkan sebelumnya yang didorong oleh permintaan domestik yang membaik, sejalan dengan peningkatan PMI manufaktur, mobilitas masyarakat, dan permintaan musiman di akhir tahun, yang membayangi penurunan harga minyak.

"Namun secara tahunan impor terkontraksi sebesar minus 9,58 persen atau lebih dalam dari kontraksi pada November 2022 sebesar minus 1,89 persen, di tengah base effect yang tinggi dari Desember 2021," imbuhnya.

 

Ia mengatakan pada 2023 neraca transaksi berjalan akan menjadi defisit yang masih dapat dikelolayakni sebesar 1,10 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023, dari perkiraan surplus sebesar 1,05 persen terhadap PDB pada 2022.

"Kami melihat pertumbuhan ekspor akan melambat karena harga komoditas yang menurun, terutama batu bara dan IHK, didorong oleh permintaan global yang lesu di tengah meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global," katanya.

Meski diproyeksikan menyusut, lanjutnya, surplus neraca dagang bisa bertahan lebih lama sebelum berubah menjadi defisit. Pasalnya, penurunan harga komoditas akan lebih bertahap setelah China membuka kembali perekonomian.

Ia memperkirakan pertumbuhan impor akan lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor pada tahun 2023 karena permintaan domestik akan terus menguat, menyusul pencabutan PPKM pada akhir tahun 2022 dan keputusan untuk melanjutkan proyek strategis nasional.

 

"Namun, pertumbuhan impor pada tahun 2023 terlihat melemah dari pertumbuhan tahun 2022 karena harga minyak yang lebih rendah dan antisipasi penurunan ekspor. Sebagian bahan baku untuk memproduksi barang ekspor diperoleh dari impor," ucapnya.

 
Berita Terpopuler