Susahnya Jadi Muslimah Berjilbab di Jerman, Dipersulit Saat Melamar Kerja

Muslim mengalami beberapa sikap paling negatif dari kelompok minoritas mana pun.

Daniel Bockwoldt/EPA
Muslimah Jerman berunjukrasa di Hamburg, Jerman. Susahnya Jadi Muslimah Berjilbab di Jerman, Dipersulit Saat Melamar Kerja
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Muslim di Jerman punya kerentanan terhadap diskriminasi berdasarkan nama dan penampilan mereka. Hal ini berdasarkan temuan survei tentang rasisme yang dilaporkan oleh Komisaris Integrasi Jerman Reem Alabali-Radovan.

Baca Juga

Laporan pemerintah menyebutkan, perempuan berjilbab berjuang mendapatkan pekerjaan, dan anak-anak dengan nama Turki dicoret di sekolah. Alabali-Radovan, yang menyampaikan laporan tersebut kepada Kanselir Olaf Scholz dari kabinet, Rabu (11/1/2023), mengatakan itu merupakan contoh rasisme struktural.

Dia menyoroti satu studi yang menemukan jilbab dan nama Turki membuat mereka 4,5 kali lebih sulit mendapatkan wawancara kerja. Keadaan itu terjadi di tengah pertikaian buruk tentang kekerasan pada Malam Tahun Baru yang memicu perdebatan baru tentang integrasi di Jerman.

Politikus sayap kanan membuat keributan dengan menuntut untuk memberitahu nama depan warga Jerman yang terlibat dalam kerusuhan. Nama tersebut menyiratkan bahwa mereka mungkin memiliki latar belakang migran.

"Kita harus menilai pelaku Tahun Baru berdasarkan tindakan mereka dan bukan pada nama depan mereka. Rasisme bukanlah bahaya yang abstrak, tetapi pengalaman yang menyakitkan bagi banyak orang di negara kita," kata Alabali-Radovan, seperti dilansir The National News, Kamis (12/1/2023).

Alabali-Radovan sendiri adalah seorang putri dari orang tua asal Irak. Dia mengaku sering mendengar cerita dari komunitas migran dan agama tentang diskriminasi terhadap Muslim.

Sekitar 5,5 juta Muslim tinggal di Jerman, termasuk banyak orang asal Turki yang keluarganya bermigrasi setelah Perang Dunia Kedua dan warga Suriah yang tiba selama krisis pengungsi selama 2015. Meski ada beberapa kisah sukses yang terkenal, laporan rasisme setebal 104 halaman itu mengatakan umat Islam mengalami beberapa sikap paling negatif dari kelompok minoritas mana pun.

Beberapa survei menemukan seperempat orang Jerman mengatakan ada terlalu banyak Muslim di negara itu. Setengahnya mengatakan mereka merasa seperti orang asing di Jerman karena kehadiran Islam.

Laporan itu juga menyampaikan kasus-kasus kekerasan anti-Muslim yang terang-terangan telah sedikit menurun, tetapi menggambarkan bias rasial yang membatasi kesempatan orang dalam pekerjaan dan pendidikan. Satu studi yang lain menyebutkan, pelamar kerja wanita harus mencoba 4,5 kali lebih sering untuk mendapatkan wawancara jika mereka memiliki nama Turki dan mengenakan jilbab di foto terlampir.

Bahkan, akan delapan kali lebih sulit ketika melamar pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tinggi ketimbang wanita dengan nama Jerman yang lebih khas. "Ini adalah rasisme struktural ketika seorang wanita berjilbab, dengan kualifikasi yang sama dengan wanita dengan nama khas Jerman tanpa jilbab, harus melamar 4,5 kali lebih sering," katanya.

Studi juga menunjukkan Muslim memiliki risiko diskriminasi yang jelas meningkat. Data yang tersedia menunjukkan pria dan wanita Muslim melihat diri mereka lebih terpengaruh oleh diskriminasi daripada yang lain.

Di semua kelompok sosial, 22 persen orang di Jerman dilaporkan mengalami diskriminasi rasial. "Tampilan data yang jelas memperjelas kita memiliki masalah rasisme yang mencolok di Jerman," kata Kepala kelompok kerja migrasi di Partai Sosial Demokrat Mr Scholz, Aziz Bozkurt.

"Diskusi saat ini tentang acara-acara di Tahun Baru membuat ini sangat jelas, bahkan ketika pihak-pihak yang seharusnya menjadi pusat perhatian ingin mengurangi ke-Jerman-an orang berdasarkan bagaimana nama depan mereka terdengar," tambah Bozkurt.

 
Berita Terpopuler