Keinginan Jamaah Korban First Travel Seusai Putusan PK Mahkamah Agung

Sebagian korban ingin sisa aset kasus First Travel untuk pembangunan masjid.

Antara/Asprilla Dwi Adha
Warga melintas di depan kantor First Travel Building atas nama Andika di Jalan Radar Auri, Depok, Jawa Barat, Rabu (20/11/2019). Belakangan Mahkamah Agung menerima peninjauan kembali yang memohon agar aset-aset First Travel yang disita dan dirampas untuk negara dikembalikan kepada korban. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Yusuf, Bambang Noroyono, Fuji Eka Permana

Baca Juga

Lewat putusan peninjauan kembali (PK), Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kubu First Travel soal pengembalian aset kepada korban. Dalam putusan pengadilan tingkat sebelumnya, aset para calon jamaah First Travel dirampas oleh negara.

"Kabul," tulis amar putusan dikutip dari laman resmi MA pada Kamis (5/1/2022).

Perkara bernomor 365 PK/Pid.Sus/2022 itu tercatat diajukan pada 11 Maret 2022. Lalu perkara ini mencapai putusan pada 23 Mei 2022. Sunarto duduk sebagai Ketua Majelis pada perkara ini. Kemudian didukung Yohanes Priyana dan Jupriyadi sebagai Anggota Majelis serta Carolina sebagai Panitera Pengganti. 

"Perkara telah diputus, sedang dalam proses minutasi oleh majelis," tulis putusan di laman resmi MA. 

Pengurus pengelola asset First Travel memiliki rencana asset yang dirampas negara untuk digunakan membangun masjid. Rencana ini setelah menimbang aset tersebut tidak sebanding dengan jumlah jamaah yang jadi korban penipuan pemilik First Travel, Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan.

"Iya rencananya pengin dibangunkan masjid atas nama seluruh jamaah korban First Travel," kata Ketua Pengurus Pengelola Asset First Travel Suwindra, saat dihubungi Republika, Jumat (6/1/2023).

Suwindra mengaku beberapa bulan yang lalu sebelum ada putusan PK, dia mengunjungi Kejaksaan Negeri Depok untuk menyampaikan hal ini. Namun, pihak Kejaksaan Negeri depok tidak bisa memberikan keputusan karena aset sudah diputuskan dirampas untuk negara.

"Kemarin beberapa bulan yang lalu, saya ke Kejaksaan Depok mengutarakan hal tersebut dan ada kecocokan dgn keinginan JPU nya juga. Namun, kejaksaan tidak bisa memutuskan hal tersebut karena bukan wewenangnya," katanya.

Indra mengatakan, agar rencananya itu terwujud, dia mengirim surat kepada Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamaanan Prof Mahfud MD. Namun, sampai sekarang balasan surat itu belum ada jawaban pasti kapan bisa bertemu.

"Untuk itu, saya langsung ajukan surat audensi ke Kemen Polhukam, dijanjikan tapi sampai sekarang tidak ada kepastian kapan waktu audensinya. Tidak jelas," katanya.

Suwindra memastikan akan jauh lebih bermanfaat jika aset First Travel yang sudah jauh berkurang itu digunakan untuk kepentingan keagamaan, dengan dibuatkan masjid. Hal itu agar jamaah korban First Travel yang sudah meninggal dunia dapat menerima pahala dari masjid yang dibangun.

"Karena sudah banyak jamaah korban First Travel yang meninggal dunia," katanya.

Jamaah korban First Travel lainnya meminta pemerintah segera membentuk tim inventarisasi aset dan jamaah yang menjadi korban travel tersebut. Permintaan ini menyusul putusan PK dari MA. 

"Pemerintah perlu membentuk tim untuk inventarisasi aset dan jamaah korban First Travel," kata Fadjar Panjaitan korban First Travel, saat dihubungi Republika, Kamis (5/1/2022).

Fadjar mengatakan, perlu kecermatan pemerintah dalam mengembalikan aset yang sudah dirampas untuk negara dikembalikan kepada jamaah korban First Travel. 

"Putusan MA terhadap kasus FT terkait barang bukti yang dikembalikan kepada jamaah, perlu ke hati-hatian ketika mengembalikannya kepada jamaah," katanya.

Kehati-hatian ini perlu dilakukan karena begitu banyak jamaah yang menjadi korban First Travel. Jangan sampai ada jamaah yang tidak mendapatkan haknya. 

"Cukup banyak jamaah yang harus diberikan haknya. Jangan sampai aset sudah habis dibagi, tapi masih ada jamaah yang tidak mendapatkan haknya," katanya.

 

First Anugerah Karya Wisata atau First Travel meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) segera melakukan eksekusi putusan PK dari Mahkamah Agung tentang pengembalian aset-aset sitaan perusahaan swasta agensi haji dan umrah tersebut. Pengacara First Travel, Boris Tampubolon menegaskan, eksekusi pengembalian aset tersebut harus disegerakan karena untuk mengembalikan dana puluhan ribu jemaah haji dan umrah, korban penggelapan, serta penipuan agensi tersebut.

“Kalau untuk eksekusi putusan itu (PK-MA) sebetulnya kita mintakan kepada Kejaksaan Agung untuk segera saja dilakukan. Karena ini ada menyangkut  atas hak-hak ribuan masyarakat (korban First Travel) yang perlu diganti kerugiannya,” kata Boris saat dihubungi Republika dari Jakarta, Jumat.

Boris menegaskan komitmen kliennya untuk segera menjadikan aset-aset yang sebelumnya disita oleh negara itu, untuk dikembalikan, dan menjadi sumber pengganti uang jamaah haji serta umrah, yang dihimpun oleh First Travel. Boris mengakui, tim hukum First Travel, sebetulnya belum mendapatkan salinan lengkap isi putusan PK-MA.

Namun kata dia, mengacu laman resmi MA, upaya hukum luar biasa yang diajukan Boris dan kawan-kawan itu, diputuskan ‘kabul’. Menurut Boris, hasil kabul tersebut masih ambigu dan belum terang, karena laman resmi MA tak menjelaskan putusan kabul tersebut, mengacu pada materi permohonan yang mana.

“Karena PK yang kita ajukan itu, ada dua permohonannya,” terang Boris.

Permohonan pertama, dikatakan Boris, yakni meminta MA untuk membebaskan terpidana Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan. Dua terpidana tersebut adalah bos First Travel yang divonis penjara selama 20 tahun dan 18 tahun karena dinyatakan terbukti melakukan penipuan, dan penggelepan dana perjalanan haji dan umrah milik 63.310 jamaah.

Kedua terpidana itu juga terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas tabungan dana haji dan umrah itu untuk bisnis pribadi. Boris menerangkan, dalam permohonan PK yang diajukan timnya, meminta MA membebaskan kedua terpidana itu, karena kasus First Travel tersebut tak masuk dalam ranah pidana.

“Dalam permohonan PK kami menyampaikan, masalah ini adalah keperdataan,” ujar Boris.

Adapun dalam permohonan kedua, kata Boris, PK yang diajukan meminta hakim MA memutuskan untuk mengembalikan aset-aset First Travel yang disita ekseskui oleh jaksa untuk negara, dikembalikan kepada First Travel. Pengembalian aset-aset tersebut untuk mengganti uang jamaah haji dan umrah korban dari agensi perjalanan First Travel.

Nah, jadi kita juga belum tahu yang dikabulkan oleh MA itu atas permohonan yang mana. Apakah permohonan yang pertama, yang kedua, atau dua-duanya,” ujar Boris.

Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Street Lawyer, Sumadi Atmadja, menyampaikan, sehubungan dengan putusan PK Mahkamah Agung Nomor 365PK/Pid.Sus/2022 dalam perkara First Travel. Maka dengan ini LBH Street Lawyer mendukung dikembalikannya aset First Travel kepada para korban.

"Bahwa kami mendukung dan mengapresiasi Mahkamah Agung (MA) terhadap putusan PK Nomor 365 PK/Pid.Sus/2022 dalam perkara First Travel, dimana barang sitaan dalam perkara ini dikembalikan ke korban dari sebelumnya dirampas untuk negara," kata Sumadi melalui pesan tertulis kepada Republika, Jumat (6/1/2022).

Sumadi mengatakan, terkait Putusan PK tersebut sudah sesuai dengan Pasal 46 Ayat 2 KUHAP di mana apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut. Yaitu dalam hal ini adalah para korban penipuan First Travel.

Sumadi menambahkan, berdasarkan hal di atas LBH Street Lawyer mendorong agar pihak kejaksaan selaku eksekutor agar segera melaksanakan isi putusan PK Mahkamah Agung Nomor 365 PK/Pid.Sus/2022.

"Yakni barang sitaan berupa aset First Travel untuk segera dikembalikan kepada korban penipuan dari First Travel secara profesional dan transparan," ujar Sumadi.

 

Infografis Agar tidak Tertipu Travel Umroh - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler