Jumlah Kain Kafan untuk Jenazah dan Tata Cara Pemakaiannya

Jumlah kain kafan jenazah adalah tiga helai kain putih.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Pelatihan Mengurus Jenazah. Jumlah Kain Kafan untuk Jenazah dan Tata Cara Pemakaiannya
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Syafii menetapkan jumlah helai kain kafan untuk membungkus jenazah yang sesuai dengan tuntunan syariat.

Baca Juga

Dalam kitab Al-Umm, Imam Syafii berkata, "Saya menyatakan mustahab apabila jumlah kain kafan jenazah adalah tiga helai kain putih. Tanpa kemeja dan tanpa serban kepala. Siapa saja yang dikafani menggunakan kain kafan seperti itu, hendaklah dimulai dari kain yang ingin dijadikan sebagai pelapis paling atas (pelapis pertama)."

Hendaklah kain itu dibentangkan pertama kali. Kemudian dibentangkan lagi kain kedua di atas kain pertama. Kemudian dibentangkan lagi kain ketiga di atas kain kedua kain yang sebelumnya. Setelah itu, barulah jenazah diangkat lalu diletakkan di atas kain yang paling atas (kain ketiga).

Kemudian hendaklah orang yang mengkafani si mayit mengambil kapas yang sudah dibuang bijinya. Lalu diletakkan wewangian, kamper, lalu diletakkan di atas jenazah sesuatu yang dapat menutupinya. Setelah itu, hendaklah dimasukkan kapas di antara bokongnya sampai masuk benar dengan jumlah yang lebih banyak dari bagian lainnya. Tujuannya adalah untuk mencegah keluarnya sesuatu dari tubuh jenazah jika digerakkan untuk dibawa.

Dijelaskan bahwa apabila ada kekhawatiran jenazah akan mengeluarkan sesuatu, maka hendaklah orang yang mengkafani jenazah mengulang pengafanan dengan memasukkan gumpalan wol ke bagian di antara tubuh jenazah dengan kain kafan lalu diikat seperti diikatkannya sempak besar yang dapat menghalangi keluarnya sesuatu dari jenazah.

Atau dapat pula penghalang itu berupa kain tebal atau kain yang paling mirip dengan kain wol yang paling mampu mencegah keluarnya sesuatu dari jenazah. Hendaklah orang yang mengafani mayat mengikat itu dengan dijahit.

 

 

Namun, apabila orang yang mengafani jenazah tidak mengkhawatirkan keluarnya sesuatu dari tubuh jenazah, maka dia melipat sehelai kain dan meletakkannya pada posisi itu, maka itu tidak apa-apa baginya. Tetapi apabila dia tidak melakukan itu sama sekali, Imam Syafii berharap itu sudah sah baginya. Meski kehati-hatian dengan melakukan itu adalah lebih mustahab menurut pandangannya.

Setelah itu, hendaklah diambil kapas lalu diletakkan kamper di atasnya yang kemudian diletakkan pada mulut jenazah, hidung, mata, dan tempat sujud (dahi) si jenazah. Apabila di tubuh jenazah terdapat luka terbuka, maka hendaklah pula kapas itu diletakkan di luka itu. Selain itu hendaklah pula kepala dan jenggot jenazah diberi wewangian.

Apabila kamper ditaburkan ke seluruh jasad jenazah dan kain kafan yang membungkus jenazah tersebut, maka menurut Imam Syafii hukumnya adalah mustahab. Kemudian hendaklah jenazah diletakkan di kain kafan pada posisi yang membuat sisa kain kafan pada kedua kakinya lebih sedikit daripada sisa kain pada kepalanya.

Kemudian hendaklah diambil tepi kain kanan untuk diletakkan pada sisi kaki kiri. Lalu hendaklah diambil tepi kain kiri untuk diletakkan pada sisi kaki kanan. Sehingga dengan demikian tertutup rapi tepi kain yang pertama.

Setelah itu, hendaklah kain yang berikutnya dibuat seperti kain yang pertama. Lalu setelah itu dilanjutkan dengan kain yang berikutnya juga dibuat seperti itu. Adalah mustahab, menurut Imam Syafii, apabila di antara lapisan-lapisan kain itu ditaburkan wewangian dan kamper.

Setelah itu, hendaklah semua sisa kain pada bagian kepala jenazah disatukan seperti serban kepala. Kemudian kain itu dikembalikan ke wajah hingga mencapai dada jenazah. Demikianlah pula yang dilakukan pada kedua kakinya yang dilipat ke punggung kakinya sesampainya kain tersebut.

 
Berita Terpopuler