Makanan Tetap Enak tanpa Risiko Hipertensi

Masyarakat masih sulit untuk mengurangi garam karena khawatir masakan menjadi tidak enak.

network /Vidita
.
Rep: Vidita Red: Partner

Unsplash/Jason Tuisntra

Menjaga asupan gizi seimbang merupakan salah satu kunci hidup sehat. Memerhatikan takaran gula, garam, dan lemak pada setiap masakan menjadi bagian dari asupan bergizi seimbang.

Selama ini, hipertensi sering disebut “the silent killer” karena sering timbul tanpa keluhan. Sehingga penderita tidak tahu kalau dirinya mengidap hipertensi.

Tetapi kemudian mendapatkan dirinya sudah terdapat penyakit penyulit, atau komplikasi dari hipertensi. Faktanya, hipertensi merupakan penyakit metabolisme nomor satu dengan jumlah penderita paling banyak di Indonesia, bahkan lebih banyak daripada jantung dan diabetes.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1 persen atau sekitar 63.309.620 orang di Indonesia terkena hipertensi. Hipertensi terjadi pada kelompok usia produktif yaitu 31-44 tahun sebesar 31,6 persen, usia 45-54 tahun sebesar 45,3 persen, dan usia 55-64 tahun sebesar 55,2 persen.

Hipertensi bahkan menduduki posisi teratas dari 10 penyakit Penyebab Utama Kematian Nasional (Indonesia) pada 2021. “Hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya, hampir sebagian besar orang tidak sadar kalau mereka menderita hipertensi," ujar ahli gizi Nazhif Gifari, SGz, Msi, dalam webinar bertema “Peran Umami dalam Pencegahan Hipertensi dan Perbaikan Gizi Terkait Anemia” yang digelar PT Ajinomoto Indonesia (Ajinomoto) bekerjasama dengan Universitas Negeri Surabaya (UNESA).

Nazhif melanjutkan, untuk mencegah hipertensi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga menganjurkan masyarakat untuk menerapkan konsep CERDIK, yakni cek kesehatan rutin, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat cukup, dan kelola stres. Senada, Head of Public Relations Department PT Ajinomoto Indonesia, Grant Senjaya menjelaskan, webinar yang dilaksanakan ini diharapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman masyarakat akan peran umami dalam menekan risiko hipertensi.


Unsplash/Luisa Brimble

Menurutnya, konsumsi garam yang berlebihan bisa mengakibatkan diabetes, hipertensi, stroke, gagal ginjal, dan serangan jantung. "Melihat risiko yang dapat diakibatkan oleh asupan garam berlebih, Ajinomoto merasa perlu untuk memberikan edukasi ke masyarakat pentingnya bijak dalam penggunaan garam melalui kampanye “Bijak Garam” yang sedang digiatkan," ujar Grant.

Kampenye ini hadir mengingat banyak masyarakat yang masih sulit untuk mengurangi garam, karena berpendapat bahwa makanan dengan garam yang lebih sedikit rasanya menjadi kurang enak. Mengurangi penggunaan garam dapat disiasati dengan menambahkan MSG agar rasa masakan tetap enak.

Rasa yang tetap enak ditimbulkan dari rasa umami yang terkandung dalam MSG. MSG adalah garam sodium dari asam glutamat. Grant menjelaskan, MSG bukan zat yang asing bagi tubuh. Asam glutamat termasuk asam amino non esensial yang bisa diproduksi sendiri oleh tubuh di hati serta banyak terdapat pada makanan yang mengandung protein.

Sumber rasa umami yang terkandung dalam MSG, dapat membantu meningkatkan cita rasa dari makanan yang dikurangi rasa asinnya. Karena, natrium yang terkandung di garam sebesar 39 persen.

Sehingga, satu gram garam mengandung 400 mili gram natrium. Sedangkan natrium yang terkandung pada MSG sebesar 12 persen yang berarti satu gram MSG mengandung 133 mili gram natrium.

Dengan mengurangi takaran garam yang biasa ditambahkan pada masakan, misalnya apabila kita biasanya menambahkan dua sendok teh garam, kemudian dikurangi menjadi satu sendok teh garam, kemudian bisa ditambahkan dengan setengah sendok teh MSG sebagai pelengkap. Pengurangan penggunaan garam dengan cara tersebut dapat membantu mengurangi asupan natrium hingga lebih dari 30 persen. Namun masakan akan tetap bercita rasa.

 
Berita Terpopuler