Saran Psikolog untuk Atasi Trauma Akibat Gempa

Orang yang mengalami trauma pascagempa perlu mendapatkan bantuan profesional.

Republika/Thoudy Badai
Anak bermain rappeling saat kegiatan trauma healing korban terdampak gempa di Taman Prawitasari, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Ahad (27/11/2022). Kegiatan yang digelar Rappeling Education (RED) tersebut ditujukan untuk mengurangi trauma pada anak akibat gempa bumi. Republika/Thoudy Badai
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi psikolog keluarga Nuzulia Rahma Tristinarum mengatakan seseorang dapat mengalami trauma pascagempa karena gempa adalah bencana alam yang sifatnya mendadak sehingga tidak ada kesiapan dalam menghadapi dan menjalani kondisinya. Hal ini menyebabkan kondisi stres berat yang berkepanjangan dan menjadi trauma.

"Mereka yang rentan mengalami trauma pascagempa adalah penyintas, yaitu korban gempa yang selamat dan orang yang kehilangan keluarganya karena gempa," ujarnya kepada Republika.co.id, Sabtu (10/12/2022).

Menurut perempuan yang akrab disapa Lia itu, tahapan yang perlu dilakukan adalah atasi dulu masalah fisiknya seperti mengobati luka, memberi makan, tempat tinggal, dan menyediakan kebutuhan sehari hari seperti air dan listrik. Bantu juga korban untuk bertemu dengan keluarganya yang terpisah.

Setelah itu baru masuk pada penanganan psikologisnya, seperti mendengarkan cerita korban, bantu untuk melepaskan emosi yang terpendam mengenai ketakutan, kecemasan dan kemarahannya yang terkait bencana. Kemudian beri edukasi ringan mengenai bagaimana cara mengatasi stres dan kecemasan.

"Jika lebih dari satu bulan maka dapat dibantu juga dengan tenaga profesional seperti konselor psikologi dan psikolog untuk mengatasi traumanya," ujarnya.

Berapa lama bisa sembuh dari trauma? Menurut Lia, berapa lama orang dapat sembuh tidak dapat dipastikan karena akan sangat tergantung kondisi orang tersebut.

Baca Juga

Seseorang dapat lebih cepat pulih tergantung dari faktor-faktor yang dimilikinya, seperti kondisi kesehatan, dukungan keluarga besar, dukungan masyarakat, dukungan pemerintah, faktor kepribadian, bagaimana mindset dan skill yang dimiliki dalam menghadapi masalah, kondisi psikologis sebelumnya apakah stres, depresi, menanggung beban emosi dan beberapa kondisi spesifik lain tergantung individu masing masing.

Lia mengatakan agar trauma pasca gempa tidak terjadi maka diperlukan kerja sama dari semua pihak, baik keluarga, masayarakat, maupun pemerintah. Perlu dilakukan edukasi tentang cara cara menjalani hidup pascabencana, edukasi tentang bagaimana cara menghadapi stres pascabencana dan perlu dibantu penanganan oleh ahli (psikolog) jika terjadi trauma berkepanjangan.

"Sangat perlu untuk dibantu psikolog dalam menangani trauma karena sering kali kebanyakan orang tidak tahu bagaimana cara mengatasi trauma dan menganggap akan sembuh begitu saja. Padahal, jika tidak diatasi akan berdampak pada kehidupannya saat ini dan di masa depan."

Bila tidak segera diatasi, Lia mengatakan akan ada ketakutan dan kecemasan yang berlangsung terus menerus, kemarahan yang tidak terkendali, mudah tersinggung, merasa cepat letih walaupun tidak bekerja berat, kehilangan harapan, mati rasa emosinya, sulit tidur, sering flashback, dan mimpi buruk.

"Semua hal ini pada akhirnya dapat mengganggu seseorang dalam melakukan aktivitasnya sehari hari," ujarnya.

Hal ini berpengaruh pada pekerjaannya akan mengalami kemunduran dan dapat hilang arah. Mereka juga tidak dapat melakukan perannya sebagai ibu, ayah, dan peran lainnya di masyarakat serta dapat muncul rasa kehilangan semangat hidup.

 
Berita Terpopuler