Bencana Silih Berganti Tanda Azab atau Ujian Allah? Begini Perbedaannya

Dalam Islam, ujian tidak hanya tentang suatu kejadian yang menyakitkan.

Republika/Thoudy Badai
Pengungsi melaksanakan shalat di dalam tenda darurat di Kampung Gitung, Desa Mangunkerta, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Ahad (27/11/2022). Beberapa pengungsi korban gempa Cianjur mengisi waktu malam hari di tenda pengungsian dengan menggelar tahlil atau menyaksikan pertandingan piala dunia. Bencana Silih Berganti Tanda Azab atau Ujian Allah? Begini Perbedaannya
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Azab dan ujian menjadi topik yang sedang hangat dibahas warganet belakangan ini, khususnya karena dikaitkan dengan bencana yang terjadi beberapa pekan ini. Ada yang menuding semua bencana ini adalah azab atau hukuman karena murka Allah SWT.

Baca Juga

Ada juga yang menegaskan semua ini adalah ujian atau cobaan yang diberikan-Nya. Lantas manakah yang benar? Apa sebenarnya perbedaan antara hukuman dan ujian yang dialami seorang manusia?

Pengertian ujian atau cobaan dalam Islam

Dilansir dari Sotor.com, Islam memiliki berbagai istilah atau konsep yang memiliki kekhasan atau perbedaan dengan pemahaman lain. Salah satunya adalah tentang konsep ujian yang dialami seseorang.

Dalam Islam, ujian tidak hanya tentang suatu kejadian yang menyakitkan, berupa bencana, sakit, sedih atau kesukaran lain. Tapi ujian juga termasuk kesenangan, banyaknya harta, kesehatan dan kondisi mudah lain.

Allah SWT berfirman:

وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً

Artinya: "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)." (QS. Al Anbiya: 35).

Setiap manusia diberi cobaan yang dipilihkan oleh Allah SWT untuknya. Tugas manusia adalah bersabar dan ridha dengan apa yang telah dikenakan kepadanya.

 

Perbedaan Hukuman dan Ujian

Banyak yang beranggapan setiap musibah yang menimpa seseorang, seketika akan disebut sebagai hukuman atau azab Allah SWT. Padahal musibah itu bisa jadi disebabkan oleh manusia sendiri.

Allah SWT berfirman:

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ

Artinya: "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy Syura: 30).

Perbedaan antara cobaan dan hukuman adalah bahwa cobaan, bisa berupa bencana alam atau kesusahan lain, adalah ujian untuk meningkatkan derajat seorang Muslim. Bahkan setiap kesulitan yang dilalui seorang Muslim juga sebagai penebus dosa yang telah dilakukan. Adapun musibah tidak terkategori sebagai cobaan bagi kaum musyrik atau kafir kepada Allah karena kondisi itu bukan untuk mengangkat derajat mereka.

Seperti diketahui, Allah tidak membiarkan setiap Mukmin tanpa cobaan. Allah berfirman:

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

Artinya: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS. Al Ankabut: 2).

Bahkan orang-orang mulia dengan level Nabi, justru menjadi manusia yang paling berat cobaannya. Nabi bersabda:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

Artinya: "Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari ['Ashim bin Bahdalah] dari [Mush'ab bin Sa'ad] dari [ayahnya] berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya? Beliau menjawab: "Para nabi, kemudian yang sepertinya, kemudian yang sepertinya, sungguh seseorang itu diuji berdasarkan agamanya, bila agamanya kuat, ujiannya pun berat, sebaliknya bila agamanya lemah, ia diuji berdasarkan agamanya, ujian tidak akan berhenti menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi dengan tidak mempunyai kesalahan." (HR. Tirmidzi). 

 
Berita Terpopuler