Rapat-Rapat di DPR Ungkap Buruknya Manajemen Data Stok Beras Berujung Rencana Impor

Data stok beras antara Kementan dan Bulog berbeda, pemerintah pun memutuskan impor.

Republika/Putra M. Akbar
Pedagang menata beras di kawasan Simprug, Jakarta, Jumat (2/12/2022). Saat ini terjadi perbedaan data stok beras nasional di kalangan kementerian dan lembaga terkait yang berujung pada rencana impor beras. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Deddy Darmawan Nasution, Dessy Suciati Saputri

Baca Juga

Pemerintah ancang-ancang mengimpor 200 ribu ton beras dari kuota impor 500 ribu ton yang telah ditandatangani Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Impor dinilai pemerintah mendesak dilakukan untuk agar harga kebutuhan pokok tersebut tetap terjaga di saat stok cadangan beras pemerintah menipis.

Masalahnya, terdapat perbedaan data stok beras di kalangan pemerintah sendiri saat ini. Hal itu diketahui dari rapat-rapat di DPR yang dihadiri pejabat kementerian dan lembaga terkait pada pekan ini.

Dalam rapat dengan DPR pada akhir November lalu, Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan siap menyediakan beras sebanyak 600 ribu ton dalam enam hari untuk Bulog. Namun, dalam rapat dengan DPR pekan ini, Badan Pangan Nasional (NFA) mencatat total cadangan beras Bulog (CBP) saat ini hanya tersisa 494,2 ribu ton.

Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, memerinci cadangan beras pemerintah yang digunakan untuk operasi pasar hanya 295,3 ribu ton. Sedangkan, sisa 198,8 ribu ton merupakan beras komersial.

Lantaran stok cadangan beras untuk operasi pasar kian menipis, pemerintah akan mengkonversi stok beras komersial di Bulog untuk operasi pasar. "Kami sudah bersurat untuk mendorong stok komersial itu bisa dikonversi menjadi CBP sehinga bisa melakukan intervensi," kata Arief dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR, Rabu (7/12/2022).

Direktur Utama Bulog menyampaikan, realisasi penyerapan beras hanya mencapai 166 ribu ton dari janji Kementan dua pekan yang lalu mengklaim akan menyiapkan beras sebanyak 600 ribu ton. Buwas, sapaan Budi Waseso, mengatakan, pihaknya mengecek langsung penggilingan sesuai data yang diberikan Kementan.

"Sampai 5 Desember 2022, Bulog hanya bisa menyerap 166 ribu ton. Ini yang bisa kita lakukan dalam penyerapan," kata Buwas, dalam rapat yang sama.

Buwas mengatakan, data Kementan dengan data yang diterima oleh Bulog terkait ketersediaan beras sama. Hanya saja, hasil pengecekan ulang oleh Bulog di lapangan tidak sama dengan data. 

"Dicek di lapangan data tidak sebanyak itu (600 ribu ton). Ini bukan kata saya, karena yang menyaksikan ada Satgas Pangan dan itu dicek. Saya bukan cari kesalahan, tapi ini untuk kebaikan dan kebenaran," katanya.

"Saya maunya terima beras bukan terima data. Karena kami terima data, maka saya cek," ujarnya, menambahkan.

Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan menilai, kinerja pemerintah memastikan ketersediaan stok beras nasional dan mengoordinasi data, buruk. Ia merasa, sejauh ini belum menemukan alasan yang tepat terkait wacana pemerintah mengimpor beras.

Justru, ia berpendapat, rencana impor beras bisa mencederai kedaulatan pangan nasional. Johan menekankan, rapat yang dilakukan di DPR RI membuka secara nyata dan terang pemerintah tidak mampu mengurus beras dan tidak bisa berkoordinasi.

"Kita punya Badan Pangan Nasional, kita punya Bulog, kita punya Menteri Pertanian ini saja tidak sinkron, jadi mempertontonkan secara nyata kepada kita mereka ini gagal mengurus beras," kata Johan, Jumat (9/12/2022).

Johan menilai, wacana kebijakan impor beras bertentangan dengan perkataan Presiden Joko Widodo yang mengaku tidak akan mengimpor beras tiga tahun ke depan. Apalagi, rapat turut memperlihatkan stok beras nasional yang sedang tidak baik-baik saja.

"Data BPS yang mengatakan kita surplus 1,7 juta ton, tapi setelah dikonfirmasi, dicek di lapangan oleh Bulog ternyata barangnya tidak ada," ujar Johan.

Politisi dari PKS ini menekankan, Komisi IV DPR RI sedang mendalami validasi ketersediaan beras nasional, dipastikan barang yang tidak ada atau harga yang tidak cocok. Sehingga, dapat dengan bijak menilai urgensi wacana impor beras.

Johan menegaskan, mereka masih mendalami persoalan ini secara serius dan belum ada kesimpulan yang bisa disampaikan. Johan turut membenarkan, sejauh ini Perum Bulog memang belum melakukan impor beras dan baru sampai proses perizinan impor.

Dalam rapat, kata Johan, sudah dipertegas dan jawaban Bulog memang belum impor dan baru mengurus izin-izin impor. Karenanya, ia menambahkan, Komisi IV DPR RI akan terus mendalami apakah barang yang ada atau memang barang yang tidak cocok.

"Kalau misalnya barang ada, tidak cocok harga, kenapa kita punya uang untuk impor, tapi tidak punya uang untuk membeli beras petani kita," kata Johan.

 

 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (6/12/2022), meminta agar cadangan beras nasional benar-benar dihitung sesuai dengan kondisi di lapangan. Ia menegaskan, agar cadangan beras harus disiapkan dengan baik sehingga tidak menyebabkan terjadinya kenaikan harga di pasaran.

“Sehingga utamanya yang berkaitan dengan beras betul-betul hitung semuanya itu, betul-betul hitung-hitungan lapangan. Jangan sampai perhitungan kita keliru sehingga kita tidak menyiapkan reserve cadangan, pada suatu titik cadangan kita habis dilihat oleh pedagang dan akhirnya harga beras pasti akan naik,” kata Jokowi, dalam sambutannya di Sidang Kabinet Paripurna tentang kondisi perekonomian pada 2023, evaluasi penanganan Covid-19, ketahanan pangan dan energi, di Istana Negara, Jakarta.

Jokowi menyampaikan, ancaman krisis pangan dunia saat ini harus disikapi dengan hati-hati. Karena bisa berdampak pada masalah sosial dan juga politik.

Lebih lanjut, Jokowi mengatakan, situasi dunia saat ini masih tidak baik. Sehingga kebijakan yang berkaitan dengan masyarakat dan hajat hidup orang banyak dapat dikalkulasi dengan benar.

“Kuncinya sekali lagi kolaborasi antara kementerian dan lembaga dan jangan terjebak pada ego sektoral. Lakukan konsolidasi data, konsolidasi policy, dan juga konsolidasi dari pelaksanaan implementasi,” ujar Jokowi.

Badan Pangan Nasional (NFA) menyatakan akan membentuk Tim Satu Data Beras untuk mensinkronisasikan data beras nasional. Tujuannya, demi menghindari adanya polemik antar kementerian/lembaga dalam menetapkan kebijakan beras.

"Kami siap melakukan sinkronisasi bersama Kementan dan sepakat menggunakan satu data beras dari BPS yang menggunakan metode Kerangka Sampel Area atau KSA," kata Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, Rabu (7/12/2022).  

Sinkronisasi data dan penggunaan satu data beras tersebut, kata Arief, menghasilkan sejumlah kesepakatan, diantaranya penggunaan satu data BPS terkait produksi beras, kebutuhan beras rumah tangga, dan luar rumah tangga. Arief menegaskan, kesepakatan tersebut disampaikan dalam perhitungan surplus dan defisit produksi beras nasional di tahun 2022, mengingat proyeksi surplus/defisit beras tersebut akan sangat menentukan mitigasi dan arah kebijakan beras di penghujung tahun ini.

“Berdasarkan data BPS amatan Januari-Oktober 2022, proyeksi produksi beras di November dan Desember sejumlah 3,2 juta ton, dengan rata-rata konsumsi beras sekitar 2,5 juta ton per bulan, sehingga di akhir tahun kita akan surplus 1,7 juta ton,” ujarnya.

Selain itu, koordinasi sinkronisasi data kebutuhan beras tersebut juga telah berhasil menyepakati penghitungan konsumsi beras di November dan Desember. Di mana sebelumnya terdapat perbedaan data kebutuhan beras antara prognosa NFA dengan BPS yang muncul karena perbedaan data jumlah penduduk yang digunakan dalam perhitungan.

“Untuk data konsumsi beras kita sepakat di November dan Desember masing-masing 2,53 juta ton per bulan,” ungkapnya.

Arief menambahkan, selanjutnya akan dibentuk Tim Satu Data Beras, yang bertugas menjamin diperolehnya satu data kebutuhan beras. “Tim merencanakan metode perhitungan Prognosa Neraca Pangan 2023 agar diperoleh data yang sama,” ucapnya.

Ihwal kebijakan impor beras, Arief menegaskan, hal itu tidak akan menganggu tingkat harga beras produksi lokal. Ia mengklaim, petani akan tetap dilindungi sehingga dipastikan tak terdampak dari impor beras yang akan masuk dalam waktu dekat.

"Kalau ada isu (impor) menekan harga petani, tidak. Ini akan sangat terukur. Jadi isu merugikan petani itu tidak benar," kata Arief, Kamis (8/12/2022).

Pemerintah melalui Perum Bulog tengah memproses impor beras sebanyak 200 ribu ton yang diperkirakan akan tiba maksimal akhir bulan ini. Namun, pemerintah masih merahasiakan detail asal negara beras yang diimpor tersebut.

Arief mengatakan, pendistribusian beras impor tersebut akan sangat ketat. NFA bersama Bulog akan mengontrol penggunaan beras impor yang akan dijadikan cadangan beras pemerintah (CBP) khusus untuk operasi pasar.

Lebih lanjut, ia mengingatkan dalam tiga tahun terakhir Indonesia pun tidak melakukan impor beras karena produksi dalam negeri mencukupi. Namun di tahun ini, impor harus ditempuh untuk menambah kembali cadangan beras pemerintah di Bulog yang menipis karena ketersediaan dalam negeri belum mampu memenuhi sepenuhnya.

 

Pemerintah menugaskan Perum Bulog untuk mengimpor beras. - (Tim Infografis Republika.co.id)

 

 
Berita Terpopuler