Habis Turun Cakupan Imunisasi, Terbitlah KLB Polio

Kemenkes mengakui cakupan imunisasi polio menurun akibat pandemi Covid-19.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin polio di Puskesmas Dago, Jalan Ir H Juanda, Coblong, Kota Bandung, Senin (21/11/2022). Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa Indonesia tengah menghadapi risiko tinggi Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio. Hal tersebut disebabkan oleh cakupan imunisasi polio yang rendah di 30 Provinsi dan 415 kabupaten/kota serta temuan satu kasus polio tipe 2 di Kabupaten Pidie, Aceh. Republika/Abdan Syakura
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mabruroh, Fauziah Mursid, Dian Fath Risalah

Pada akhir pekan lalu, Kementerian Kesehatan RI menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) polio. Penetapan status KLB itu setelah ditemukannya satu kasus polio tipe 2 di Kabupaten Pidie, Aceh.

Ditemukannya satu kasus polio tipe 2 ini menjadi yang pertama sejak Indonesia mendapatkan sertifikat eradikasi atau sertifikat bebas polio dari WHO pada 2014. Lantaran polio bukanlah penyakit yang sembarangan, Indonesia pun menetapakan kembali status KLB pada tahun ini.

"Dasarnya kita sudah mendapatkan sertifikat eradikasi polio tahun 2014, tapi kemudian tahun 2022 ini ditemukan polio tipe 2 di Aceh. Satu kasus harus dinyatakan KLB karena Indonesia sudah mendapatkan eradikasi, tapi ternyata masih ada virus polio liar, apalagi tipe 2, tipe 2 ini dianggap tidak ada lagi," kata Direktur Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, dalam konferensi pers, Sabtu (19/11).

Lewat status KLB polio, kata dia, Pemerintah harus mendapatkan izin lagi dari WHO untuk menggunakan vaksin polio milik WHO, yang saat ini sudah diproduksi oleh Biofarma. Maxi menerangkan, berdasarkan penelusuran, satu kasus polio tipe 2 di Pidie ditemukan pada anak yang belum mendapatkan vaksin polio.

"Jadi kalau sudah vaksin (polio) sekalipun di pencernaan ada virus dia bisa keluar melalui feses. Kalau anak-anak punya kekebalan di tubuh, meskipun di lingkungan ada virus anak bisa kebal." ujar Maxi.

Menurut Maxi, anak yang terserang polio tipe 2 di Desa Mane, Kabupaten Pidie, Aceh berusia 7 tahun dengan tanda otot paha dan betis mengecil. Awalnya, anak tersebut memiliki gejala lumpuh di kaki kiri dan demam serta flu mulai 6 Oktober 2022.

Anak tersebut kemudian mengalami onset lumpuh dan dilarikan ke RSUD TCD Sigil pada 18 Oktober 2022. Dokter anak mencurigai kasus polio, lalu mengambil spesimen dikirim ke Provinsi Aceh hingga ke untuk diterima di BKPK. Melalui hasil RT PCR ada infeksi virus polio tipe 2 dan tipe 3 sabin.

"Sampel kemudian dikirimkan Biofarma untuk sekuensing dan ternyata memang betul dia tipe 2," kata Maxi.

Maxi mengatakan, penularan virus polio melalui feses dan air yang terkontaminasi oleh tinja yang mengandung virus polio. Karenanya, ketika ditemukan satu kasus polio tipe-2 di Pidie, Aceh, Kementerian Kesehatan langsung mengunjungi lokasi tempat anak tersebut tinggal.

“Ini lingkungan di belakang tempat main anak-anak, memang ada dibangun MCK (mandi cuci kakus), tetapi ruangannya itu ya sungai-sungai kecil itu, ini tempat main anak-anak di sini,” kata Maxi.

 

 

Maxi mengakui, cakupan imunisasi di Indonesia menurun sejak munculnya pandemi Covid-19. Karenanya, sebanyak 30 provinsi di Indonesia yang mencakup 415 kabupaten kota berisiko tinggi terkena polio.

“30 provinsi dan 415 kabupaten kota semua masuk kriteria tinggi (high risk) untuk cakupan (vaksinasi) polio yang rendah semua. Jadi Indonesia ini high risk untuk terjadinya KLB dan polio,” kata Maxi.

Maxi menuturkan bahwa cakupan oral polio vaccine (OPV) dan bOPV di tingkat kabupaten kota di seluruh Indonesia rendah. Padahal kata dia, bahayanya anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin polio apabila terkena virus polio bisa menyebabkan kelumpuhan permanen.

Sebelum pandemi Covid-19, kata Maxi, data imunisasi anak menunjukkan bahwa pemberian vaksin bOPV sudah mencapai 86,8 persen. Meskipun masih ada beberapa wilayah yang vaksinasinya di bawah 50 persen, misalnya Kalimantan, Sumatera khususnya di Aceh yang sejak 2020 berstatus 'merah' dan di Papua.

Kemudian pada 2021, pemberian vaksin OPV turun menjadi 80 persen, termasuk di Aceh dan di Sumatera rendah. Sedangkan untuk vaksin IPV yang disuntikkan memang rendah sejak 2020 yaitu 37,7 persen di hampir semua wilayah Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Kalimantan.

 

“Cakupannya di bawah 50 persen. Naik sedikit tahun 2021 yaitu 66,2 persen tapi Aceh dan Papua kita lihat masih merah. Jadi kenyataannya memang terjadi satu kasus polio di Papua pada 2018 ada satu kasus polio di Aceh tahun 2022,”  ujar Maxi.

Sebagai tindak lanjut dari temuan kasus polio di Aceh, pemerintah kini mewajibkan agar anak-anak di bawah usia 13 tahun untuk dikumpulkan dan mendapatkan vaksin polio. Dalam satu pekan ini, diharapkan masyarakat di kabupaten Pidie sudah mendapatkan vaksin polio.

“Sebagai respons dari KLB ini kita akan melakukan imunisasi dan cakupan imunisasi rutin kita tingkatkan juga di kabupaten Pidie dan seluruh wilayah Aceh,” kata Maxi.

Vaksin polio ini rencananya akan dimulai pada 28 November dan diharapkan dapat selesai dalam satu pekan. Kemudian pada 5 Desember, vaksin polio akan diberikan di seluruh kabupaten dan kota di wilayah Aceh.

“Kami masih konsultasi dengan WHO kemungkinan kita akan lakukan di anak usia kurang dari 13 tahun,” ujar Maxi.

“Jadi vaksin kita sudah siap, tanggal 28 ini mulai diberikan di Kabupaten Pidie, targetnya  satu minggu kemudian seluruh Aceh mulai tanggal 5 (Desember) dan itu dilakukan dua putaran, baik Pidie maupun seluruh Aceh, dalam satu bulan kemudian kita lakukan juga imunisasi OPV, di samping itu juga imunisasi rutin itu tetap dilakukan apalagi kita tingkatkan IPVnya,” kata Maxi, menambahkan.

 

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menginstruksikan Kementerian Kesehatan segera mengatasi temuan kasus Polio di Aceh. Instruksi itu menyusul ditetapkannya status KLB polio di Indonesia.

"Saya kira supaya segera diatasi , jangan sampai ini menjadi pandemi seperti yang dulu ya," ujar Ma'ruf di sela kunjungan kerja di Surakarta, Jawa Tengah, Senin (21/11/2022).

Ma'ruf mengatakan, pencegahan penyebaran virus lebih baik daripada sampai penyakit Polio kembali menyebar. Sebab, penanggulangan lebih membutuhkan upaya lebih besar.

Karena itu, Ma'ruf meminta agar Kemenkes dan jajaran terkait melakukan upaya maksimal mencegah penyebaran penyakit polio. Termasuk melakukan imunisasi polio secara masif kepada masyarakat

"Jangan sampai kemudian menjadi banyak, melebar lagi, sebab penanggulangannya lebih (banyak), supaya lebih teliti lagi dideteksi dan segera diatasi supaya tidak melebar," ujarnya. 

 

"Sebab, kalau jadi pandemi ini menjadi masalah seperti yang pernah kita alami dulu ya, ada imunisasi polio jangan sampai gerakannya nasional. jadi barangkalinya itu," ujarnya.

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama Tjandra juga menekankan, status yang Indonesia bebas polio jadi batal karena kasus di Aceh, ini tidak tepat. Karena, Indonesia masih berstatus bebas Polio yang didapat 2014.

"Di dunia hanya dua negara yang belum bebas polio, yaitu Afganistan dan Pakistan. Semua negara lain (termasuk Indonesia) sampai sekarang masih berstatus bebas polio. Kejadian di Aceh karena VDPV2, dan sebelum ini di 2019 (ketika saya Direktur di WHO) sudah ada juga kasus seperti ini di Papua (waktu itu VDPV 1), pada dua anak.  Jadi sesudah 2014 maka setidaknya sudah ada dua kali KLB polio di kita, yang ke duanya VDPV, bukan virus polio liar," terangnya dalam pesan singkat, Ahad (20/11/2022).

"VDPV ini juga dapat berhubungan dengan virus tipe 1, 2 dan 3. Kita dengar dari penjelasan bahwa di Aceh adalah yang tipe 2. Nah, penyakit akibat VDPV inilah yang kini ada di banyak negara, laporan kasus terakhir juga dari Amerika Serikat, serta yang di Inggris adalah ditemukannya VDPV di lingkungan tapi tidak ditemukan kasus pada manusia," sambungnya.

Sesuai aturan WHO, keadaan dikatakan sudah terjadi penularan di masyarakat atau disebut circulating’vaccine-derived poliovirus type 2 (cVDPV2) kalau ditemukan VDPV di setidaknya dua tempat berbeda. Kemudian kasus ditemukan dalam jarak waktu setidaknya 2 bulan atau lebih dan virus-virus itu secara genetik berhubungan (genetically-linked)

"Artinya untuk kejadian di Aceh memang harus diperiksa amat seksama di sekitarnya," ujar Tjandra.

Tjandra menyarankan dua tahap penggalakkan vaksinasi. Pertama adalah ORI atau outbreak resonse immunization dan kedua adalah vaksinasi massal penduduk.

"Harus juga dilakukan surveilans, setidaknya dalam dua bentuk pula yakni surveilan AFP (acute flaccid paralysis) untuk menemukan kemungkinan kasus dan surveilan lingkungan, untuk mencari VDPV di lingkungan, seperti yang ditemukan di Inggris walaupun tidak ada kasus pada manusia dan tentu penanganan pasien yang ada," tuturnya.

 

Kasus polio pertama AS setelah hampir satu dekade - (Tim infografis Republika)

 

 

 
Berita Terpopuler