Peringatan dari Jokowi Jelang Pemilu: Jangan Politisasi Agama

Indonesia, kata Jokowi, pernah merasakan dampak buruk dari politisasi agama.

EPA-EFE/ATHIT PERAWONGMETHA
Presiden Joko Widodo. Jokowi mengingatkan para politisi untuk tidak menggunakan politik SARA atau identitas pada Pemilu 2024. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Muhammad Noor Alfian, Febrianto Adi Saputro, Antara

Baca Juga

Saat memberikan sambutan dalam Musyawarah Nasional ke-17 HIPMI, Surakarta, Jawa Tengah, Senin (21/11/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyelipkan pesan politik. Ia mengingatkan para bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk tidak melakukan politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) menjelang Pemilu 2024.

"Debat silakan, debat gagasan, debat ide membawa negara ini lebih baik silakan. Tapi jangan sampai panas. Apalagi membawa politik-politik SARA. Tidak, jangan. Politisasi agama, tidak, jangan," kata Jokowi. 

Dalam pidatonya itu, Jokowi berkali-kali menyerukan untuk tidak memanfaatkan isu agama dalam kontestasi politik. Bangsa Indonesia, kata Jokowi, pernah merasakan dampak buruk dari politisasi agama, maupun politisasi suku, ras atau golongan. Oleh karena itu, kata Jokowi, cara-cara berpolitik dengan memanfaatkan isu SARA harus dihindari. 

"Lakukan politik-politik gagasan, politik-politik ide. Tapi jangan masuk ke politik SARA, politisasi agama, politik identitas jangan," kata dia.

Jokowi mengingatkan politisasi SARA akan sangat berbahaya bagi negara yang memiliki kondisi keberagaman seperti Indonesia. Kepala Negara meminta para bakal capres-cawapres untuk menjaga situasi politik agar tetap sejuk.

"Sekali lagi saya ingatkan kepada para capres dan cawapres, untuk membawa suasana politik kita menuju 2024 itu betul-betul paling banter hangat sedikit, syukur bisa adem," kata dia.

Dalam pidatonya, Presiden Jokowi juga menyebutkan, bahwa bakal capres dan cawapres 2024-2029 Hadi di Munas HIPMI ke-17 di Kota Solo, Senin. Namun, Jokowi tidak menyebut siapa mereka yang hadir itu.

"Kedua yang berkaitan dengan politik, yang berkaitan dengan politik saya hanya titip pada calon-calon presiden calon-calon wakil presiden yang hadir di sini. Saya tidak mau sebut siapa tadi secara blak-blakan menteri investasi sudah sampaikan," kata Jokowi dalam sambutannya, Senin.

Jokowi menyampaikan bahwa pihaknya hanya ingin menitipkan di mana kondisi dunia yang sangat rentan. Semuanya harus menjaga kondusivitas situasi politik itu dingin.

"Saya titip dalam kondisi yang rentan semua menjaga agar kondusivitas politik itu tetap adem kalau bisa, kalau tidak bisa paling banter ya anget tapi jangan panas," kata Jokowi.

Jokowi sekali lagi menegaskan bahwa situasi kondisi dunia sedang tidak normal. Pihaknya mengatakan bahwa ada 14 negara sudah masuk menjadi pasiennya International Monetary Fund (IMF).

"14 negara sudah masuk dalam posisi pasien IMF, tahun 97-98 itu hanya 5 negara masuk pasien IMF itu saja sudah geger, ini sudah 14 negara masuk menjadi pasien IMF dan 28 negara ngantri di depan IMF lagi, diperkirakan sampai angka 66 dan itu tidak mungkin mendapatkan bantuan semuanya, tidak mungkin," tegas Jokowi.

 

 

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengajak mahasiswa berperan aktif mencegah terjadinya politik identitas, polarisasi politik, dan adu domba yang kemungkinan akan digunakan oleh oknum politisi pada Pemilu 2024. Hal ini disampaikan Moeldoko saat menerima audiensi Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat (18/11/2022).

“Kalian memang tidak berperan dalam politik praktis, tapi saya ingin kalian, para mahasiswa, terlibat dalam upaya mencegah politik adu domba memasuki tahun politik. Kita masih ingat polarisasi yang terjadi di pemilu sebelumnya dan ini menimbulkan suasana tidak nyaman yang masih membekas hingga sekarang. Saya berharap teman-teman terlibat agar membawa suasana semakin jernih,” kata Moeldoko, dikutip dari siaran pers KSP.

Moeldoko juga mengatakan bahwa pemerintah selalu menerima kritik dari semua kalangan, termasuk mahasiswa. Ia bahkan menghargai upaya komunikasi yang dibangun oleh mahasiswa dengan para petinggi di Istana sebagai bagian dari proses pembentukan leadership

“Saya tidak pernah pusing kalau kalian mengkritik saya atau pemerintah. Saya tidak peduli tentang siapa yang menyampaikan kritik, saya tidak akan marah. Yang penting, tema dari kritik yang disampaikan jelas, supaya kita bisa tindaklanjuti. Sebagai seorang pelayan yang baik, sudah menjadi tugas kita untuk selalu mendengarkan kritik,” tambah dia.

Berbicara terpisah, pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing mengusulkan pembentukan poros koalisi antara Golkar, PAN, PPP, PDIP, dan PKS. Menurutnya poros koalisi itu akan membendung adanya kemungkinan upaya pihak lain ketika hendak menggunakan politik identitas dan agama.

Selain itu, komposisi itu juga akan mendorong bangsa Indonesia ke arah politik yang berlandaskan program dan gagasan. "Kalau bangsa ini ingin kita bawa pada politik berbasis program pembangunan ekonomi, sejatinya koalisi PDIP, Golkar, PPP, dan PKS berada di satu kesatuan," kata Emrus, belum lama ini.

Ia menilai Pilpres 2024 akan lebih nyaman ketika PDIP dan PKS berada dalam satu barisan dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Menurutnya, politik Indonesia sangat cair, termasuk dalam berkoalisi.

"Konteksnya bukan PDIP bergabung dengan KIB, tetapi ada titik kepentingan bersama kalau mereka berkoalisi. Kan, kalau PDIP bergabung, seolah-olah PDIP yang subordinat," ujarnya.

Menurutnya, setiap partai memiliki posisi yang sama. Peluang kerja sama antara partai anggota KIB dan PDIP juga sangat terbuka. Emrus memprediksi PDIP akan menggandeng partai lain dalam Pilpres 2024.

"Karena kecil kemungkinan PDIP mengusung calon sendiri, sekalipun cukup. Pasti mereka ingin mewujudkan politik gotong royong dengan berkoalisi," tegasnya.

Emrus juga menolak adanya wacana yang menyatakan ketidakmungkinan PDIP dan PKS berada dalam satu koalisi. Ia menjabarkan tiga alasan PDIP bisa bersama satu koalisi dengan PKS. Pertama, kedua partai berkoalisi di pilkada. Kedua, perpolitikan Indonesia sangat cair, tidak hitam-putih. Ketiga, PKS juga partai yang Bhinneka Tunggal Ika.

"Oleh karena itu, tidak ada salahnya dicoba dulu. Satukan bangsa ini, jangan dikotak-kotakkan lagi," ungkapnya.

Di sisi lain, Emrus menyarankan agar Gerindra, Nasdem, Demokrat, dan PKB juga membentuk poros koalisi. "Kalau ada dua koalisi ini, saya kira akan bagus sekali. Menurut hipotesis saya tidak muncul lagi politik identitas sempit," ucapnya. 

 

SBY Turun Gunung Hadapi Pemilu 2024 - (infografis republika)

 
Berita Terpopuler