Di Mana Miqat untuk Penduduk Irak?

Dzatu Irq berarti asal mula sesuatu atau sesuatu yang sedikit.

Republika/Syahruddin El-Fikri
Miqat (ilustrasi)
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Pada era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, ajaran Islam berkembang semakin pesat. Wilayah kekuasaan Islam pun kian meluas. Kawasan Mesopotamia dan sebagian Persia yang dikuasai Dinasti Sassanid dari Persia berhasil direbut pasukan tentara Muslim.

Baca Juga

Satu per satu wilayah kekuasaan Kekaisaran Romawi (Bizantium) juga dikuasai umat Islam. Tak heran jika Mesir, Palestina, Suriah, Afrika Utara, dan Armenia akhirnya menjadi milik Islam. Romawi ditaklukkan pasukan tentara Muslim dalam Perang Yarmuk pada 636 M. Sedangkan, dominasi Dinasti Sassanid di Persia diakhiri pasukan tentara Muslim pada 637 M dalam Perang Qadisiyyah, di dekat Sungai Eufrat.

Dalam petempuran itu, pasukan Islam di bawah komando Sa'ad bin Abi Waqqas berhasil mengalahkan kehebatan tentara Persia. Bahkan, Jenderal Sasanid yang masyhur, Rustam Farrukhzad, tewas dalam pertempuran itu.

Sejak itulah Islam mulai bersemi di Irak. Perlahan namun pasti, penduduk Irak pun menjadi Muslim. Sebagai pemeluk Islam, mereka harus menunaikan rukun Islam yang lima. Salah satunya adalah menunaikan ibadah haji. Saat itu, sempat terjadi masalah karena penduduk Irak belum memiliki miqat.

Miqat merupakan batas dimulainya ibadah haji (batas-batas yang telah ditetapkan). Apabila melintasi miqat, seseorang yang ingin mengerjakan haji perlu mengenakan kain ihram dan memasang niat. Miqat digunakan dalam melaksanakan ibadah haji dan umrah.

Sebelumnya, Rasulullah SAW telah menetapkan empat miqat bagi jamaah haji yang ingin memasuki Tanah Suci, yaitu di Dzulhulifah, Juhfah, Qarnul Manazil, dan Yalamlam. Penduduk Irak pun berbondong-bondong bertanya kepada Amirul Mukminin tentang miqat bagi mereka.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, "Ketika dua kota ini (Bashrah dan Kufah) dikuasai oleh Islam, orang-orang berdatangan menghadap Umar dan berkata, 'Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Rasulullah SAW telah menetapkan Qarnul Manazil sebagai miqat bagi penduduk Najd, tetapi tempat itu menyimpang dari jalan yang kami lalui. Kalau kami harus melewati Qarnul Manazil, kami mengalami kesukaran.' Umar berkata, 'Coba kamu lihat arah yang setentang dengan Qarnul Manazil pada jalan yang kamu lalui'." Kemudian, Umar menetapkan Dzatu Irq sebagai miqat bagi mereka.

Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith al-Nabawi, Dzatu Irq berarti asal mula sesuatu atau sesuatu yang sedikit. Tempat ini menjadi jalan bagi masyarakat Irak dan sekitarnya menuju Makkah. Lokasinya terletak 90 km dari Makkah, terletak di timur laut Tanah Suci.

"Tempat ini adalah daerah batas antara Najed dan Tihamah, di dekat Authas," ujar Dr Syauqi.  Di tempat itu terdapat banyak rumah, pepohonan, dan masjid. Airnya bersumber dari berbagai kolam yang ada di tempat tersebut. Daerah ini disebut dengan Irq karena terletak di dekat Gunung Irq di dekat lembah al-Aqiq.

 

Secara harfiah, miqat berarti lokasi tempat seorang jamaah haji berihram, sebelum ia memasuki Tanah Suci. Miqat adalah pembatas antara Tanah Suci dan tanah biasa yang mengelilinginya. Seorang jamaah haji atau umrah tidak boleh memasuki Tanah Suci tanpa berihram terlebih dahulu.

Miqat terbagi menjadi dua bagian: miqat zamani dan miqat makani. Miqat zamani adalah yang berhubungan dengan waktu, yaitu kapan haji dilakukan. Dalam surah al-Baqarah ayat 189 disebutkan mengenai ketentuan waktu haji. "Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, 'Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji'."

Sedangkan, miqat makani berhubungan dengan tempat. Rasulullah telah menentukan empat lokasi miqat bagi jamaah haji untuk berihram. Hal tersebut didasarkan oleh hadis berikut. Ibnu Abbas RA berkata: "Bahwa Nabi SAW telah menentukan tempat permulaan ihram bagi penduduk Madinah di Dzulhulifah, bagi penduduk Syam di Juhfah, bagi penduduk Nejed di Qarnul Manazil, dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam."

Dan, beliau bersabda, "Tempat-tempat itulah untuk (penduduk) mereka masing-masing dan untuk orang-orang yang datang di tempat-tempat tadi yang bermaksud hendak mengerjakan ibadah haji dan umrah. Adapun orang-orang yang tinggal (di dalam daerah miqat), maka dia (berihram) dari tempatnya sehingga orang Mekah pun supaya memulai ihramnya dari Makkah pula."

Untuk penduduk Madinah, Rasulullah menetapkan Dzul Hulaifah yang sekarang disebut dengan Abyar Ali. Juhfah menjadi tempat miqat bagi penduduk Syam (Suriah dan sekitarnya). Juhfah ini terletak di padang tak berpenghuni di dekat Rabigh. Melakukan ihram dari Rabigh dapat dikatakan berihram di miqat karena letaknya sebelum Juhfah. Selain itu, desa Juhfah kini tidak ada lagi sehingga Rabigh menjadi miqat bagi orang Suriah.

Untuk penduduk Nejed, miqatnya berada di Qarnul Manazil yang kini disebut dengan as-Sail. Tempat ini terletak sekitar 94 km di sebelah timur Makkah atau sekitar 220 km dari Pelabuhan Udara King abdul Aziz di Jeddah. Dan bagi penduduk Yaman, miqat berada di Yalamlam yang berjarak 93 km dari Makkah. 

Orang yang melintasi miqat dengan tujuan Makkah untuk berhaji atau menunaikan umrah, wajib berihram dari miqat-miqat tersebut. Disyariatkan kepada jamaah yang menempuh perjalanan udara dan laut untuk bersuci terlebih dahulu sebelum menaiki kedua transportasi tersebut. Setelah mendekati daerah miqat dari manapun mereka datang, para jamaah tersebut diwajibkan berihram lalu berniat umrah atau haji sambil bertalbiyah.

 

 

Seseorang tidak diwajibkan berihram apabila ia akan pergi ke Makkah untuk tujuan niaga atau bekerja. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah, "Miqat-miqat itu untuk penduduk-penduduk wilayah itu, juga untuk penduduk daerah lain yang hendak haji atau umrah yang melintasi miqat-miqat itu."

Hal ini pernah dilakukan Rasulullah ketika datang ke Makkah pada saat Pembebasan Makkah. Saat itu, Nabi SAW tidak berihram karena tidak sedang melaksanakan umrah atau haji. Beliau bahkan mengenakan serban yang dililitkan pada topi baja.

Apabila seseorang tinggal di Makkah dan ingin berhaji, dia harus keluar dari kota suci itu menuju daerah miqat dan berihram di sana. Setelah itu, barulah boleh masuk kembali ke Makkah. Sedangkan yang rumahnya jauh dari miqat, ia boleh memilih apakah akan berihram dari miqat terdekat atau berihram dari tempat tinggalnya. 

 

Hal itu dijelaskan dalam hadis Rasulullah yang diriwayatkan Ibnu Abbas ketika beliau menjelaskan ketentuan miqat. "Dan orang yang bertempat tinggal di kawasan sebelum miqat (diukur dari Makkah), tempat ihramnya adalah dari keluarganya (rumahnya). Hingga, penduduk Makkah pun berihram dari rumahnya." 

 
Berita Terpopuler