Dokter Onkologi: Dari Lima Pasien Kanker Payudara, Cuma Satu yang Dipicu Faktor Genetik

Bukan faktor genetik dan keturunan saja yang dapat picu kanker payudara.

Torin Halsey / AP
Mamografi (Ilustrasi). Selain faktor genetik atau keturunan, faktor hormonal serta gaya hidup tidak sehat bisa memicu kanker payudara.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis bedah onkologi Erwin Danil Yulian menganjurkan agar masyarakat menjalankan gaya hidup atau pola hidup seimbang dan sehat, seperti makanan yang terukur, berolahraga, dan mengendalikan stres. Dengan begitu, faktor risiko kanker payudara dapat diminimalisasi.

Walau faktor genetik atau keturunan dapat berperan, dr Erwin menekankan faktor-faktor lainnya, seperti faktor hormonal serta gaya hidup yang buruk, juga turut menyumbang terhadap potensi terjadinya kanker payudara. Ia menyebut dari lima pasien kanker payudara, empat di antaranya bukan merupakan faktor genetik.

Baca Juga

"Ada faktor-faktor lain, contohnya faktor hormonal. Jadi, pengaruh hormon itu sangat besar terhadap timbulnya kanker payudara," kata Erwin yang merupakan dokter di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat (14/10/2022).

Meski begitu, apabila seseorang memiliki riwayat keluarga dengan penderita kanker payudara, sebaiknya tetap periksakan kondisi payudaranya untuk mencegah kemungkinan terburuk. Kanker payudara bisa dideteksi dini secara mandiri dengan memeriksa payudara sendiri setiap bulan.

Pemeriksaan rutin diperlukan untuk memastikan tidak ada benjolan sekecil apapun yang bisa menjadi tanda dari penyakit tersebut. Setelah selesai menstruasi, saat payudara sudah demikian tidak nyeri lagi, perempuan dapat melakukan pemeriksaan namanya 'Sadari' atau pemeriksaan payudara sendiri.

Pemeriksaan secara mandiri juga perlu dilakukan perempuan yang sudah memasuki masa menopause. Drr Erwin mengatakan pada orang normal benjolan sebesar 1,5 cm hingga 2 cm memang baru bisa diraba. Akan tetapi, apabila seseorang berhasil menemukan benjolan sekecil apapun, hal tersebut setidaknya merupakan langkah setahap lebih baik untuk maju pada penanganan sejak dini.

"Kalau setiap bulan diperiksa sendiri, kami yakin pasti akan dapat diketahui jika ada benjolan sekecil apapun," katanya.

Dr Erwin menganjurkan pada seorang berusia di bawah 40 tahun dengan riwayat keluarga penderita kanker payudara dapat melakukan pemeriksaan minimal dengan USG di fasilitas kesehatan. Sementara pada seorang di atas 40 tahun, akan dilakukan pemeriksaan mamografi untuk skrining deteksi awal.

Delapan tanda peringatan kanker payudara. - (Republika)


"Kalau tidak ditemukan ada benjolan di sana, kita harapkan mungkin masih bisa dilakukan pemeriksaan lanjutan, jika berhubungan sama keluarga tadi, yaitu pemeriksaan mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2, apakah positif atau negatif," katanya.

Dr Erwin mengatakan angka kejadian kanker payudara saat ini cukup tinggi dan semakin lama semakin bertambah. Ia mencontohkan Amerika Serikat pada tahun 2020 memiliki 276 ribu kasus baru, sementara berdasarkan data Globocan 2020 di Indonesia terdapat 65 ribu kasus per tahun.

Dr Erwin mengingatkan bahwa kanker payudara merupakan kanker urutan pertama di Indonesia dan merupakan penyebab kematian kedua di Indonesia. Oleh sebab itu, peran dari upaya-upaya pencegahan menjadi sangat penting untuk menghindari kejadian kanker payudara di Indonesia.

"Sayangnya, walaupun 65 ribu kasus (dibandingkan Amerika), yang datang ke fasilitas kesehatan mayoritas sudah stadium lanjut, hampir 67-70 persen stadium lanjut, sehingga tidak banyak upaya yang dapat kami kerjakan pada pasien-pasien tersebut," kata dr Erwin.

 
Berita Terpopuler