Terlibat dalam Referendum, Warga Ukraina Bakal Dihukum

Pemerintah telah mengantongi daftar nama orang-orang yang terlibat dalam referendum.

AP Photo
Seorang wanita menunjukkan surat suaranya kepada wartawan sebelum memberikan suara dalam referendum di Luhansk, Republik Rakyat Luhansk yang dikendalikan oleh separatis yang didukung Rusia, Ukraina timur, Sabtu, 24 September 2022. Pemungutan suara dimulai Jumat di empat wilayah Ukraina yang dikuasai Moskow tentang referendum menjadi bagian dari Rusia.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Pemerintah Ukraina mengeluarkan ancaman bagi warganya yang mendukung maupun terlibat referendum Rusia untuk mencaplok wilayah Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia. Mereka yang terlibat akan menghadapi tuduhan pengkhianatan dan setidaknya lima tahun penjara.

Baca Juga

Dalam wawancara dengan surat kabar Swiss, Blick, penasihat presiden Ukraina, Mikhailo Podolyak mengatakan, pemerintah telah mengantongi daftar nama orang-orang yang terlibat dalam referendum. "Kita berbicara tentang ratusan kolaborator. Mereka akan dituntut karena makar. Mereka menghadapi hukuman penjara setidaknya lima tahun," kata Podolyak.

Podolyak mengatakan, warga Ukraina yang dipaksa memilih tidak akan dihukum. Pejabat Ukraina melaporkan, kotak suara dibawa dari pintu ke pintu dan penduduk dipaksa untuk memilih di depan petugas keamanan yang didukung Rusia.

Moskow berharap dapat mencaplok Provinsi Kherson, Luhansk, Donetsk dan Zaporizhzhia, di timur dan selatan Ukraina. Pemungutan suara untuk referendum di empat wilayah itu telah memasuki hari terakhir. 

Pemungutan suara dimulai pada Jumat (23/9/2022) dan akan berakhir pada Selasa (27/9/2022). Parlemen Rusia mungkin menyetujui pencaplokan dalam beberapa hari. Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan, Presiden Vladimir Putin kemungkinan akan mengumumkan aksesi wilayah yang diduduki Ukraina ke Federasi Rusia dalam pidatonya di parlemen pada 30 September. 

Presiden Ukraina,Volodymyr Zelenskyy mengatakan, wilayah Donetsk di timur tetap menjadi prioritas strategis utama negaranya. Pasukan Ukraina terus melakukan kampanye untuk menyerang empat jembatan dan penyeberangan sungai lainnya, sebagai upaya untuk mengganggu jalur pasokan ke pasukan Rusia di selatan. Komando selatan Angkatan Bersenjata Ukraina pada Selasa mengatakan, serangan balasannya di Kherson telah mengakibatkan kerugian di pihak musuh.

Sementara itu di Rusia, pemanggilan sekitar 300.000 tentara cadangan telah menyebabkan protes berkelanjutan. Salah satu kelompok pemantau memperkirakan setidaknya 2.000 orang telah ditangkap.  

 

Penerbangan keluar dari Rusia telah terjual habis dan mobil-mobil telah mengantre di pos pemeriksaan perbatasan. Laporan menyebutkan, terjadi antrean selama 48 jam di satu-satunya perbatasan jalan ke Georgia, yang memungkinkan warga Rusia masuk tanpa visa. Ketika tentang prospek penutupan perbatasan, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, dia tidak mengetahuinya.

"Saya tidak tahu apa-apa tentang ini. Saat ini, belum ada keputusan yang diambil mengenai hal ini," ujar Peskov.

Moskow ingin menyingkirkan kaum nasionalis Ukraina dan melindungi komunitas berbahasa Rusia. Sementara Kiev dan Barat menggambarkan tindakan Rusia sebagai perang agresi yang tidak beralasan. Pada Senin (26/9) malam, Zelenskyy menggambarkan situasi militer di Donetsk sebagai "sangat parah."

"Kami melakukan segalanya untuk menahan aktivitas musuh. Ini adalah tujuan nomor saty kami saat ini karena Donbas masih menjadi tujuan nomor satu bagi penjajah," kata Zelenskyy, merujuk pada wilayah yang lebih luas yang meliputi Donetsk dan Luhansk.

 

Rusia melakukan setidaknya lima serangan terhadap target di wilayah Odesa menggunakan drone Iran dalam beberapa hari terakhir. Rudal Rusia menghantam bandara di Kriviy Rih, kota asal Zelenskyy di Ukraina tengah, menghancurkan infrastruktur dan membuat bandara tidak dapat digunakan.

 
Berita Terpopuler