Penyintas Berisiko Alami Masalah Jantung Walaupun Cuma Bergejala Ringan Saat Kena Covid-19

Makin banyak orang yang mengalami masalah jantung setelah pulih dari Covid-19.

www.freepik.com.
Nyeri dada (Ilustrasi). Gejala umum long Covid meliputi nyeri dada, sulit bernapas, nyeri otot, kehilangan indra perasa dan penciuman, serta rasa lelah. Penyintas Covid-19 memiliki risiko mengembangkan masalah jantung.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang-orang yang terinfeksi virus corona tipe baru (SARS-CoV-2) dalam dua tahun terakhir masih banyak yang mengalami masalah kesehatan. Mereka yang belum sembuh betul disebut mengidap long Covid.

Penderita long Covid dilaporkan banyak yang harus berjuang dengan kelelahan parah, nyeri otot, sesak napas, dan kehilangan penciuman. Kini, penelitian  menunjukkan makin banyak orang yang mengalami masalah jantung setelah sembuh dari Covid-19.

Baca Juga

Para ahli menyatakan kondisi tersebut bahkan dialami oleh pasien yang menderita gejala ringan Covid-19. Dr Ziyad Al-Aly, ahli epidemiologi di Washington University di AS mengatakan, penderita Covid-19 memiliki peningkatan risiko masalah jantung.

"Ini jadi masalah kesehatan masyarakat yang serius karena risikonya terbukti ada bahkan pada mereka yang memiliki infeksi ringan," kata dr Al-Aly kepada Daily Mail.

Penelitian yang diterbitkan oleh Office for National Statistics (ONS) di Inggris menunjukkan kematian akibat detak jantung yang tidak teratur menyumbang peningkatan kasus kematian. Berdasarkan data ONS, jumlah kasus kematian yang tercatat di Inggris dan Wales akibat aritmia jantung jauh di atas rata-rata untuk sebagian besar paruh pertama tahun 2022.

Jumlah total kematian akibat detak jantung yang tidak teratur adalah 37,1 persen di atas rata-rata pada Maret dan 23,1 persen pada April. Angkanya meningkat tajam dari 13,7 persen pada Januari dan 9,2 persen pada Februari.

Sarah Caul, kepala analisis kematian ONS, mengatakan angka tersebut berasal dari jumlah kematian yang lebih tinggi dari yang diperkirakan sejak Maret. Hal itu dapat disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor.

"Sepanjang Maret, April, dan Mei kami melihat peningkatan kematian akibat aritmia jantung, terutama di antara mereka yang berusia 80 tahun ke atas," kata Caul, seperti dikutip dari The Sun, Rabu (21/9/2022)

Menurut Caul, perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami hubungan antara efek jangka panjang Covid-19 dan peningkatan kematian akibat jantung. Sementara itu, sebuah makalah di British Medical Journal (BMJ) pada bulan Juli juga mengungkapkan bahwa pasien yang tertular Covid-19 memiliki peningkatan risiko terkena gangguan kardiovaskular dan diabetes dalam tiga bulan setelah infeksi.

Saat ini, varian SARS-CoV-2 yang beredar tidak seganas varian terdahulu. Sementara itu, sebagian masyarakat telah divaksinasi atau mendapatkan perlindungan dari infeksi terdahulu.

Meski demikian, para ahli yang meninjau catatan medis lebih dari 428 ribu pasien Covid-19 melihat ada kaitan antara infeksi SARS-CoV-2 dengan peningkatan sebesar enam kali lipat dalam diagnosis kardiovaskular secara keseluruhan. Gangguan yang menjadi sorotan peneliti utamanya ialah emboli paru dan detak jantung tidak teratur alias fibrilasi arteri.

Pada bulan Mei, sebuah penelitian yang ditulis oleh para ahli di University of Glasgow menemukan hubungan antara SARS-CoV-2 dan miokarditis. Miokarditis adalah peradangan pada otot jantung, dan dapat disebabkan oleh infeksi, seperti Covid-19.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu dari delapan pasien terkena miokarditis. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri dada atau sesak napas saat menaiki tangga, gejala seperti flu termasuk demam dan kelelahan atau jantung berdebar.

Keparahan penyakit Covid-19 secara keseluruhan menjadi pendorong utama efek samping ini, menurut Profesor Colin Berry selaku peneliti utama. Ia menyebut, salah satu temuan paling penting adalah tingkat keparahan infeksi Covid-19 terkait dengan tingkat keparahan apapun yang dialami setelah keluar dari rumah sakit.

"Bukan kondisi penyakit kronisnya yang menjadi penyebab keparahan pasien selepas diopname," kata Prof Berry.

Tim Prof Berry menemukan bahwa pasien yang sebelumnya sehat dan tanpa penyakit kronis mengembangkan penyakit parah sepulang dari rumah sakit. Miokarditis termasuk salah satu keluhan kesehatannya.

"Penyebab kondisi ini belum diketahui, bisa saja orang sehat yang diopname memiliki gejala Covid-19 yang lebih parah daripada orang yang punya masalah kesehatan lain yang dirawat di rumah sakit," ujar Prof Berry.

Di AS, sebuah penelitian terhadap 150 ribu orang menemukan bahwa komplikasi jantung bahkan dapat terjadi pada mereka yang telah pulih dari infeksi ringan. Makalah lain yang diterbitkan oleh BMJ pada Maret tahun ini juga menemukan bahwa mereka yang dirawat di rumah sakit, tiga kali lebih mungkin berakhir di rumah sakit dengan masalah jantung utama dalam waktu delapan bulan setelah dibawa ke rumah sakit.

Dalam kasus jangka panjang, miokarditis dapat mempengaruhi otot dan jaringan jantung, menurut British Heart Foundation. Kondisi itu dapat menyebabkan gagal jantung atau bahkan transplantasi organ.

 
Berita Terpopuler