Bjorka Diburu Meski Dianggap Pemerintah 'tidak Terlalu Membahayakan'

Mahfud menyebut pemerintah sudah mengidentifikasi pelaku peretasan, Bjorka.

ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Petugas berjaga di depan gedung Kantor Badan Siber dan Sandi Negara, Sawangan, Depok, Jawa Barat, Selasa (13/9/2022). Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengatakan aksi pembocoran data oleh hacker atas nama Bjorka masih terbilang berintensitas rendah dan BSSN tergabung dalam tim khusus yang dibuat pemerintah untuk menghadapi masalah kebocoran data di Indonesia.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Fauziah Mursid, Amri Amrullah, Mabruroh

Baca Juga

Menyusul serangkaian aksi pembocoran data oleh peretas (hacker) Bjorka yang membuat heboh jagat maya sepekan terakhir, pemerintah membentuk tim khusus dan mengklaim sudah mengidentifikasi pelaku peretasan. Jika ditilik di media sosial Twitter, akun @bjorkanism pun sudah sejak beberapa lalu tidak bisa lagi diakses. 

"Kita terus menyelidiki karena sampai sekarang ini memang gambaran-gambaran pelakunya sudah teridentifikasi dengan baik oleh BIN dan Polri. Tapi belum bisa diumumkan gambaran-gambaran siapa dan di mananya. Itu kita sudah punya alat untuk melacak itu semua," kata Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (14/9/2022).

Mahfud menegaskan, pemerintah dan seluruh aparat penegak hukum akan serius menangani masalah kebocoran data siber tersebut. Meski demikian, ia juga meminta masyarakat untuk tetap tenang. Sebab, dia menyebut, hingga kini belum ada data rahasia negara yang dibocorkan oleh Bjorka.

Mahfud lantas membandingkan situasi saat ini dengan terjadinya kebocoran data rahasia negara pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Sebenarnya sampai detik ini belum ada rahasia negara yang bocor. Misalnya kalau dulu zaman Pak SBY itu ada WikiLeaks gitu ya. Itu waktu itu pembicaraan telepon Presiden saja, dengan Perdana Menteri Australia tersebar, pembicaraan Presiden pernah pergi ke Singapura dulu itu tersebar," ungkap dia.

"Yang ini ndak ada. Ini cuma data-data umum yang sifatnya sebenarnya perihal surat ini, perihal surat itu. Isinya sampai detik ini belum ada yang dibobol," tambahnya menjelaskan.

Di samping itu, Mahfud menuturkan, motif tindakan Bjorka membocorkan sejumlah data siber juga dinilai beragam, mulai dari motif politik hingga jual beli. Menurutnya, motif seperti ini tidak membahayakan.

"Motifnya ternyata juga agak 'gado-gado', ada yang motif politik, motif ekonomi, motif jual beli, dan sebagainya. Sehingga, juga motif-motif kayak gitu itu sebenarnya tidak ada yang terlalu membahayakan," tutur dia.

Mahfud mengatakan, tindakan Bjorka sebagai bentuk peringatan kepada masyarakat untuk lebih hati-hati terhadap keamanan data siber. Sebab, kata dia, ada kemungkinan data-data tersebut dapat dibobol oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Bahkan, kalau dari hasil kesimpulan tadi apa yang disebut Bjorka ini sebenarnya tidak punya keahlian atau kemampuan membobol yang sungguh-sungguh. Itu hanya ingin memberi tahu kepada kita, menurut persepsi baik kita, ingin memberi tahu bahwa kita harus hati-hati, kita bisa dibobol, dan sebagainya, tapi sampai saat ini tidak," jelasnya.

Pemerintah pun telah membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk perlindungan data siber. Satgas perlindungan data ini melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga terkait. Antara lain, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Baca juga : Mahfud: BIN dan Polri Sudah Identifikasi Hacker Bjorka

Pemerintah pun akan mengebut pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Mahfud menyebut, dalam undang-undang itu juga memuat arahan agar ada satu tim yang bekerja untuk keamanan siber.

"Dalam sebulan ke depan kira-kira itu akan ada pengundangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, Undang-Undang PDP yang sudah disahkan di DPR di tingkat satu. Berarti tinggal Tingkat II itu pengesahan di (rapat) paripurna tidak akan ada pembahasan substansi," ungkap dia.

 

 

 

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian mengatakan BSSN bersama Bareskrim Polri dan instansi terkait masih menelusuri identitas peretas atau hacker dengan nama maya Bjorka.

"Kita masih telusuri ya, saya rasa yang jelas kita sudah koordinasi dan mereka tentunya saya katakan tadi bukan kayak mencari secara fisik ini kan ada di ruang siber tentu secara teknologi informasi juga jadi sedang berproses," kata Hinsa dalam keterangan persnya di Kantor BSSN, Bojongsari, Depok, Selasa (13/9/2022).

Hinsa memastikan BSSN bersama aparat dan instansi pemerintah lainnya tidak akan tinggal diam atas kebocoran data ini. Meskipun, data yang diretas Bjorka, disebutkan sebagai data umum dan bukan rahasia negara.

Dia mengatakan, meski penyelidikan dilakukan oleh Bareskrim Polri, tetapi BSSN turut serta membantu dalam proses forensik digital.

"Kita kan mengikuti dinamika perkembangannya, kita melaksanakan validasi kita punya forensik, BSSN ini ada, kemudian sekilas pun sebenarnya bisa kita liat klasifikasi data ini gimana, setelah ditelisik ini ada juga datanya berulang, jadi saya tidak katakan semuanya tidak valid tapi ada juga valid tapi juga ada masanya," ujarnya.

Hinsa juga meminta agar masyarakat tetap tenang dan tidak resah terhadap ancaman peretasan yang dilakukan Bjorka maupun peretas lainnya. Hal ini kata Hinsa, juga disinggung Presiden Joko Widodo dalam rapat bersama kementerian dan lembaga terkait Senin (12/9/2022) kemarin.

"Beliau mengimbau masyarakat tenang, tentu aparat akan melaksanakan tugas, tugas Pemerintah kan untuk melindungi rakyat bukan hanya darat laut udara tetapi juga ruang siber," kata Hinsa.

Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon menyoroti lemahnya tingkat keamanan data siber instansi negara, sehingga bisa diretas dan bocor di tengah masyarakat secara beruntun beberapa waktu belakangan ini. Menurut Fadli, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan BSSN seharusnya menjadi garda terdepan untuk mengamankan data siber tersebut.

“Harus ada auto kritik juga ya, beberapa institusi seperti Kominfo dan BSSN kan harusnya ikut menjadi Garda terdepan untuk mengamankan siber kita. Apa lagi siber dari institusi negara atau pejabat-pejabat negara masak dijebol oleh orang perorangan atau suatu kelompok, yang menurut saya ini menjadi satu warning bagi kita bahwa kita ini masih loose di dunia siber,” jelas Fadli, Selasa (13/9/2022).

Chairman lembaga riset siber CISSReC Pratama Persadha menjelaskan, dari hasil penelusuran yang dilakukannya, Bjorka hampir tidak meninggalkan jejak setiap melancarkan aksinya. Ini memunculkan pertanyaan, apakah hacker ini dari Indonesia atau berasal dari luar negeri.

“Karena bahasa Inggris yang dia gunakan cukup bagus dan yang pasti dia mengerti sekali tentang kondisi Indonesia. Biasanya hacker-hacker asli luar negeri yang mencuri data dari Indonesia, mereka hanya jualan saja. Tidak mengerti apa isinya, dan apa dampak politisnya. Ini si Bjorka mengerti sekali, bahkan melakukan profiling terhadap beberapa pejabat di Indonesia,” terang Pratama.

Menurut Pratama, peristiwa kebocoran data akibat peretasan ini akan terus berulang di institusi dan lembaga pemerintah lainnya di Indonesia. Salah satu penyebab utamanya yaitu lebih ke arah belum besarnya political will dalam membangun fondasi siber.

Menurutnya, dengan kondisi Indonesia yang belum memiliki UU Perlindungan Data Pribadi, tidak ada upaya memaksa dari negara kepada penyelenggara sistem elekntronik (PSE) untuk bisa mengamankan data dan sistem yang mereka kelola dengan maksimal atau dengan standar tertentu. Akibatnya banyak terjadi kebocoran data, namun tidak ada yang bertanggung jawab, semua merasa menjadi korban. 

 

“Padahal soal ancaman peretasan ini sudah diketahui luas, seharusnya PSE melakukan pengamanan maksimal, misalnya dengan menggunakan enkripsi/penyandian untuk data pribadi masyarakat. Minimal melakukan pengamanan maksimal demi nama baik lembaga atau perusahaan,” terangnya.

 

 

Rentetan Kasus Pembobolan Data Warga RI Sepanjang 2020 - (Republika)

 
Berita Terpopuler