Rihlah Ibnu Jubair Gambarkan Dunia Mediterania Timur

Rihlah Ibnu Jubair ungkap kerumitan interaksi antara peradaban Timur dan Barat

MgIt03
Rihlah Ibnu Jubair (Ilustrasi)
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, Kisah epik Ibnu Jubair itu merupakan salah satu warisan yang paling berharga tentang dunia Mediterania Timur pada akhir abad ke- 12. Dengan gaya penulisan yang ringkas, Rihlah Ibnu Jubair juga diselipi dengan ayat-ayat Alquran, doa-doa singkat, dan sajak-sajak puisi.

Baca Juga

Ibnu Jubair juga menyampaikan pesan terselubung tentang tanah-tanah yang dilaluinya. Ia dengan secara perinci meng gam barkan kota, desa, dan pasar. Deskripsi lengkapnya tentang masjid, makam, dan monumen lainnya juga masih sangat mem bantu para arkeolog dan sejarawan seni saat ini.

Rihalah Ibnu Jubair juga menggambarkan ketakutan yang dirasakan para musafir di sepanjang rute laut dan darat pada zamannya. Dia menulis, misalnya, tentang ketidakberdayaan seorang musafir dalam menghadapi perompak dan perwira-perwira yang tamak, pedagang yang korup, dan penipu dari seluruh penjuru dunia, serta suku Kurdi, Arab, dan Beja yang selalu siap me nyerang dan merampok rombongan peziarah.

Selain itu, Rihlah Ibnu Jubair juga membantu para pembaca modern dalam memahami kerumitan interaksi antara peradab an Timur dan Barat atau Islam dan Kristen. Ibnu Jubair menjelaskan bagaimana kedua peradaban ini pertama kali berkonflik, kemu dian belajar untuk menerima satu sama lain dan akhirnya hidup berdampingan dengan penuh kepedulian.

 

Pada 1145 M, terjadilah Perang Salib kedua. Pada tahun yang sama, Ibnu Jubair juga lahir ke dunia ini dan terjadilah konflik dua peradaban tersebut. Namun, Ibnu Jubair justru membuat cerita yang dapat diakses oleh semua orang, misalnya dengan memberikan tanggal Islam dan Kristen untuk berbagai catatan perjalanannya.

Ibnu Jubair mungkin juga senang jika mengetahui manuskripnya pertama kali diedit dan diterbitkan oleh orang Barat. Salinan manuskripnya pertama kali diketahui ada di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.

Sejak saat itu, manuskrip Ibnu Jubair banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti Rusia, Persia, Urdu, Italia, Prancis, Inggris, Spanyol, dan Catalan. Menurut pengamatan Ibnu Jubair, orang Kristen dan Muslim, selain bertemu di medan pertempuran, keduanya juga bertemu dalam prosesi pernikahan.

Ibnu Jubair juga sangat mengapresiasi kapal-kapal Eropa yang membawa peziarah Muslim ke tempat-tempat suci mereka, sehingga tidak diganggu orang-orang kafir yang militan. Ibnu Jubair benar-benar memuji komunitas Kristen yang berkembang di negeri Islam dan komunitas Muslim yang berkem bang di negeri Kristen.

Ibnu Jubair dididik di bawah Dinasti Almohad, yang misinya adalah untuk mereformasi dan menghidupkan kembali Islam. Dinasti ini menganut ajaran tauhid yang cukup keras. Ibnu Jubair tidak banyak berkomentar tentang kota atau kemerdekaan Baghdad.

Dia hanya bercerita tentang masa keemasan di bawah Khalifah Harun al-Rashid empat abad sebelumnya. "Sebagian besar jejaknya telah hilang, hanya menyisakan nama yang terkenal," kata Ibnu Jubair

Dalam catatannya, Ibnu Jubair lebih fokus pada ibu kota multikuktural yang baru dan berkembang, yaitu Kota Palermo, Italia. Dia menggambarkan Palermo sebagai kota yang penuh dengan kekayaan, kemegahan, dan keanggunan. Kata-kata itu jarang ia gunakan di Arab.

 

Selain itu, kota ini juga memiliki piza yang lezat dan istana yang menjulang tinggi. Itulah cerita tentang Ibnu Jubair, seorang pengelana yang konon senantiasa merindukan kampung halamannya.

 
Berita Terpopuler