Mengenal Sistem Hima dalam Peradaban Islam

Islam memiliki cara tersendiri dalam menjaga alam yang merupakan ciptaan-Nya

Arab News
Sistem Hima (ilustrasi). Seiring hadirnya Islam, hima pun berubah fungsi menjadi kawasan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam pandangan Islam, alam merupakan anugerah Allah SWT yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Tidak diabaikan dan tidak pula digunakan secara berlebihan hingga mengganggu kelestariannya.

Baca Juga

Islam memiliki cara tersendiri dalam menjaga alam yang merupakan ciptaan-Nya, yakni melalui sistem hima. Pada dasarnya, hima sudah ada jauh sebelum turunnya Islam di kawasan Timur Tengah. Secara harfiah, hima berarti "dilindungi atau tempat terlarang".

Istilah ini biasa digunakan di kawasan Semenanjung Arab yang merujuk pada hamparan tanah de ngan beberapa vegetasi, akses jalan, dan pegunungan. Dengan kata lain, hima merupakan sejenis kawasan lindung yang pada zaman sekarang lebih dikenal dengan istilah konservasi.

Pada periode pra-Islam, penerapan hima dilatarbelakangi oleh berbagai macam motif. Beberapa di antaranya, yaitu karena tingginya akti vitas perburuan hewan, penangkapan ikan, dan penebangan pohon di wilayah Mesopotamia kuno dan Mesir. Pada saat itu hima masih dimiliki oleh perseorangan, utamanya para kepala suku yang memiliki pengaruh besar.

Kala itu, hima sering digunakan untuk melindungi suku-suku nomaden tertentu dari sengatan musim kemarau yang panjang. Hima yang biasanya subur karena mengandung banyak air dan rerumputan diguna kan sebagi tempat menggembala ternak.

Namun, karena hanya dikuasai oleh suku-suku tertentu, hima dianggap telah menindas kesejahteraan masyarakat kecil. Praktik hima pada masa itu pun tak bisa dimanfaatkan untuk upaya pelestarian lingkungan jangka panjang.

Seiring hadirnya Islam, hima pun berubah fungsi menjadi kawasan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dalam hal ini, hima diharapkan dapat mem berikan manfaat secara ekonomi dan lingkungan untuk masyarakat. Hima pun kemudian disesuaikan dengan syariat Islam sehingga menjadi lebih fleksibel.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mempraktikkan sistem hima. Keseluruhan syarat ini tentunya berasal dari Nabi Muhammad SAW dan para khalifah sete lahnya. Pertama, kawasan tersebut harus ditentukan berdasarkan kepu tusan pemerintah. Kedua, hima dibangun berdasarkan ajaran Allah SWT, yaitu untuk tujuan-tujuan yang berkaitan dengan kesejahteraan masya rakat umum. Ketiga, tidak menim bulkan kesulitan bagi masyarakat sekitar, dan terakhir harus memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat.

 

Salah satu hima yang pernah di bangun pada zaman Rasulullah SAW yaitu Hima al-Naqi yang terletak di dekat Kota Madinah. Sebagai ka wasan hima, Nabi melarang siapa pun berburu binatang di dalam radius empat mil dari Madinah. Masya rakat pun dilarang merusak tanaman dalam radius 12 mil di sekitar Kota Nabi tersebut

Khalifah Umar bin Khatab juga pernah membangun hima, yakni Hima al-Rabadha. Hima al-Rabadha dimanfaatkan untuk menanam ke lapa sawit dan ladang untuk makan an ternak. Dalam memanfaatkan hima ini, Khalifah Umar lebih men dahulukan kepentingan masyarakat umum.

 

Kepada penjaga Hima al-Raba dha, Khalifah Umar memerintahkan untuk membuka hima bagi orang-orang yang membutuhkan. "Dengar kanlah keluhan orang-orang yang tertindas, biarkanlah para gembala yang hidupnya tergantung kepada unta dan domba masuk ke dalam hima, dan tinggalkanlah ternak milik Ibnu 'Awf dan Ibnu 'Affan (dua orang kaya sahabat Rasulullah SAW)," kata Khalifah Umar.

 
Berita Terpopuler