Keluarga Santri yang Meninggal Pertanyakan Inkonsistensi Gontor

Pelaku penganiayaan santri AM di Gontor diduga lebih dari satu orang.

Republika/ Wihdan Hidayat
Santri pondok pesantren (Ilustrasi). Seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang berusia 17 tahun meninggal akibat dugaan penganiayaan oleh seniornya.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dadang Kurnia

Remaja laki-laki berinsial AM (17 tahun), warga Kota Palembang, Sumatra Selatan, yang merupakan putra dari Soimah, pulang dalam keadaan meninggal. Ia diduga meninggal di tempatnya menuntut ilmu Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, akibat dianiaya.

Kuasa Hukum keluarga korban Titis Rachmawati mengatakan keluarga mendesak kepolisian setempat memproses hukum kasus dugaan penganiayaan yang menimpa AM. Keluarga juga merasa ada sikap yang inkonsisten dari pihak Pondok Pesantren Darussalam Gontor atas informasi yang disampaikan mengenai kematian AM.

Inkonsistensi tersebut dirasakan keluarga AM saat mendapatkan kabar siswa kelas 5i di Pondok Gontor itu meninggal dunia pada Senin, 22 Agustus 2022, sekitar pukul 10.20 WIB saat berkegiatan Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum). Dalam pernyataan resmi yang diterima keluarga berupa surat keterangan kematian dari Rumah Sakit Yasyfin Darussalam Gontor, Ponorogo, menerangkan bahwa AM meninggal dunia karena sakit.

Saat jenazah AM tiba di rumah duka di Palembang pada Selasa, 23 Agustus 2022, ibu korban memaksa untuk membuka peti jenazah. Ia melihat pada bagian tubuh anaknya itu seperti tidak dalam kondisi menunjukkan sakit yang dimaksud.

"Hingga akhirnya Senin (5/9/2022) kemarin pihak Gontor menyampaikan kepada publik pernyataan maaf dan mengakui ada dalam pengantaran jenazah tersebut tidak sesuai fakta. Serta mengakui ada dugaan aksi kekerasan di lingkungan pesantren yang berdampak pada korban AM," kata Titis.

Menurut Titis, pihak keluarga sangat menyesalkan sikap inkonsistensi dari pihak Pondok Modern Darussalam Gontor. Keluarga menganggap pondok sudah mengetahui peristiwa kekerasan tersebut, namun tidak menjelaskan kejadian sebenarnya kepada keluarga korban. Pondok justru menerbitkansurat keterangan kematian pada 22 Agustus 2022 yang menyatakan santri AM meninggal dunia karena sakit.

Respons penyampaian kebenaran dari pihak Pondok Gontor itu pun didapatkan setelah ada desakan dari pihak keluarga. Bahkan hingga Soimah menemui advokat Hotman Paris beberapa hari lalu yang kemudian memviralkan kasus dugaan penganiayaan santri itu untuk mendapatkan keadilan bagi anaknya.

"Secara langkah hukum kami mengikuti sesuai pernyataan dari Gontor saja, bahwa benar telah terjadi dugaan tindak pidana penganiayaan di lingkungan setempat," kata Titis.

Atas pernyataan dari Pondok Gontor tersebut meski saat ini masih laporan tipe A di Polres Ponorogo, lanjut Titis, namun tidak menutup kemungkinan akan ada laporan resmi dari pihak keluarga. Saat ini tim kuasa hukum keluarga korban sudah menyerahkan proses penyelidikan kasus itu kepada Polres Ponogoro yang informasinya sudah memeriksa sebanyak tujuh orang saksi.

"Lalu karena korban sudah dimakamkan di Palembang, kita lihat apabila memang dibutuhkan dalam prosesnya polisi membutuhkan autopsi. Nantinya akan kami koordinasikan dengan pihak keluarga," tambahnya.

Pihaknya juga berharap mendapatkan informasi dari kepolisian terkait surat pernyataan AM meninggal dunia karena sakit itu dikeluarkan atas perintah siapa, dari rumah sakit atau dari lembaga pendidikan Pondok Gontor. "Terkait permintaan maaf, sebagai manusia kita tidak boleh tidak memaafkan, tapi kami belum tahu siapa sih kita terima maafnya. Kalau dari pondok pesantren ya itu dari segi kelembagaan saja. Ketika pimpinan pondok pesantren mengatakan diduga terjadi tindak pidana penganiayaan, seharusnya mereka bisa menyimpulkan karena bila ber-statement begitu pasti sudah ada. Kami hanya ingin keadilan dan objektif mengacu pada hukum,"kata Titis menambahkan.

Sementara itu, ibu korban AM, Soimah, berharap pihak keluarga mendapat kejelasan mengenai peristiwa dugaan penganiayaan yang dialami anaknya. Keluarga juga berharap kasus kekerasan terhadap santri tersebut menjadi yang terakhir dan jangan sampai terulang kembali di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.

"Cukup pada anak saya, jangan sampai terulang. Saya ingin dunia pendidikan jangan ada perbuatan (kekerasan) fisik. Terkait proses hukum, semua saya serahkan ke pengacara kami, kondisi saya masih syok," kata Soimah, yang juga berprofesi sebagai wartawati di Kota Palembang.

Pondok Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo tidak menampik adanya dugaan penganiayaan terhadap santri AM oleh sesama santri. "Berdasarkan temuan tim pengasuhan santri, memang ditemukan adanya dugaan penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal," kata juru bicara Ponpes Darussalam Gontor Noor Syahid, hari ini.

Keterangan resmi itu disampaikan Noor Syahid secara daring melalui rekaman video yang disebar ke awak media maupun kanal resmi PP Darussalam Gontor, menanggapi berita viral tentang kematian tak wajar santri AM. "Kami dari pihak keluarga besar Pondok Modern Darusalam Gontor, dengan ini memohon maaf sekaligus belangsungkawa atas meninggalnya ananda AM (Albar Mahdi)," ujar Noor Syahid.

Gontor sejauh ini telah mengambil tindakan tegas terhadap para terduga pelaku, dengan mengeluarkan santri yang terlibat penganiayaan. "Pada hari yang sama almarhum wafat, kami juga langsung mengambil tindakan tegas dengan menjatuhkan sanksi tegas kepada santri yang diduga terlibat. Yaitu dengan mengeluarkan yang bersangkutan secara permanen dari Pondok Modern Darussalam Gontor, dan memulangkannya ke orang tua masing-masing," ujar Noor.






Baca Juga

Kemarin malam Noor Syahid mengungkapkan alasan pihaknya tidak langsung melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan santrinya berinisial AM kepada aparat kepolisian. Noor Syahid menyebut, karena tradisi yang ada di ponpes tersebut ketika ada masalah harus diselesaikan secara kekeluargaan.

"Sebagaimana tradisi yang berlaku di Gontor, (masalah) diselesaikan secara kekeluargaan, secara baik-baik. Terakhir itu ada masalah yang kemudian mengharuskan Dewan Gontor melaporkan kepada polisi," ujarnya dikonfirmasi Republika, Senin (5/9/2022).

Noor Syahid menjelaskan, kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan AM terjadi pada Senin, 22 Agustus 2022. Namun pihaknya baru melaporkan kasus tersebut ke Polisi pada Ahad (4/9/2022) malam. Itu pun setelah polisi mendatangi pondok lantaran viralnya kasus kematian AM tersebut.

"Sudah di tangan polisi laporannya, dan sejak semalam kita sudah rapat dengan polisi, cek lokasi juga, terutama dengan kronologi dan sebagainya," kata Noor Syahid.

Noor Syahid menjelaskan, peristiwa kematian AM terjadi pada Senin, 22 Agustus 2022. Kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan AM bermula saat yang bersangkutan menyerahkan barang-barang kepada kakak tingkatnya, setelah mengikuti perkemahan. Setelah diperiksa oleh kakak tingkatnya yang bertanggung jawab, ternyata ada barang yang kurang. Kemudian dianiaya," ujarnya.

Terkait permasalahan yang biasa diselesaikan secara kekeluargaan, Noor Syahid menjelaskan, setiap calon santri harus menandatangani dua surat pernyataan yang disiapkan pihak pesantren. Satu surat ditandatangani orang tua, dan surat satunya ditandatangani calon santri itu sendiri.

"Yang oleh bapaknya itu namanya surat penyerahan dari bapak calon santri kepada pihak pondok. Dengan kesanggupan ada beberapa poin. Di antara poin itu salah satunya tidak menuntut kalau terjadi apa-apa melalui hukum. Itu tradisi yang sudah berjalan bertahun-tahun di Gontor," kata dia.

Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As'adul Anam menyayangkan terjadinya kasus penganiayaan di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, yang menewaskan salah satu santri berinisial AM. As'ad menyatakan, kejadian tersebut murni peristiwa yang melibatkan antar santri dan tidak ada keterlibatan lembaga pesantren.

"Kami dari Kanwil Kemenag Jatim menyayangkan terjadinya peristiwa itu. Mengapa sampai terjadi tindak kekerasan antar santri di pondok pesantren?" kata As'ad di Surabaya, Selasa (6/9/2022).

As'ad pun mengapresiasi pihak ponpes yang disebutnya terbuka terhadap peristiwa ini. Artinya, ponpes mempersilahkan pihak berwenang, dalam hal ini kepolusian untuk melakukan penyelidikan di lingkungan ponpes atas peristiwa tersebut. As'ad pun mendukung penuh pihak berwenang untuk menyelidiki kasus ini secara tuntas.

"Itu salah satu cara untuk bisa mengungkap kebenaran dalam peristiwa yang terjadi," ujarnya.

As'ad mendorong pihak ponpes untuk melakukan evaluasi terkait pola pengasuhan setelah adanya peristiwa tersebut. Ia juga berharap ponpes bisa mengawasi pola komunikasi antara senior dan junior. Artinya, lanjut As'ad, jangan sampai senior diberi kewenangan berlebih karena bisa memicu terjadinya perundungan terhadap junior.

"Kita ingin ini kejadian terakhir dan tidak terjadi lagi. Kita akan membuat edaran dalam rangka menciptakan tata kelola santri, serta budaya komunikasi di pesantren yang menjamin pembentukan karakter atau akhlakul karimah," kata As'ad.

Hari ini Kapolres Ponorogo, AKBP Catur Cahyono Wibowo menyatakan telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengumpulkan barang bukti terkait kasus penganiayaan di Gontor yang menewaskan salah satu santri berinisial AM. Catur mengungkapkan, beberapa barang bukti yang diamankan di antaranya pentungan, air mineral, hingga minyak kayu putih.

"Olah TKP dilakukan di tempat pramuka atau tempat yang digunakan santri untuk aktivitas pramuka, berarti di dalam pondok. Untuk barang bukti ada pentungan, air mineral, minyak kayu putih," ujarnya.

Catur melanjutkan, selain melakukan olah TKP dan mengamankan barang bukti, pihaknya juga telah menggelar prarekonstruksi. Catur mengungkaplan, ada 50 adegan yang dirangkum dari kejadian awal hingga akhir, tepatnya hingga jasar korban berada di IGD.

"Dari prarekonstruksi sudah tergambar semua ketika penganiayaan. Dilanjutkan besok tim akan berangkat ke Palembang melaksanakan pemeriksaan di Palembang," ujarnya.

Catur melanjutkan, terkait kasus ini pihaknya telah memeriksa 11 orang termasuk dari staf dan pengurus di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor. Untuk jumlah terduga pelaku penganiayaan, Catur masih enggan menjelaskan secara detail. Ia hanya mengungkapkan terduga pelaku lebih dari satu orang. "Terduga lebih dari satu," kata Catur.

Tips Memilih Pesantren - (republika.co.id)

 
Berita Terpopuler