Pelapor Pesulap Merah Ngaku Cicit Mbah Priok, Ini Penjelasan Habib Alwi Shabab Siapa Mbah Priok

Mbah Priok atau Habib Hasan Alhadad meninggal dunia saat masih bujang dalam perjalanan dari Palembang menuju Jakarta bersama kerabatnya.

network /Kurusetra
.
Rep: Kurusetra Red: Partner

Makam Kramat Mbah Priok. Mbah Priok atau Habib Hasan Alhadad meninggal dunia saat masih bujang dalam perjalanan dari Palembang menuju Jakarta bersama kerabatnya.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Seorang pria berusia 22 tahun memperkenalkan diri dengan nama Habib Jidan menemani Asosiasi Dukun Indonesia melaporkan Pesulap Merah ke polisi. Di sejumlah kesempatan, Jidan menyatakan sebagai keturunan atau tepatnya sebagai cicit Mbah Priok. Lantas siapakah Mbah Priok?

Habib Alwi Shahab rahimahullah, sejarawan sekaligus wartawan senior Republika pernah bercerita singkat tentang asal usul Tanjung Priok dan kisah hidup Mbah Priok. Dalam tulisannya, Habib Alwi Shahab atau yang akrab disapa Abah Alwi menjelaskan, Pelabuhan Tanjung Priok dibangun untuk menggantikan Pelabuhan Sunda Kelapa yang sudah tidak mampu menampung kapal yang merapat. "Survei pun dilakukan di berbagai tempat di pantai utara Jakarta. Lalu, dipilihlah desa kecil ini," cerita Abah Alwi.

BACA JUGA: Pesulap Merah Vs Dukun, KH Zainuddin MZ: Jangan Tertipu Dukun, Pemburu Hantu Pakai Sorban dan Gamis

Dalam sebuah foto yang diabadikan fotografer Woodbury & Page pada 1867 atau 143 tahun lalu memperlihatkan kampung yang sudah bernama Tanjung Priok. Kampung itu dihuni oleh beberapa orang yang tinggal di rumah-rumah sederhana.

Rumah itu terbuat dari bambu dan beratapkan rumbia. Di tepi pantai, tampak beberapa anggota tim survei yang sedang duduk di rakit yang terbuat dari bambu.

BACA JUGA: Profil Marcel Pesulap Merah yang Berseteru dengan Gus Samsudin karena Bongkar Trik "Kesaktian" Dukun

Tanjung Priok, yang pada 14 April 2010 lalu terjadi kerusuhan yang menewaskan tiga orang Satpol PP, namanya sudah dikenal sejak abad kedua masehi. Tentu saja, tidak punya kaitan dengan Mbah Priuk.

Dalam buku Babad Tanah Jawa, sejarawan Ridwan Saidi menuturkan nama Tanjung Priok berkaitan dengan Kali Tirem di kawasan ini yang pada abad ke-2 merupakan pusat perdagangan periuk. Alat untuk memasak dan tempat menyimpan air.


Sementara itu, nama Tanjung Priok sudah ditulis dalam buku Belanda pada abad ke-14. Bagi Belanda, pembangunan pelabuhan baru sangat mendesak. Di Sunda Kelapa, kapal-kapal tidak lagi dapat berlabuh di dermaga. Penumpang pun harus diturunkan 800 meter jauhnya dari tepi pantai dengan menaiki perahu.

Apalagi, ketika itu, Terusan Suez (November 1869) sudah dibuka hingga memudahkan dan mempersingkat waktu bagi kapal-kapal yang datang dari Eropa. Sementara itu, kapal uap telah menggantikan kapal layar. Adanya Pelabuhan Tanjung Priok ikut memodernisasi Batavia dengan masuknya berbagai barang impor buatan Eropa.

BACA JUGA: Gara-Gara Bongkar Trik Kesaktian Dukun Palsu, Marcel Pesulap Merah Konflik dengan Gus Samsudin

Sejak abad ke-19, banyak berdatangan para imigran keturunan Arab (sebagian besar dari Hadramaut) di nusantara. Mereka umumnya datang tanpa istri dan banyak di antaranya merupakan penyebar Islam.

Kakek dari Habib Hasan yang oleh masyarakat setempat diberi gelar Mbah Priuk merupakan generasi keempat yang datang ke Indonesia. Habib Hamid yang wafat di Palembang pada 1820 adalah kakek buyutnya.

BACA JUGA: Gara-Gara Percaya Mistik, Soekarno Ngotot Bacakan Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus

Dia adalah keturunan dari Habib Abdullah bin Alwi Alhadad, sufi besar Hadramaut dan pengarang 'Ratib Hadad'. Sampai sekarang 'Ratib Hada' dibaca sebagai 'amalan' di Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Timur Tengah.

Kakek buyut Habib Hasan Alhadad dimakamkan di... baca di halaman selanjutnya....


Kakek buyut Habib Hasan Alhadad ini dimakamkan di Pemakaman Umum Babussalam Palembang pada 1820 M atau 7 Syawal 1235. Sultan mengangkat dia menjadi mufti di Kesultanan Palembang, yaitu setahun sebelum sultan terakhir ini dimakzulkan Belanda pada 1821.

Habib Hasan Alhadad atau Mbah Priuk, menurut sejumlah kerabatnya, meninggal dalam perjalanan dari Palembang menuju Jakarta bersama kerabatnya. Habib Hasan yang belum menikah dimakamkan di Pondok Dayung, Tanjung Priok.

BACA JUGA: Lima Granat Meledak di Cikini Bikin Soekarno Nyaris Mati

Pada 1929 atau 1930, saat perluasan pelabuhan dan pembangunan kereta api, jenazahnya dipindahkan ke pemakaman Jalan Dobo, Koja, Tanjung Priok. Pada 1997, makam Jalan Dobo dipindahkan ke Semper karena Lapindo II membangun terminal peti kemas.

Tidak diketahui apakah makam Habib Hasan dipindah ke Semper. Namun, sejumlah jenazah, termasuk jenazah Habib Abdullah bin Muchsin Alatas yang wafat pada 1830, turut dipindahkan ke Semper.

BACA JUGA: Ketua PP Muhammadiyah: Tidak Semua yang tak Sama dengan Rasulullah Itu Bidah

Habib Abdullah bin Muchsin adalah kakek dari Habib Abdullah bin Alwi Alatas, salah satu tokoh pengikut gerakan Pan-Islam yang gigih. Dia ikut memelopori sejumlah pemuda keturunan Arab belajar di Turki saat pemerintahan Ottoman.

Habib Abdullah bin Alwi adalah menantu konsul Turki di Batavia. Tempat tinggalnya yang berada di Jalan Jatipetamburan, Jakarta Pusat, kini menjadi Museum Tekstil.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam

> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

 
Berita Terpopuler