Taliban akan Susun Kurikulum Pendidikan Khusus untuk Perempuan Afghanistan

Direktorat kurikulum akademik ditugaskan susun kurikulum pendidikan untuk perempuan.

AP/Petros Giannakouris
Siswi Afghanistan berpartisipasi dalam pelajaran di Sekolah Menengah Putri Tajrobawai, di Herat, Afghanistan, Kamis, 25 November 2021. Taliban akan menyusun kurikulum pendidikan khusus untuk perempuan.
Rep: Kamran Dikarma Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pemerintahan Taliban akan menyusun kurikulum pendidikan khusus untuk kaum perempuan di Afghanistan. Terkait hal itu, Taliban telah membentuk sebuah badan bernama direktorat kurikulum akademik.

Juru bicara Kementerian Pendidikan Tinggi Taliban Ahmad Taqi mengungkapkan, direktorat tersebut bertugas meninjau dan mengembangkan kurikulum akademik di seluruh universitas di Afghanistan. Kurikulum akan disusun berdasarkan hukum Islam.

Baca Juga

"Kami membentuk komisi untuk meninjau kurikulum, mengundang perwakilan dan pakar dari universitas negeri serta swasta di seluruh negeri, menggelar sejumlah pertemuan dan mempertimbangkan kembali kurikulum," kata Taqi, Sabtu (13/8/2022), dilaporkan laman Asian News International.

Berdasarkan laporan Khaama Press, direktorat kurikulum akademik bentukan Taliban akan memiliki enam direktur dan 52 pegawai atau staf. Sejak berhasil menguasai kembali Afghanistan pada Agustus tahun lalu, Taliban sudah menghadapi desakan komunitas internasional untuk memenuhi hak-hak dasar perempuan di negara tersebut, termasuk di bidang pendidikan.

Taliban sempat berjanji akan menjamin dan memenuhi hak anak perempuan dan perempuan Afghanistan, tapi hingga kini mereka belum menunjukkannya. Akhir bulan lalu, organisasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mengatakan, kehidupan perempuan dan anak perempuan di Afghanistan telah dihancurkan oleh kebijakan diskriminatif Taliban.

Dalam laporannya yang dirilis 27 Juli lalu, Amnesty menyoroti tentang kebijakan Taliban melarang anak perempuan di Afghanistan bersekolah mulai dari kelas tujuh. Pembatasan akses terhadap perempuan untuk bekerja dan aturan pemakaian burka turut disorot.

Dalam laporan tersebut, Amnesty pun menuding Taliban menghancurkan perlindungan bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Taliban disebut turut berkontribusi pada lonjakan pernikahan anak di Afghanistan.

Laporan Amnesty juga mendokumentasikan penyiksaan dan pelecehan terhadap wanita yang ditangkap oleh Taliban karena memprotes kebijakan-kebijakan pembatasan itu. Amnesty menyebut, secara keseluruhan, kebijakan-kebijakan Taliban membentuk sistem represi yang mendiskriminasi perempuan dan anak perempuan di hampir setiap aspek kehidupan mereka.

"Tindakan keras yang menyesakkan terhadap populasi wanita Afghanistan ini meningkat dari hari ke hari," kata Amnesty dalam laporannya.

Terkait peningkatan pernikahan anak, Amnesty mengungkapkan, hal itu dipengaruhi oleh krisis ekonomi dan kemanusiaan yang tengah melanda Afghanistan. Kurangnya prospek pendidikan dan pekerjaan bagi perempuan serta anak perempuan turut berperan dalam melonjaknya pernikahan anak.

Namun, menurut Amnesty, mereka pun menemukan adanya perempuan dan anak perempuan yang dipaksa menikah dengan anggota Taliban. Tekanan kepada mereka muncul dari Taliban atau keluarganya sendiri.

Laporan Amnesty dibuat oleh para peneliti mereka saat mengunjungi Afghanistan pada Maret lalu. Mereka mewawancarai 90 perempuan dan 11 anak perempuan dengan rentang usia antara 14-74 tahun di seluruh Afghanistan.

 
Berita Terpopuler