Ketegasan Nabi Muhammad dalam Menghadapi Kasus Pembunuhan

Nabi Muhammad menghukum pelaku kasus pembunuhan.

Republika
Ketegasan Nabi Muhammad dalam Menghadapi Kasus Pembunuhan. Foto: Nabi Muhammad (ilustrasi)
Rep: Andrian Saputra Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Nabi Muhammad SAW sangat tegas dalam menegakan hukum terlebih pada kasus pembunuhan. Rasulullah menegakan hukum dengan adil dan tidak pandang bulu. 

Baca Juga

Dikisahkan ada seorang hamba sahaya dari Madinah yang keluar dari rumahnya dengan menggunakan anting-anting. Kemudian seorang lelaki Yahudi melempari hamba sahaya itu dengan batu. Perbuatan lelaki Yahudi itu membuat hamba sahaya tersebut dalam keadaan sekarat.

Sebelum kemudian hamba sahaya itu meninggal, Rasulullah datang dan bertanya kepada hamba sahaya itu tentang siapa pelaku yang telah membuatnya dalam keadaan sekarat. Kemudian hamba sahaya itu memberi tahu pelakunya pada Rasulullah. Rasul pun memerintahkan sahabat membawa Yahudi tersebut. Hingga Rasulullah pun menjatuhi hukuman qisas kepada lelaki Yahudi dengan menjepitnya dengan dua batu.

Kisah ini dapat ditemukan redaksinya dalam sejumlah kitab hadits seperti Shahih Bukhari nomor  6368, 6369, 6376 versi Al Alamiyah, dan 6876, 6877, 6884 dalam Fathul Bari. 

Perlu diketahui bahwa dijatuhkannya hukuman mati terhadap lelaki Yahudi itu sesuai ketentuan hukum dalam kitab Taurat yang menjadi pegangan hukum dan keyakinan lelaki Yahudi tersebut. Sebab dalam kitab Taurat ditegaskan bahwa hukuman bagi orang yang menghilangkan nyawa adalah hukuman mati.

Sehingga Rasulullah tidak semena-mena, tetapi justru memberikan hukuman kepada Yahudi itu sesuai atau berdasar dengan hukum yang dianut oleh orang Yahudi tersebut.

Sebagaimana merujuk pada Alquran surat Al Maidah ayat 45

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَآ اَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْاَنْفَ بِالْاَنْفِ وَالْاُذُنَ بِالْاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّۙ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌۗ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهٖ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهٗ  ۗوَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisas-nya (balasan yang sama). Barangsiapa melepaskan (hak qisas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.

Dalam tafsir tahlili Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kemenag dijelaskan bahwa di dalam Taurat, telah ditetapkan bahwa nyawa harus dibayar dengan nyawa. Orang yang membunuh tidak dengan alasan yang benar dia harus dibunuh pula dengan tidak memandang siapa yang membunuh dan siapa yang dibunuh. (Keluaran xxi. 24-25:

“Harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak”). Hukuman hampir serupa terdapat juga dalam Imamat xxiv. dan Ulangan xix.21.

Sekalipun penetapan dan ketentuan tersebut, diketahui oleh orang-orang Nasrani dan Yahudi, namun mereka tetap tidak mau menjalankan dan melaksanakannya. Mereka tetap memandang adanya perbedaan derajat dan strata di dalam masyarakat. Mereka menganggap bahwa golongan Yahudi Bani Nadir lebih tinggi derajat dan kedudukannya dari golongan Yahudi Bani Quraizah, dan golongan Bani Quraizah kedudukannya lebih rendah dibanding dengan kedudukan golongan Bani Nadir.

Sehingga apabila seorang dari golongan Bani Nadir membunuh seorang dari golongan Bani Quraizah dia tidak dibunuh, karena dianggap tidak sederajat. 

Tetapi kalau terjadi sebaliknya yaitu seorang dari Bani Quraizah membunuh seorang Bani Nadir, maka dia harus dibunuh. Hal ini dan semacamnya, yang merupakan pembangkangan dan penolakan terhadap bimbingan, petunjuk dan hukum-hukum Allah yang ada di dalam Kitab Taurat berjalan terus sampai datangnya agama Islam. 

Setelah itu Bani Quraizah mengadukan adanya perbedaan kelas di dalam masyarakat mereka, kepada Nabi Muhammad, oleh beliau diputuskan bahwa tidak ada perbedaan antara si A dan si B antara golongan Anu dan golongan Fulan, di dalam penerapan hukum. 

Hukum tidak memandang bulu, semua orang harus diperlakukan sama. Mendengar keputusan Rasulullah SAW ini, golongan Bani Nadir merasa diturunkan derajatnya karena telah dipersamakan dengan golongan Bani Quraizah, orang yang mereka anggap rendah. Maka turunlah ayat ini.

Dalam ayat ini Allah menegaskan kembali bahwa di dalam Taurat telah digariskan suatu ketetapan bahwa jiwa harus dibayar dengan jiwa sama dengan hukum qisas yang berlaku dalam syariat Islam. Pembunuh yang telah akil balig bila ia membunuh sesama Islam dan sama-sama merdeka, maka pembunuh tersebut baik seorang maupun beberapa orang harus dikenakan hukuman bunuh. Kecuali bagi orang gila yang benar-benar rusak akalnya, orang yang sedang tidur sampai dia bangun, dan anak kecil sampai dia baligh, bila mereka membunuh tidak dikenakan hukuman qisas sesuai dengan sabda Nabi:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ: عَنِ الْمَجْنُوْنِ الْمَقْلُوْبِ عَلَى عَقْلِهِ حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ (رواه احمد وابو داود عن الحاكم و عمر بن الخطاب) 

“Qalam telah diangkat dari tiga macam orang (artinya mereka tidak diperlakukan sebagai orang-orang mukallaf) yaitu orang-orang gila yang benar-benar telah rusak akalnya, sampai ia sembuh, orang yang tidur, sampai ia bangun, dan anak-anak sampai ia baligh.” (Riwayat Aḥmad, Abu Dawud dari al-Ḥakim dan ‘Umar bin al-Khattab).

 

Selanjutnya orang yang mencukil mata atau memotong hidung atau telinga atau mencabut gigi orang lain, maka dia wajib dikenakan hukuman qisas, ditindak sesuai dengan perbuatannya, sesuai dengan firman Allah:

 

فَمَنِ اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوْا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ

“Barang siapa yang menyerangmu, maka seranglah dia yang seimbang dengan serangannya terhadapmu.” (al-Baqarah/2:194).

Begitupun melukai orang ada qisasnya. Orang yang melukai orang lain, dia pun harus dilukai pula sama dengan luka yang diperbuatnya baik mengenai lebar maupun dalamnya, sebagaimana firman Allah:

وَاِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهٖ

“Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.” (an-Naḥl/16:126).

Barang siapa melepaskan hak qisasnya dengan penuh kerelaan, dan memaafkan si pelaku sehingga tidak jadi di qisas, itu menjadi penebus dosa bagi yang memaafkan. Orang yang dibebaskan dari hukum qisas karena dimaafkan oleh pihak keluarga orang yang terbunuh, tidaklah berarti dia telah bebas dari hukuman seluruhnya, tetapi dia masih dikenakan hukuman diat (ganti rugi), sebagaimana sabda Nabi l:

عَنْ اَبِيْ عَمْرٍو, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَتَلَ مُتَعَمِّدًا رُفِعَ اِلَى أَوْلِيَاءِ الْمَقْتُوْلِ فَاِنْ شَاءُوْا قَتَلُوْا وَاِنْ شَاءُوْا اَخَذُوا الدِّيَةَ (رواه الترمذي) 

Dari Abu ‘Amr, Rasulullah bersabda, “Barang Siapa membunuh dengan sengaja, maka putusannya diserahkan kepada ahli waris orang yang dibunuh. Kalau mereka mau (mengqisas) mereka dapat membunuhnya, dan apabila mereka mau (membebaskannya dari kisas) maka mereka berhak menerima diyat (ganti rugi).” (Riwayat at-Tirmiżi).

Barang siapa tidak menjalankan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, yaitu kisas yang didasarkan atas keadilan, melainkan mempergunakan hukum sekehendak hatinya, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim, karena melanggar hukum Allah dan menganggap pihak yang dibunuh atau dianiaya itu adalah golongan rendah, tidak sederajat dengan pihak yang membunuh atau yang menganiaya.

 

 

 

 
Berita Terpopuler