Tren Mengkhawatirkan di India, Bangkitnya Musik Penuh Kebencian Terhadap Muslim

Musik bertema Hinduisme dan nasionalisme diduga berperan picu kekerasan pada Muslim.

AP/Aijaz Rahi
Warga melakukan protes menentang islamofobia dan mendorong keharmonisan masyarakat di Bengaluru, India, 30 April 2022. Muslim India kerap mengalami pelecehan dan kekerasan di India. Tren Mengkhawatirkan di India, Bangkitnya Musik Penuh Kebencian Terhadap Muslim
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, AYODHYA -- Sandeep Chaturvedi (26 tahun) bersiap untuk merekam lagu barunya si studio darurat di Kota Ayodhya di negara bagian Uttar Pradesh, India utara. Lagu tersebut berkisah tentang sebuah masjid yang menjadi bahan kontroversi setelah umat Hindu mengklaim hak untuk beribadah di sana.

Baca Juga

Lagu ini penuh dengan sindiran terhadap Muslim. Tapi Chaturvedi mengaku lagu itu bisa membuatnya kembali berbisnis.

Lagu-lagu Chaturvedi adalah bagian dari tren musik yang berkembang di akun Youtube dan platform media sosial lainnya di mana para pendukung sayap kanan Hindu yang membenci Muslim. Liriknya kasar atau mengancam.

Mereka biasanya berlandaskan pada premis bahwa umat Hindu telah menderita selama berabad-abad di tangan umat Islam dan sekarang adalah saatnya balas dendam. Penulis dan analis politik Nilanjan Mukhopadhyay mengatakan bahwa selain sebagai sumber pendapatan, musik semacam ith juga menarik perhatian penyanyi mereka. Tapi baginya, ini bukan musik.

"Ini adalah seruan perang. Seolah-olah musik digunakan untuk memenangkan perang. Ini adalah penyalahgunaan musik dan ini telah terjadi selama bertahun-tahun," ujarnya seperti dikutip dari BBC, Senin (8/8/2022).

Chaturvedi memulai kariernya sebagai penyanyi lagu-lagu renungan sekitar satu dekade yang lalu. Tetapi dia mengubah taktik beberapa tahun kemudian ketika dia memutuskan untuk membuat lagu tentang Hinduisme dan nasionalisme. Ia menyebutkan idenya adalah untuk mendapatkan perubahan citra.

Dia mendapatkan momennya ketika video musik yang dia produksi pada 2016 menjadi sensasi semalam di antara ekosistem nasionalis Hindu sayap kanan. Liriknya terlalu membara berapi-api untuk direproduksi di sini.

Tapi nada lagunya lugas: peringatan kepada komunitas Muslim tentang apa yang akan terjadi pada hari nasionalisme Hindu bangkit. Chaturvedi mengatakan, lagu ini mengumpulkan jutaan penayangan di Youtube sebelum salurannya ditangguhkan menyusul ribuan keluhan.

Dia menyalahkan Muslim karena melaporkan lagunya sebagai konten yang tidak pantas. Dia menyesal kehilanhan 'jutaan pelanggan' tetapi menolak mengungkapkan uang yang dia hasilkan dari Youtube. Dia mengatakan, biayanya sekitar 20 ribu rupee (sekitar Rp 3.738.290) untuk membuat video musik.

"Saya tidak menghasilkan banyak uang dari Youtube. Yang lebih penting adalah pengakuan yang saya dapatkan sebagai penyanyi nasionalis-revolusioner," katanya.

Chaturvedi telah membuat saluran baru di Youtube. Namun, jumlah penayangan pada beberapa konten yang diunggahnya belum menggembirakan. Ia berharap bisa mengubahnya dengan lagu terbarunya.

Sering dituduh menargetkan Muslim melalui musiknya, Chaturvedi tidak menyesal. "Jika saya memohon dengan tangan terlipat untuk mendapatkan apa yang menjadi milik saya, apakah Anda setuju? Anda tidak akan melakukannya. Jadi, kita harus provokatif, bukan?"

Upendra Rana adalah pencipta lain yang membuat musik yang serupa di Dadri dekat Delhi. Misinya adalah untuk memperbaiki sejarah dan lagu-lagunya adalah lagu pejuang Hindu dimana penguasa Muslim dikabarkan sebagai penjahat.

"Banyak hal yang benar telah disembunyikan sementara kepalsuan telah dikenakan pada kita," klaimnya saat berbicara mengenai sejarah yang diajarkan di sekolah.

Rana mengatakan, dia mendapatkan penghasilan tetap dari video yabg dia unggah di Youtube.

"Kami membawa mata uang asing ke India. Youtube membayar dalam dolar," katanya sembari menunjuk ke Youtube Silver Play Button yang terpasang di dinding yang berbagi ruang dengan gambar dan potret pejuang Hindu.

Sejak Rana beralih dari menggubah lagu-lagu renungan dan romantis menjadi lagu-lagu yang bernuansa historis, ia menjadi semacam bintang di Dadri. Dia memiliki hampir 400 ribu pelanggan di Youtube dan banyak lagunya telah dilihat jutaan kali.

Rana mengatakan membuat video musik hanya membutuhkan biaya 8.000 rupee (sekitar Rp 1.495.316).  Dia memiliki pengaturan tersendiri untuk merekam dan mengedit video dan tim terdiri dari juru kamera dan editor.

Pemuda India menyebarkan kebencian secara dalam jaringan (online)

Mukhopadhyay mengatakan, tren mempersenjatai musik terhadap minoritas mengingatkan pada peristiwa yang terjadi di masa lalu. Dia mengingat program peletakan batu fondasi kontroversial di Ayodhya pada 1989 diselenggarakan oleh sayap kanan Vishwa Hindu Parishad (VHP) yang puncaknya adalah pembongkaran masjid Babri pada 1992.

"Sebelum itu, industri kaset audio bermunculan. Mereka berisi lagu-lagu religi dan apa yang disebut slogan-slogan provokatif terkait dengan masalah Ram Jammabhoomi (Hindu percaya najwa Ayodhya adalah tempat kelahiran Lord Ram) dan kaset-kaset ini dulu dimainkan dalam prosesi untuk memobilisasi orang.

Tiga dekade kemudian, nadanya menjadi lebih nyaring. Gubahan musik menyatakan "jika Anda ingin tinggal di India, belajar mengatakan Vande Mataram (saya memuji Anda, ibu) dan belajar untuk hidup dalam batas Anda atau menganggap orang Hindu sebagai lemah adalah kesalahan musuh dan janhan berusaha untuk menyembunyikan siapa yang mereka targetkan.

Lagu-lagu ini juga telah membantu organisasi sayap kanan memobilisasi kader mereka. "Anak-anak muda menyukai lagu-lagu ini karena mereka meningkatkan antusiasme dan moral mereka," kata Pinky Chaudary yang mengepalai kelompok sayap kanan Hindu Raksha Dal.

Dia berpendapat lagu-lagu seperti itu membantu menciptakan kesadaran di kalangan kaum muda. "Saya merasakan aliran energj yang tiba-tiba ketika saya mendengarkan lagu-lagu ini. Lagu-lagu ini mengingatkan saya pada hal-hak yang kami alamk pada satu titik waktu dan dimana kami telah mencapainya sekarang?" kata Vijay Yadav.

Seorang seniman sketsa yang saat ini sedang melanjutkan studinya dari Lalit Kala Akademi, akademi seni rupa nasional India Yadav (23 tahun) mengatakan, dia suka mendengarkan jenis musik ini. "Serbuan energi yang tiba-tiba" yang dibicarakan Yadav diyakini terlihat pada April ini ketika bentrokam kekerasan dilaporkan dari beberapa negara selama festival Hindu.

Selama insiden ini, musik ofensif bergema melalui pengeras suara ketika umat Hindu mengeluarkan prosesi keagamaan dan bergerak mendekati daerah-daerah yang didominasi Muslim. Dalam beberapa bentrokan ini, lagu-lagu yang menghasut dan provokatif termasuk gubahan musik Chatirvedi dari 2016 diduga berperan dalam memicu kekerasan. Chaturvedi membantah tuduhan tersebut. 

"Saya hanya mencoba menciptakan kesadaran melalui musik saya. Tidak ada yang datang dari cinta. Kita harus berjuang dan merebut apa yang menjadi milik kita," katanya. 

https://www.bbc.com/news/world-asia-india-62432309

 
Berita Terpopuler