China akan Bantu Bangladesh Pulangkan Ribuan Pengungsi Rohingya

China akan membantu Bangladesh merepatriasi ribuan pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar

AP/Dar Yasin
China akan membantu Bangladesh merepatriasi ribuan pengungsi Rohingya dari kamp-kamp di Cox’s Bazar ke Myanmar.
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA – China akan membantu Bangladesh merepatriasi ribuan pengungsi Rohingya dari kamp-kamp di Cox’s Bazar ke Myanmar. Hal itu diungkap Menteri Luar Negeri (Menlu) Bangladesh A.K. Abdul Momen setelah melakukan pertemuan dengan Menlu China Wang Yi di Dhaka, Ahad (7/8/2022).

Momen mengungkapkan, China telah membangun sekitar 3.000 rumah di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Rumah-rumah tersebut nantinya akan ditempati oleh pengungsi Rohingya yang sudah dipulangkan dari Bangladesh.

Menurut Momen, China pun akan mengatur dukungan makanan awal untuk para pengungsi yang direpatriasi. “Kita harus berterima kasih kepada China bahwa mereka setuju melakukan hal itu,” ujar Momen.

China sebelumnya pernah menengahi kesepakatan repatriasi pengungsi Rohingya dengan Myanmar pada November 2017. Upaya tersebut dilakukan kembali sebanyak dua kali pada 2019. Namun seluruh usaha itu gagal karena para pengungsi menolak dipulangkan ke Myanmar. Alasannya, mereka takut akan menjadi sasaran kekerasan militer Myanmar lagi.

Amerika Serikat (AS) telah resmi menetapkan aksi kekerasan yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya sebagai bentuk genosida. Washington menilai, ada bukti jelas terkait upaya “penghancuran” kelompok minoritas tersebut.

“(AS) menetapkan bahwa anggota militer Burma (Myanmar) melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap Rohingya,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken saat berbicara di US Holocaust Memorial Museum, 21 Maret lalu.

Dia mengungkapkan, AS melihat niat militer Myanmar telah melampaui pembersihan etnis. Militer Myanmar, yang dikenal sebagai Tatmadaw, memang ingin “menghancurkan” etnis Rohingya. “Serangan terhadap Rohingya meluas dan sistematis, yang sangat penting untuk mencapai penentuan kejahatan terhadap kemanusiaan,” ujarnya.

Pada akhir 2017, US Holocaust Memorial Museum bersama kelompok Fortify Right merilis laporan terkait kekerasan yang dialami etnis Rohingya. Mereka menyimpulkan ada bukti kuat tentang kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan militer Myanmar.

Pada 2018, Departemen Luar Negeri AS menerbitkan laporan yang menjabarkan lebih detail tentang aksi kekerasan militer Myanmar terhadap orang-orang Rohingya. Washington menilai, kekerasan tersebut bersifat ekstrem, berskala besar, meluas, dan tampaknya diarahkan untuk meneror dan mengusir penduduk Rohingya. AS pun menjatuhkan sanksi kepada para jenderal Myanmar yang dianggap bertanggung jawab atau terlibat dalam aksi tersebut.


Pada Agustus 2017, lebih dari 700 ribu orang Rohingya melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar, dan mengungsi ke Bangladesh. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Warga sipil ikut menjadi korban dalam operasi tersebut. Selain membakar permukiman, militer Myanmar dilaporkan turut memperkosa perempuan-perempuan Rohingya dan membantai para lelaki dari etnis tersebut.

Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda atau kamp dan menggantungkan hidup pada bantuan internasional.  Saat ini wilayah Cox’s Bazar di perbatasan Bangladesh menampung sekitar 1,2 juta pengungsi Rohingya.

Bangladesh telah mulai memindahkan ribuan pengungsi Rohingya ke sebuah pulau terpencil bernama Bhasan Char di Teluk Benggala. Bangladesh mengklaim relokasi pengungsi Rohingya ke Bhasan Char dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan. Klaim itu muncul karena adanya dugaan bahwa proses relokasi pengungsi dilakukan secara paksa.

Bangladesh pun meyakinkan bahwa Bhasan Char aman serta layak ditinggali. Fasilitas seperti perumahan dan rumah sakit tengah dibangun di sana. Menurut Bangladesh, kamp-kamp pengungsi yang kian padat di Cox's Bazar telah memicu aksi kejahatan, termasuk kekerasan. Hal itu turut menjadi alasan mengapa sebagian pengungsi Rohingya ingin direlokasi.

 
Berita Terpopuler