Kisah Wanita Muslim Inggris: Pakai Burkini, Sebuah Kebebasan

Burkini membuat wanita Muslim leluasa menikmati kegiatan di air.

REUTERS/Stringer
Perempuan Muslim mengenakan pakaian renang tertutup atau burkini di Pantai Marseille, Prancis, 17 Agustus 2016. Kisah Wanita Muslim Inggris: Pakai Burkini, Sebuah Kebebasan
Rep: mgrol135 Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Burkini adalah bentuk pakaian renang sederhana yang terdiri dari atasan panjang dengan tudung sebagai hijab dan celana panjang longgar.

Baca Juga

Burkini memang untuk wanita Muslim yang memungkinkan mereka berenang di tempat umum dan menikmati lebih banyak kegiatan rekreasi bersama keluarga. Namun, non-Muslim juga dapat memilih memakainya karena banyak alasan, seperti melindungi kulit mereka dari sinar matahari, kekhawatiran tentang citra tubuh mereka, kesopanan, dan lainnya.

Dibawah ini merupakan kisah Diva Allott seorang penulis artikel di About Islam, tentang pengalaman burkininya. Diva telah menjadi Muslim selama hampir tiga tahun ketika ia memutuskan untuk membeli satu beberapa hari sebelum dia dan suaminya bepergian ke Tunisia untuk liburan di musim panas 2013.

Awalnya, setelah memesan liburan dia tidak terlalu khawatir untuk bisa berenang di kolam atau laut. Kemudian, dia memutuskan duduk di kursi berjemur dan menonton suaminya bersenang-senang.

Seiring berjalannya waktu, Diva mulai mengenang semua liburan fantastis yang dia alami bersama orang tuanya. Tumbuh dewasa, memiliki kebebasan untuk berenang adalah bagian penting dari liburan baginya.

Berenang jauh lebih menyenangkan karena bisa mendinginkan diri di kolam selama hari yang panas. Saat itulah dia mengambil keputusan bahwa tidak akan menjadi gadis yang duduk di sisi kolam yang terik.

Diva mengetahui sebuah toko lokal dan satu-satunya toko pada saat itu di Sheffield yang menjual burkini dan menuju ke sana. Ia membayar harga yang mahal sebesar 55 poundsterling (sekitar Rp 988 ribu). Meskipun sangat gembira karena telah menemukan sesuatu yang cocok untuk liburan, namun sesuatu dalam dirinya merasa sangat cemas memakainya.

Setibanya di hotel di Tunisia, dia mendekati manajemen hotel dan bertanya kepada mereka dalam bahasa Prancis apakah boleh ia mengenakan pakaian renang Islami di kolam renang mereka. Setelah tinggal di Prancis selama beberapa tahun, Diva fasih berbahasa Prancis yang membuat seluruh perjalanan menjadi lebih mudah.

Bagaimanapun, manajer hotel itu lebih dari akomodatif dan senang ia memakai burkininya. Dia mendapat kesan itu adalah norma di negara mereka.

Saat menyusuri pasar dan toko setempat, dia kagum ada banyak manekin yang semuanya menampilkan desain, gaya, dan burkini berwarna yang berbeda. Harganya pun lebih murah, kurang dari setengah harga yang ia bayar di Inggris

Keesokan harinya, ia dan keluarga memutuskan pergi ke kolam renang. Jantungnya berdebar-debar berjalan dari kamar melalui resepsionis ke kolam renang, mengenakan baju renang sederhana lengkap dengan tudung. Dia merasa seperti hampir bisa merasakan tatapan orang-orang membakar kulit saya.

Suaminya meyakinkan keadaan baik-baik saja, tidak ada yang melihat, dan bahwa dia memiliki hak yang sama berenang di kolam itu dan menikmati liburan sama seperti sebagai seseorang yang memilih memakai bikini.

Tidak dapat disangkal untuk pertama kali memakai burkini, orang-orang melihat dan menatap. Lucunya, lebih banyak pria daripada Wanita melihat. Namun, seiring berjalannya waktu, ia tidak terlalu peduli apa yang orang pikirkan tentangnya. Dia hanya memiliki niat menikmati liburan tanpa mengorbankan keyakinannya hanya membuat orang lain lebih nyaman.

Setelah memutuskan menulis artikel ini, Diva memutuskan memakai burkininya lagi dan mengujinya untuk pertama kalinya di Inggris. Dia, sang suami, dan dua anaknya memutuskan pergi ke kolam renang umum setempat.

Setelah berganti pakaian di ruang ganti, kecemasan sama yang dirasakan di Tunisia melanda lagi. Tetapi kali ini lebih buruk dengan meningkatnya serangan Islamofobia dan rasialis sejak Inggris memilih meninggalkan UE.

Kenyataan itu membuatnya hampir merasa mual karena gugup melangkah keluar. Suaminya tertawa dan memintanya berhenti menjadi seorang yang hipokrit. Ia justru harus merasa bangga pada dirinya.

Diva merasa burkini benar-benar membebaskannya sebagai wanita Muslim, membuatnya untuk bersosialisasi lebih banyak dalam pengaturan yang berbeda, membuatnya untuk menikmati kegiatan rekreasi dan waktu bersama anak-anak.

Sayangnya, dia tahu banyak orang seusianya yang melewatkan banyak pengalaman tumbuh dewasa karena burkini tidak tersedia untuk ibu mereka. Dia tidak menginginkan hal yang sama pada anak-anaknya. Dia ingin bisa membawa mereka ke berbagai tempat, mengajari mereka berenang, mengarungi seluncuran air bersama mereka, dan menciptakan kenangan indah dan baginya burkini membuatnya bisa melakukan semua hal di atas.

https://aboutislam.net/reading-islam/living-islam/my-burkini-story-from-freedom-to-anxiety/

 
Berita Terpopuler