Dibandingkan Benua Lain, Australia Kehilangan Lebih Banyak Spesies

Laporan lingkungan lima tahunan tunjukkan Australia kehilangan banyak spesies.

EPA-EFE/EVAN COLLIS/DFES
Foto dari Departemen Kebakaran dan Layanan Darurat Australia Barat (DFES) menunjukkan petugas pemadam kebakaran sedang memadamkan api di Wooroloo, dekat Perth, Australia Barat, Australia, 02 Februari 2021. Kebakaran lahan pada 2019-2020 telah membunuh atau mengusir sekitar satu miliar hingga tiga miliar ekor hewan dan membakar sembilan persen habitat koala.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Australia kehilangan lebih banyak spesies mamalia dibandingkan benua lain. Kondisi itu menjadikannya sebagai salah satu negara dengan tingkat penurunan jumlah spesies terburuk, demikian menurut laporan lingkungan lima tahunan yang dirilis pemerintah, Selasa (19/7/2022).

Baca Juga

Tikus batu sentral (Zyzomys pedunculatus) dan kalong Pulau Natal (Pteropus melanotus natalis) adalah mamalia yang dianggap paling terancam punah dalam 20 tahun ke depan. Hal itu utamanya disebabkan kemunculan spesies pemangsa.

Sementara itu, kehidupan reptil juga semakin terdesak. Kadal ekor biru (Cryptoblepharus egeriae), contohnya, diketahui hanya ada di penangkaran.

Dari kategori flora, populasi pohon cendana (Santalum album) juga menurun. Laporan itu muncul setelah Australia dilanda kekeringan, kebakaran lahan, dan banjir dalam lima tahun terakhir.

Kenaikan suhu di darat dan laut, perubahan pola kebakaran dan curah hujan disebut membawa dampak signifikan yang akan terus terjadi. Kenaikan muka air laut dan asidifikasi samudra juga berpengaruh pada kehidupan spesies di Australia.

"Laporan Kondisi Lingkungan ini dokumen yang mengejutkan, menceritakan krisis dan penurunan kualitas lingkungan hidup Australia, dan satu dekade kelambanan dan pengabaian pemerintah," kata Menteri Lingkungan Hidup Tanya Plibersek lewat pernyataan resminya.

Pemerintah sebelumnya menerima laporan itu pada akhir 2021, menurut Plibersek. Sementara itu, pemerintahan baru Partai Buruh akan menjadikan program lingkungan hidup sebagai prioritas.

Plibersek menegaskan, dirinya tidak akan menghindar dari persoalan lingkungan itu. Jumlah spesies yang dimasukkan ke dalam daftar terancam punah atau kategori yang lebih tinggi bertambah delapan persen dari laporan sebelumnya pada 2016.

Jumlahnya akan bertambah dengan cepat sebagai akibat dari kebakaran lahan yang melanda Australia pada 2019-2020. Kebakaran lahan yang dijuluki "Black Summer" itu telah membunuh atau mengusir sekitar satu miliar hingga tiga miliar ekor hewan dan membakar sembilan persen habitat koala.

Anggaran yang diperlukan untuk menyelamatkan spesies yang terancam punah diperkirakan mencapai 1,69 miliar dolar Australia (Rp17,23 triliun) per tahun, tulis laporan itu. Disebutkan pula bahwa anggaran pemerintah sebelumnya untuk spesies terancam punah hanya 49,6 juta dolar Australia (Rp 505,55 miliar).

Suhu rata-rata di daratan Australia telah meningkat sebesar 1,4 derajat Celsius sejak awal abad ke-20. Lalu, permukaan air laut terus meningkat lebih cepat daripada rata-rata global dan mengancam masyarakat pesisir, menurut laporan pemerintah.

Laporan yang sama mengungkap banyak ekosistem besar di negara itu terancam oleh perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Salah satunya adalah Great Barrier Reef, yang telah mengalami pemutihan karang besar-besaran.

Laporan itu juga menyoroti ancaman asidifikasi atau pengasaman samudra yang disebabkan oleh penyerapan karbon dioksida dari udara. Kondisi itu dinilai sudah mendekati titik kritis yang akan menyebabkan penurunan karang muda, unsur penting dalam pemulihan karang.

 
Berita Terpopuler