Keluarga Mesir Jaga Tradisi di Balik Inti Haji

Selama setahun penuh 10 pengrajin akan mengerjakan kiswah yang menutupi Ka'bah

AP/Amr Nabil
Seorang pria Saudi menyulam kaligrafi Islam, baik menggunakan benang perak murni atau benang perak berlapis emas, selama tahap akhir dalam persiapan tirai, atau Kiswah, yang menutupi Ka
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, KAIRO -- Di bawah dengungan kipas angin, Ahmed Othman dengan cermat menenun benang emas di kain hitam, yang memunculkan guratan ayat-ayat Alquran. Aktifitas ini terus ia lakukan setelah satu abad yang lalu karya kakeknya menghiasi Ka'bah di Masjidil Haram.

Baca Juga

Sebuah upacara penggantungan kiswah, potongan besar sutra hitam yang disulam dengan pola emas, di atas struktur Ka'bah yang merupakan pusat Masjidil Haram, melambangkan dimulainya ziarah tahunan haji yang dimulai minggu ini.

Keluarga Othman dulu dimuliakan seiring dengan tugasnya memproduksi kiswah. Kreasi keluarganya akan dikirim dengan karavan unta ke situs tersuci Islam di Arab Saudi barat, tempat umat Islam di seluruh dunia berpaling untuk berdoa.

Sekarang, Othman berupaya menjaga tradisi itu tetap hidup di sebuah bengkel kecil, terselip di atas pasar labirin Khan al-Khalili di pusat Kairo, di mana suvenir yang diproduksi secara massal berjejer di gang-gang.

Dilansir di Digital Journal, Selasa (5/7/2022), daerah ini secara historis merupakan rumah bagi kerajinan tradisional Mesir. Tetapi, para pengrajin harus menghadapi tantangan yang semakin besar. Bahan yang sebagian besar diimpor kini harganya menjadi mahal, terutama karena Mesir menghadapi kesengsaraan ekonomi dan mata uang yang terdevaluasi.

Penurunan daya beli membuat barang-barang kerajinan tangan berkualitas tinggi tidak dapat diakses oleh rata-rata orang Mesir. Di sisi lain, para pengrajin merasa sulit untuk menurunkan keterampilan mereka kepada generasi berikutnya, karena kaum muda memilih beralih ke pekerjaan yang lebih menguntungkan.

"Ini tidak akan terjadi jika ada banyak uang dalam hal kerajinan", ujar Othman sembari menghela nafas, membungkuk di atas salah satu dari banyak permadani yang memenuhi bengkelnya.

 

 

Lembaran kain hitam dan cokelat ditutupi dengan syair dan doa, disulam halus dengan benang perak dan emas. Setiap jahitan menggemakan "ritual suci" yang dipercayakan kakek Othman pada tahun 1924.

Ia menyebut, selama setahun penuh 10 pengrajin akan mengerjakan kiswah yang menutupi Ka'bah yang dilingkari para peziarah. Proses ini menggunakan benang perak dalam kerja yang dipenuhi cinta yang panjang.

Dari abad ke-13, pengrajin Mesir membuat kain raksasa di beberapa bagian, yang diangkut oleh pihak berwenang ke Makkah dengan upacara besar. Perayaan yang menandai prosesi haji tahunan ini dirasakan di berbagai kota, diapit oleh penjaga dan ulama saat orang Mesir memercikkan air mawar dari balkon di atas. 

Kakek Othman, Othman Abdelhamid, adalah orang terakhir yang mengawasi kiswah buatan Mesir pada 1926. Dari tahun 1927, manufaktur mulai pindah ke Kota Makkah di Kerajaan Arab Saudi yang baru lahir, yang akan sepenuhnya mengambil alih produksi kiswah pada tahun 1962.

Dengan berubahnya sistem produksi, keluarga itu kemudian menyulam tanda militer untuk pejabat Mesir dan asing, termasuk mantan presiden Gamal Abdel Nasser dan Anwar Sadat.

“Selain pekerjaan kami menyulam pangkat militer, ayah saya mulai menyulam ayat-ayat Alquran di permadani dan kemudian mereproduksi seluruh bagian kiswah. Klien mulai membanjiri dengan pesanan replika kiswa yang tepat, hingga detail terakhir," lanjutnya.

 

 

Saat ini, mereka menawarkan karya tablo kecil dengan harga 100 pound Mesir (sekitar 5 dolar AS). Pesanan dengan ukuran besar akan disesuaikan harganya menjadi beberapa ribu dolar, seperti replika pintu Ka'bah, yang dengan bangga diklaim oleh Othman tidak dapat dibedakan dari aslinya di Makkah.

Dengan munculnya pandemi Covid-19, keluarga itu tidak kebal terhadap gejolak ekonomi yang menghancurkan usaha kecil dan kerajinan di Mesir. Sejak awal 2020, mereka hanya mampu menjual sekitar dua potong per bulan, padahal sebelumnya bisa menjual setidaknya satu permadani sehari.

Othman khawatir keputusan "penghematan di seluruh dunia" membuat bisnis tidak mungkin bangkit kembali. Saat ini, kemungkinan hanya ada selusin pengrajin yang karyanya dianggap otentik, dengan banyak pengrajin lainnya meninggalkan pekerjaan ini untuk arus kas yang lebih cepat.

“Mereka dapat menghasilkan 200 hingga 300 pound sehari (10-16 dolar AS) dengan mengendarai becak bermotor tuktuk, atau minibus. Mereka tidak akan duduk di alat tenun dengan sakit punggung sepanjang hari," ujar dia.

Hingga saat ini, terhitung sudah satu setengah abad sejak kakek buyutnya memilih meninggalkan negara asalnya di Turki dan membawa kerajinan itu bersamanya ke Mesir. Othman mengatakan dia akan tetap setia pada teknik yang dipelajari sebagai seorang anak ketika dia akan keluar dari sekolah, untuk melihat ayahnya bekerja. 

 

“Adalah tugas kita untuk menjunjung tinggi kerajinan itu dengan cara yang sama seperti kita mempelajarinya, jadi itu otentik dengan warisan yang kita warisi,” katanya.  

 
Berita Terpopuler