Keramahtamahan Menyambut Jamaah Haji dari Zaman ke Zaman

Semangat melayani jamaah haji adalah untuk menyenangkan Allah.

Umit Bektas/Reuters
Ilustrasi. Beberapa hari menjelang puncak haji suasana sholat berjamaah di Masjidil Haram di malam hari dipadati ratusan ribu jamaah. Keramahtamahan Menyambut Jamaah Haji dari Zaman ke Zaman
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

IHRAM.CO.ID, RIYADH -- Di era pra-Islam, orang-orang Makkah sangat menyadari tugas mereka terhadap Ka'bah dan peziarah yang datang. Para kepala Makkah, kaum Quraisy, membagi tugas kepada masing-masing suku, seperti memberikan perlindungan, makanan, dan air kepada jamaah untuk memastikan mereka datang ke Makkah setiap tahun.

Baca Juga

Bani Shayba' bertugas memegang kunci Ka`bah. Sedangkan hak untuk menyediakan air bagi jamaah haji berada di pundak Bani Hashim Ibn 'Abd Manaf.

Ini bukan tugas yang mudah karena melibatkan pengambilan air dari sumur di sekitar Makkah, lalu memuatnya ke unta, dan mengisi tangki kulit dan bejana tembikar di Masjidil Haram. Meski sulit, namun orang-orang terdahulu melakukannya dengan rajin.

Qusayy Ibn Kilab adalah orang pertama yang mengambil hak untuk menyediakan makanan bagi para peziarah dengan kontribusi dari bangsawan Quraisy. Namun, di masa lalu, meskipun orang-orang zaman pra-Islam ramah dan menunjukkan kedermawanan mereka yang terkenal kepada jamaah, motif mereka seringkali adalah keuntungan duniawi, yakni meningkatkan perdagangan dan reputasi mereka.

Kemudian, Banu Nawfal dan Banu Hasyim mengambil tugas menyediakan makanan untuk para peziarah. Kakek Nabi, Abd Al-Muttalib mengambil tanggung jawab menyediakan makanan dan air untuk jamaah pada saat Makkah menghadapi kekeringan selama musim haji.

'Abd Al-Muttalib melihat mimpi yang membawanya untuk menemukan kembali sumur Zamzam bersama putranya Al-Harits sehingga membuatnya mudah untuk menyediakan air bagi para peziarah. Sumur Zamzam itu, hingga kini menjadi sumber air di Masjidil Haram.

Keramahan dalam Islam

Arus jamaah haji ke Makkah meningkat pesat setelah Islam dan daerah permukimannya terus berkembang. Sudah biasa bagi peziarah dari seluruh dunia pergi haji dan menetap di Makkah. Mereka membangun rumah di lereng dan puncak bukit karena kekurangan lahan di lembah dan masalah banjir musiman pada masa itu.

Rumah-rumah Makkah memiliki karakter tersendiri, yang dibedakan dengan ruang terbuka, denah lantai yang kompak, dan jendela kisi-kisi. Ketinggian bangunan mereka tidak melebihi dua lantai. Selama berabad-abad, para pelancong menggambarkannya sebagai, “dibangun dari batu hitam halus dan juga batu putih, tetapi bagian atasnya terbuat dari kayu jati dan tingginya beberapa lantai, bercat putih dan bersih.”

Pada abad ke-12, ahli geografi Andalusia Ibn Jubayr mengomentari atap datar rumah-rumah Makkah. “Kami melewati malam di atap tempat kami menginap dan terkadang dinginnya udara malam menimpa kami dan (kami) membutuhkan selimut untuk melindungi kami darinya.”

Seorang mualaf Inggris yang menunaikan ibadah haji sekitar tahun 1684, Joseph Pitts menulis dalam sebuah catatan tentang Makkah. “Penduduk, terutama laki-laki, biasanya tidur di atap rumah untuk mencari udara atau di jalan di depan pintu mereka. Untuk bagian saya, saya biasanya berbaring terbuka, tanpa penutup tempat tidur, di atas rumah…”

Rumah-rumah tradisional di Makkah saat ini terus melayani kebutuhan para peziarah seperti di zaman pra-modern. Karena Makkah tidak memiliki hotel di masa lalu, banyak masyarakatnya menyediakan akomodasi bagi jamaah selama musim haji, seperti menyewakan kamar, lantai atau bahkan seluruh rumah. Ketika membangun rumah pun, orang Makkah umumnya memikirkan struktur dua fungsi, yang berfungsi sebagai rumah dan penginapan bagi peziarah.

Sumur Zamzam masa dahulu - (istimewa)

 

Perluasan Masjidil Haram selama berabad-abad

Proyek paling awal untuk merenovasi dan memperluas Masjidil Haram untuk menampung lebih banyak peziarah dimulai pada masa Umar ibn Al-Khattab. Renovasi dilakukan ketika Makkah dilanda banjir besar yang merusak Ka'bah dan Maqam Ibrahim.

Peristiwa ini mendorong Umar memperoleh tanah dan rumah-rumah yang bersebelahan dengan daerah itu untuk menampung peziarah, dan dia menambahkan pintu dan lampu ke bangunannya. Utsman bin 'Affaan radhiyallahu 'anhu memperluas area lebih lanjut dengan membeli beberapa rumah di sekitar masjid dan meratakannya untuk memperluas area Masjidil Haram. 

Dia membangun sebuah arcade di mana jamaah bisa dinaungi. Ini adalah arcade pertama yang ditambahkan ke Masjidil Ḥaram.

'Abdullaah ibn Az-Zubair radhiyallahu 'anhu membangun kembali Ka'bah sesuai dengan ukuran aslinya setelah terbakar terkena ketapel. Dia meningkatkan ketinggian Ka'bah 10 hasta dan membuat pintu masuk dan keluar di lantai, yang sesuai dengan deskripsi yang diberikan oleh Nabi SAW.

Para penguasa Muslim selama bertahun-tahun merawat Ka'bah dan para peziarahnya. Selama Kekhalifahan 'Abd Al-Malik ibn Marwaan dan khalifah Umayyah, pekerja ditunjuk untuk merawat masjid dan melayani peziarah. Khalifah Abbasiyah Abu Ja'far Al-Mansoor memperluas masjid, melapisi lantainya dengan marmer, membangun dinding di sekitar sumur Zamzam untuk melindungi orang agar tidak jatuh di dalamnya, dan menambahkan arcade lain ke masjid.

Pada periode Al-Mahdi, rumah-rumah di antara Ka'bah dan Mas'a (daerah di mana peziarah melakukan Sa'y) dihancurkan untuk menghubungkan Ka'bah dan Mas'a, memperluas area masjid. Penggantinya Al-Waathiq menambahkan tiang lentera tembaga untuk memudahkan melakukan tawaf di malam hari.

Masjidil Haram tempo dulu. - (Gahetna.nl)
 

 

Penguasa Muslim yang melayani peziarah

Peziarah akan berkumpul di ibu kota Suriah, Mesir, dan Irak untuk pergi ke Makkah dalam kelompok dan karavan yang terdiri dari puluhan ribu peziarah. Tanggung jawab menyediakan perlindungan negara untuk mengatur kafilah haji tersebut diberikan kepada komandan yang dikenal sebagai Umara' al-Hajj. Dia bertugas melindungi para peziarah dan mengamankan dana dan persediaan untuk perjalanan tersebut.

Khalifah Haaroon Ar-Rasyid adalah pelindung besar para ulama dan mendirikan naungan bagi para ulama di atap Masjidil Haram. Sedangkan istrinya juga banyak berkontribusi untuk pembangunan  dan memberikan kemudahan bagi para peziarah.

Istrinya Zubaydah binti Ja'far, memiliki jalan sepanjang 900 mil yang dibangun dari Koofah ke Makkah yang disebut Darb Zubaydah (Jalan Zubaydah) pada 780 M. Darb Zubaydah merupakan salah satu rute paling awal yang dibuat khusus untuk peziarah.

Kemudian ia yang prihatin kepada peziarah miskin yang bepergian dengan berjalan kaki lalu menambahkan sembilan stasiun perhentian baru dengan interval yang nyaman antara stasiun yang ada. Ada total 54 perhentian untuk mereka beristirahat. Semua stasiun baru memiliki kolam, tempat berteduh, dan bahkan sebuah masjid kecil.

Setelah menyaksikan penderitaan para peziarah miskin yang harus membayar satu dirham untuk sebotol kecil air, dia juga menggali serangkaian sumur dan saluran di sepanjang rute haji dari Wadi Nu'man ke Makkah. Sumur-sumur ini lantas disebut 'Ayn Zubaydah, dibangun dengan perkiraan biaya 54 juta dirham, yang sebagiannya masih dapat dilihat hingga hari ini.

Ibnu Jubayr yang melakukan perjalanan dari Andalusia ke Makkah mengatakan para peziarah menuangkan air yang mereka miliki dan mengambil air yang baik ini, dan sangat bersukacita atas kelimpahannya. “Orang-orang bersukacita dan mandi di dalamnya dan mencuci pakaian mereka. Bagi mereka itu adalah hari istirahat dalam perjalanan, suatu karunia yang dianugerahkan oleh Tuhan.”

Jalur Zubaida di Arab Saudi dulunya merupakan jalur perdagangan umum di era pra-Islam. Selanjutnya, rute tersebut dimanfaatkan oleh jamaah haji setelah penyebaran Islam. - (SPA)

 

Kedermawanan para penguasa Non-Arab

Pada 1324 M, seorang penguasa Muslim yang taat dari Mali bernama Mansa Musa berangkat haji pertamanya ke Makkah dengan 100 unta masing-masing sarat dengan 300 pon emas, makanan, dan pakaian. Ia disertai oleh 60 ribu orang termasuk pejabat, tentara, dokter, guru, dan pendongeng.

Mereka berjalan dari ibu kota Niani ke Timbuktu, melintasi Gurun Sahara dan Kairo sebelum mencapai Arabia, di mana dikatakan orang-orang berbaris di jalan-jalan untuk melihat sekilas rombongan Mansa Musa itu. Setelah menyelesaikan ziarahnya, Mansa Musa memberikan uang dan emas kepada penduduk Makkah dan Kairo, sedemikian banyak sehingga nilai emas di Timur Tengah turun drastis.

Perjalanan haji bersejarah lainnya adalah perjalanan Sikandar Begum, penguasa negara, pangeran bernama Bhopal di India yang mencapai Jeddah pada 23 Januari 1864. Bhopal menjadi penguasa pertama dari anak benua India yang melakukan haji.

Dia membuat buku harian terperinci yang menjelaskan semua yang dia lihat, rumah tujuh toko di Jeddah, pasar, dan bahkan rasa air payau di kota itu. Perjalanannya dari Jeddah ke Makkah bisa saja berakhir dengan malapetaka karena reputasi Begum sebagai penguasa yang kaya dan murah hati telah mendahuluinya, ditambah dengan kebiasaannya yang disesalkan membuang uang kertas dari keretanya.

Dia adalah salah satu penguasa pertama yang memperoleh tanah di Makkah dan Madinah dan membangun penginapan yang diwariskan sebagai sumbangan amal untuk kepentingan peziarah dari negaranya. Hingga kini bangunannya masih dimanfaatkan.

Para penguasa negara lainnya di India seperti Hyderabad, Arcot dan Tonk mengikutinya. Saat ini, hotel-hotel mewah dan megah telah tersedia banyak di Arab Saudi. 

Kerajaan juga selalu memperbaiki dan meningkatkan pelayanan haji, baik dari segi makanan, air, dan rute aman ke layanan kesehatan 24 jam dan pusat perbelanjaan, layanan elektronik, dan aplikasi yang dipersonalisasi. Yang perlu diingat adalah meskipun sarana yang digunakan untuk melayani para peziarah berbeda, semangatnya harus tetap sama, bertujuan menyenangkan Allah dengan memudahkan jalan hamba-hamba-Nya, tidak mencari keuntungan komersial atau keuntungan pribadi.

Sebagaimana riwayat Nabi: “Segala perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan.”

https://aboutislam.net/family-life/culture/hajj-hospitality-ages/

 
Berita Terpopuler