Lewat Jalur Darat dari Polandia, Jokowi Menuju Ukraina Meretas Jalan Dialog Perdamaian

Jokowi menempuh perjalanan 12 jam dari Rzeszow menuju Kiev dengan kereta api.

AP/Markus Schreiber
Presiden Indonesia Joko Widodo menunggu Kanselir Jerman Olaf Scholz selama pertemuan di sela-sela KTT G7 di Castle Elmau di Kruen, dekat Garmisch-Partenkirchen, Jerman, pada Senin, 27 Juni 2022. Pada hari ini, Jokowi bertolak ke Kiev, Ukraina untuk memulai misi dialog perdamaiannya. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Antara

Baca Juga

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (28/6/2022) sudah tiba di Bandara Internasional Rzeszow, Polandia, sekira pukul 11.50 waktu setempat, setelah menempuh penerbangan dari Bandara Internasional Munich. Selanjutnya, Presiden Jokowi beserta rombongan akan melanjutkan perjalanan melalui jalur darat dari Rzeszow, yang hanya berjarak sekira 80 kilometer dari perbatasan Ukraina, menggunakan kereta api menuju Ibu Kota Ukraina, Kiev.

Sebelum melanjutkan perjalanan ke Ukraina, Presiden Jokowi akan transit dan beristirahat sejenak di salah satu hotel di Rzeszow. Ia kemudian akan menumpangi kereta api sekira 12 jam agar bisa mencapai Kiev pada Selasa malam setempat.

Kedatangan Presiden dan rombongan di Rzeszow disambut oleh Wakil Gubernur Provinsi Rzeszow Rodoslaw Wiatr, Duta Besar RI untuk Polandia Anita Luhulima, dan Atase Pertahanan RI Kolonel Adi Triadi beserta istri. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sudah menjelaskan rencana perjalanan Presiden Jokowi beserta Ibu Negara Iriana Jokowi dan rombongan menuju Ukraina akan melalui Polandia.

Dalam jumpa pers di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, menjelang keberangkata-nya memulai lawatan ke luar negeri pada Ahad (26/6/2022) lalu, Presiden menyampaikan misinya ke Ukraina dan Rusia adalah untuk membangun dialog, menghentikan perang, dan membangun perdamaian.

"Setelah dari Jerman, saya akan mengunjungi Ukraina dan akan bertemu dengan Presiden Zelensky, misinya adalah mengajak Presiden Ukraina, Presiden Zelensky, untuk membuka ruang dialog dalam rangka perdamaian," katanya kala itu.

Misi serupa juga akan dibawa Presiden Jokowi dalam rencana pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow selepas dari Kiev. Saat bertemu Presiden Prancis Emmanuel Macron di sela-sela KTT G7 di Elmau, Jerman, Senin (27/6/2022), Jokowi juga membahas situasi di Ukraina dan juga Presidensi G20 Indonesia.

Jokowi pun menyampaikan apresiasi atas upaya Presiden Macron untuk mewujudkan perdamaian di Ukraina.

“Kita semua paham situasi sangat kompleks. Namun kita perlu terus upayakan penyelesaian secara damai. Jika perang berlanjut, krisis pangan yang terjadi saat ini akan makin memburuk,” kata Jokowi, dikutip dari siaran pers Istana pada Selasa.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan, dalam beberapa hari ini ia terus melakukan komunikasi secara intensif dengan berbagai pihak terkait kunjungan Presiden ke Ukraina dan Rusia. Komunikasi intensif juga terus dilakukan dengan Ukraina dan Rusia.

“Selain itu komunikasi-komunikasi lain yang saya lakukan antara lain dengan Presiden Palang Merah Internasional, dengan UNOCHA, dengan Sekjen dengan Menteri Luar Negeri Turki dan yang paling terakhir saya lakukan pembicaraan bertelepon dengan Sekjen PBB,” jelas Retno melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa.

 

Pakar Ekonomi Politik Internasional dari Universitas Gadjah Mada Riza Noer Arfani menilai, kunjungan Presiden RI Jokowi ke Ukraina dan Rusia sangat strategis dan dapat meredam dampak rambatan dari konflik kedua negara tersebut.

"Kunjungan ini sangat strategis. Tapi ini hanya awal. Setelah pertemuan tersebut berhasil dan menghasilkan pernyataan bersama, harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah diplomatik lewat G20 sebagai saluran utamanya," kata Riza dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Ahad (26/6/2022).

Riza menilai, Jokowi tidak hanya berkunjung sebagai Kepala Negara, tetapi juga selaku tuan rumah dari G20 2022. Oleh karena itu, hal-hal yang menyangkut kepentingan perekonomian dan pemulihan dari dampak pandemi Covid-19 akan menjadi agenda utama.

Riza mengatakan, bahwa upaya untuk pemulihan ekonomi yang merata di setiap negara sedianya tercermin dari tema Kepresidenan Indonesia di G20, yakni Recover Together, Recover Stronger. Untuk itu, ia menilai kunjungan Presiden Jokowi akan meredam dampak dari konflik yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina.

Berdasarkan sejarahnya, G20 dibentuk pada saat krisis melanda dunia. Lebih dari dua dekade berdiri, forum ekonomi utama dunia ini telah berhasil mencari jalan keluar bagi dunia dari kondisi keterpurukan.

"Forum ini menjadi semacam katalis untuk negara-negara bisa keluar dari situasi guncangan," kata Riza.

Indonesia, selaku Presidensi G20 tahun ini diharapkan mampu mencari jalan keluar dari guncangan krisis beruntun yang saat ini dihadapi dunia. Penanganan pandemi dan dampak perang Rusia-Ukraina harus diredam guna menghindari efek negatif yang berkepanjangan.

Riza juga merasa kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia amat signifikan untuk meyakinkan rakyat internasional mengenai kesungguhan Indonesia ingin meredakan ketegangan. Riza berpendapat hal ini menjadi sinyal positif dan mendorong optimisme bagi pemulihan ekonomi dunia.

Meski peluang yang dimiliki untuk mendamaikan kedua negara amat kecil, lawatan Presiden Jokowi diharapkan mampu mengikis ego dua negara untuk kepentingan yang lebih besar. "Perlu ditekankan kepada Presiden Ukraina maupun Rusia, perlu ada upaya untuk meminimalisir dampak perang terhadap pemulihan ekonomi global," ujar Riza.

Sebab, akibat perang itu, sektor kesehatan, pangan, dan energi menjadi terganggu. Ini berdampak langsung pada upaya pemulihan ekonomi dari pandemi, sekaligus menambah beban untuk mengembalikan stabilitas dunia. Terlebih, beberapa ahli dan lembaga internasional memprediksi terjadinya resesi hingga stagflasi akibat perang berkepanjangan.

Untuk itu, bila kunjungan Presiden Joko Widodo berbuah manis, diharapkan akan ada tindak lanjut dengan memanfaatkan Presidensi G20 Indonesia. Riza menyarankan agar dibentuk gugus tugas yang khusus menengahi dan membahas isu teknis dari konflik geopolitik Rusia-Ukraina.

Dengan begitu, solusi untuk meredam dampak perang dapat terlahir dan berkontribusi pada upaya pemulihan global. "Ketika nanti misalnya disepakati kedua Kepala Negara (Rusia-Ukraina) hadir di pertemuan puncak pada November (summit G20). Maka yang paling penting adalah menyusun agenda sampai ke November, apa yang harus dilakukan. Itu yang menjadi kunci dari peluang suksesnya mitigasi," kata Riza.

Kalau ini tidak dilakukan, tutur ia melanjutkan, kunjungan ini hanya menjadi simbolis saja dan mesti dihindari. Dari pembentukan gugus tugas, dapat dirumuskan komunike bersama, meredakan ketegangan, bahkan membahas mitigasi dampak perang terhadap kesehatan, pangan, dan energi.

 

Infografis Miliarder Ukraina akan Tuntut Kerugian Perang - (Reuters)

 
Berita Terpopuler