Dewan Hisbah Persis Haramkan Sperma Manusia untuk Obat dan Kosmetika, Ini Penjelasannya  

Sidang Lengkap Dewan Hisbah Persis hasilkan 12 keputusan terkait persoalan umat

PxHere
Ilustrasi sperma untuk obat dan kosmetika (ilustrasi). Sidang Lengkap Dewan Hisbah Persis hasilkan 12 keputusan terkait persoalan umat termasuk sperma untuk bahan obat dan kosmetika.
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Dewan Hisbah Persatuan Islam (Persis) memutuskan hukum air mani atau sperma haram dijadikan sebagai obat dan kosmetika. Ada beberapa hal yang menjadi landasan mengapa sperma diharamkan untuk obat dan kosmetika. 

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis), KH Dr Haris Muslim Lc MA, menjelaskan para ulama berbeda pendapat tentang air mani secara zat. Sebagian ulama berpendapat air mani najis, dan ada yang berpendapat tidak najis. Namun, Persis cenderung berpendapat bahwa air mani tidak najis. 

"Jadi kita mengambil pendapat yang tidak najis berdasarkan dalil-dalil yang kuat bahwa sperma itu tidak najis. Tetapi, meski tidak najis, ada banyak faktor dari sperma ini. Pertama ketika sperma dijadikan untuk obat, untuk obat apa, apakah tidak ada obat lain yang selain dari sperma," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (23/6/2022). 

Sedangkan kosmetika tidak termasuk kebutuhan pokok, atau tidak bersifat dharuriyyah (mendesak). Kosmetika, lanjut Haris, bersifat tahsiniyyah, yakni hanya untuk penghias dan tidak sampai pada kebutuhan primer. 

Neom Megaproyek Ambisius Arab Saudi, Dirikan Bangunan Terbesar di Dunia

Baca Juga

Faktor berikutnya, jelas Haris, sperma di dalam Alquran disebut dengan 'maain mahiin', atau air yang hina. Allah SWT berfirman: 

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ ۖ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ

"Dialah Yang menciptakan segalanya dengan sebaik-baiknya, Dia mulai menciptakan manusia dari tanah liat, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (air mani). (QS As Sajdah ayat 7-8) 

"Sperma ini keluar dari farji (kemaluan). Nah lalu kalau sperma ini dijadikan obat, bagaimana menampung sperma manusia ini. Sedangkan Alquran mengatakan orang mukmin itu adalah yang menjaga farjinya. Maka ini juga yang harus diantisipasi," paparnya. 

 

Haris juga menjelaskan, dalam ushul fiqih terdapat metodologi yang dikenal dengan saddudz dzari'ah (menutup jalan). Artinya, sesuatu yang boleh tetapi bisa membawa kepada hal-hal yang dilarang, maka sesuatu itu dilarang. 

"Kami mengharamkan sperma untuk dijadikan obat dan kosmetika sebagai bentuk saddudz dzari'ah, menutup jalan. Suatu hal yang boleh tetapi kita larang agar tidak membawa kepada yang tidak dibolehkan. Mengapa, karena nanti sperma diperjualbelikan, apa hukumnya menjual-belikan sperma. Jadi semakin panjang, maka kita tutup jalannya," tuturnya. 

Terlebih, Haris menambahkan, hingga saat ini belum ada hasil penelitian ilmiah yang terpercaya yang menyatkan bahwa sperma bisa dijadikan sebagai obat  dan kosmetika. "Kalau pun ada, itu belum sampai pada hasil penelitian yang otoritatif," ungkapnya. 

Baca juga: Amerika Serikat Angkat Bicara Kecam Penghinaan Nabi Muhammad SAW di India

Haris juga menjelaskan, bila sperma yang dijadikan untuk obat dan kosmetika itu sperma hewan, maka tergantung pada hewan tersebut. Artinya, jika hewan itu halal maka dibolehkan. Kalau hewannya haram, maka haram menjadikan spermanya untuk obat dan kosmetika. 

 

"Dalam pembahasan juga tersinggung bahwa sperma hewan itu tergantung hewannya, kalau halal, ya halal. Misal binatangnya haram, maka spermanya tidak boleh digunakan untuk obat dan kosmetika. Dan ketentuan tadi yang mengikat dan berkaitan dengan manusia itu tidak berlaku untuk hewan," ujarnya.   

 
Berita Terpopuler