Masyarakat Adat Bawean Konsisten Rawat Adat Lokal

Serius mempertahankan adat lokal masyarakat Bawean

network /Muhyiddin Yamin
.
Rep: Muhyiddin Yamin Red: Partner

Masyarakat Bawean di pesisir pantai. Foto: Istimewa

BOYANESIA – Salam toghellen (saudara: bahasa Bawean).........Pulau Bawean memiliki banyak cerita menarik, mulai alam yang indah, laut yang mempesona, dan tambak-tambak udang yang menggoda. Keindahan alam dan masyarakat tersebut tidak lepas dari upaya masyarakat yang terus mempertahankan adat lokal.

Selama ini, Masyarakat Adat Bawean (MAB) sangat serius untuk mempertahankan adat-adat yang dimiliki masyarakat Bawean. MAB adalah golongan suku bangsa yang hidup secara turun temurun dan bermukim di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Dalam momentum Hari Nelayan Nasional yang diperingati pada 6 April 2022 lalu, MAB juga telah mengajak masyarakat untuk merawat Adat Tasek (Laut) Pulau Bawean sebagai upaya untuk menjaga ekosistem yang ada di laut.

Salah satu Masyatakat Adat Bawean, Bahruddin kemudian mendorong kepada pemerintah untuk memperhatikan eksistensi masyarakat adat dengan melakukan identifikasi. “Kami bagian dari MAB, mendorong agar pemerintah bisa memperhatikan eksistensi MAB dengan melakukan indentifikasi dan pemetaan,” ujar dia dalam keterangan tertulis yang diterima Boyanesia, Selasa (14/6/2022).

Apa yang dilakukan masyarakat Bawean sudah sesuai dengan konstitusi Indonesia yang mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya. Dengan begitu, juga mengakui dan menghormati MAB beserta hak-hak tradisional wilayah Bawean, baik di laut, pesisir dan wilayah lainnya yang merupakan satu kesatuan.

“Kita tidak saja memiliki tanggung jawab atas wilayah adatnya, tapi juga memiliki kewenangan penuh mengelola wilayah adatnya, termasuk mengelola wilayah adat di laut,” jelas Ketua Bidang Pengembangan Sumberdaya Laut dari Perkumpulan Peduli Konservasi Bawean, Abd Saddam Mujib.

Dia menambahkan, keberadaan MAB di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara tegas tertuang dalam UU Nomor 31/2004 tentang Perikanan. Untuk pengelolaan perikanan lebih mempertimbangkan dan memperhatikan peran serta masyarakat adat.

“Sesuai Undang-Undang nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil, masyarakat adat pesisir juga termasuk MAB merupakan bagian dari masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir. Pengakuan ini dilakukan sebagai upaya pelestarian eksistensi masyarakat adat pesisir dan hak-hak tradisional wilayah MAB di lautnya,” kata dia.

Pelibatan MAB bagi masyarakat pesisir pantai sesuai dengan semangat disahkannya perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 menjadi UU Nomor 1 Tahun 2014. Menurut Saddam, peraturan tersebut diperkuat dengan terbitnya Permen KKP No. 8/2018 tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat dalam Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Di samping itu, masyarakat adat pesisir sangat berperan penting dalam keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut. Masyarakat adat bisa menggunakan hukum adat dalam mengelola sumberdaya laut seperti Sasi di Papua, Awik-Awik di Lombok, Panglima Laot di Aceh dan masih banyak lagi tempat yang menggunakan pendekatan masyarakat hukum adat untuk mengelola sumber daya lautnya.

“Jadi, upaya pelestarian dan potensi peran MAB dalam mengelola sumber daya laut di Bawean harus dimunculkan karena pengelolaan sumber daya laut memerlukan pendekatan komprehensif, sehingga membutuhkan banyak pihak tak terkecuali MAB yang sangat memahami secara menyeluruh pada kawasannya sendiri,” jelas Saddam.

 
Berita Terpopuler