Bongkar HP Anak AM, Kapolda Sumbar Mengaku Kaget, Ternyata Si Anak yang Ngajak Tawuran

Polisi belum menutup kasus kematian anak AM di Padang.

Republika/ Febrian Fachri
Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Suharyono usai melaksanakan Jumat Curhat di Masjid Raya Sumbar di Kota Padang, Jumat (11/8/2023).
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kapolda Sumbar Suharyono yakin anak AM yang ditemukan meninggal memang hendak akan tawuran. Hal itu terekam dari ponsel anak AM yang menjadi bukti-bukti penyelidikan.

“Afif (AM) memang pelaku tawuran. Handphone-nya sudah saya cloning (duplikasi) dan sudah saya buka setelah kita mengetahui password-nya. Dan itu bikin kami semua (kepolisian) kaget, wah ternyata Afif itu, sudah ada percakapan dengan Adithya itu memang yang mengajak tawuran. Yang mengajak (tawuran) itu malah Afif Maulana sendiri,” ungkap Kapolda. Kamis (4/7/2024). 

Meskipun begitu, Suharyono mengatakan, fakta-fakta yang didapatkan kepolisian itu baru sementara. Sebab kata dia, penyelidikan terkait kasus tersebut masih terus dilakukan. Polisi juga yakin anak AM meninggal karena melompat dari atas jembatan, bukan disiksa seperti banyak diberitakan.  

Sementara itu, di internal kepolisian sudah mengakui adanya proses yang salah dalam pengamanan saat pencegahan aksi tawuran pada Ahad (9/6/2024) itu. Karenanya, kata Suharyono, ia sendiri yang mengumumkan 17 personel Sabhara yang melakukan pelanggaran kode etik dan disiplin pada saat pengamanan dan pencegahan aksi tawuran tersebut.

Pelanggaran itu, pun termasuk saat 18 yang ditangkap akan melakukan tawuran itu menjalani pemeriksaan di Polsek Kuranji. “Saya tidak melindungi anggota saya yang bersalah melanggar. Saya tidak menutup-nutupi yang salah menjadi tidak bersalah. Dan sekarang ada 17 anggota kami, yang juga saya proses," ujarnya.

Namun, mereka hanya terkait dengan pelanggaran disiplin pada saat di Polsek Kuranji. Bukan menyangkut peristiwa yang di Jembatan Kuranji (kematian anak AM). Karena kematian Afif Maulana itu, peristiwanya ada di jembatan, bukan terjadi di Polsek Kuranji.

Afif (AM) tidak pernah dibawa ke Polsek Kuranji. Tidak ada yang melihatnya di Polsek Kuranji. Wong polisi saja, nggak pernah melihat Afif Maulana (di Polsek Kuranji),” kata Suharyono.

Ekshumasi untuk autopsi ulang

LBH Padang, dan pihak keluarga masih meyakini kematian anak AM akibat kekerasan, dan penyiksaan kepolisian. Direktur LBH Padang Indira Suryani berulang kali menyampaikan ragam kejanggalan kematian anak AM. Kejanggalan tersebut, mulai dari keadaan luka-luka pada jasad anak AM, juga cerita-cerita versi kepolisian sebelum jasad anak AM ditemukan di aliran sungai Jembatan Kuranji.

LBH Padang bersama pihak keluarga, sudah dua kali mendatangi Komnas HAM untuk menerjunkan tim investigasi mandiri. Kepada Komnas HAM, kedua orang tua anak AM, Afrinaldi (34) dan Anggun Anggraini (32 tahun) setuju untuk autopsi ulang jasad putra sulungnya itu.

“Kedua orang tua, sudah menyampaikan kepada Komnas HAM akan memberikan izin jika nantinya tim dari Komnas HAM akan melakukan ekshumasi untuk autopsi ulang jenazah anak AM,” kata Indira.

Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan pun menyampaikan ekshumasi, menjadi salah-satu jalan untuk mendapatkan hasil pembanding dalam pengungkapan tentang apa sebab luka-luka yang membuat anak AM hilang nyawa. “Pihak keluarga setuju untuk ekshumasi,” kata Hari.

Hari pun mengatakan, agar penyelidikan tentang kematian anak AM tetap dilanjutkan ke penyidikan. “Kasus ini banyak kejanggalan. Kita minta (kepolisian) kasusnya jangan dihentikan,” ujar dia.

Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing menambahkan persetujuan keluarga untuk ekshumasi tersebut, akan disampaikan ke Polda Sumbar. “Komnas HAM akan menyampaikan pendapat dan persetujuan keluarga tersebut ke Polda Sumbar, karena berdasarkan KUHAP, merupakan kewenangan kepolisian untuk melakukan ekshumasi untuk kepentingan hukum,” begitu ujar Uli.

Irjen Suharyono, pun mengaku sudah mengetahui informasi tentang rencana ekshumasi jasad anak AM tersebut. Polisi bintang dua itu, pun mengatakan akan setuju. “Itu sangat bagus. Karena memang dari awal itu memang pelaksanaan autopsi dilakukan oleh dokter di luar kepolisian. Jadi kalau itu nanti misalnya digali lagi (ekshumas) untuk dicek lagi, silakan. Itu sangat bagus sekali,” ujar Suharyono.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler