PTGMI: Ahli Gigi Nonterapis Cuma Boleh Pasang Gigi Palsu tidak Permanen

Bukan tenaga kesehatan, tukang gigi hanya boleh pasang gigi tidak permanen.

Antara/Noveradika
Seorang tukang gigi menunjukkan gigi palsu. Bukan tenaga kesehatan, ahli gigi dan tukang gigi hanya boleh membuat gigi palsu lepasan terbuat dari akrilik.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Dewan Pengurus Pusat Persatuan Terapis Gigi dan Mulut Indonesia (DPP PTGMI) menyebutkan ahli dan tukang gigi non terapis mendapat izin memasang gigi palsu tidak permanen. Hal itu telah sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014.

Baca Juga

"Ahli gigi dan tukang gigi itu sebetulnya bukan tenaga kesehatan, namun memang ada Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur tentang tukang gigi itu hanya boleh membuat gigi palsu lepasan terbuat dari akrilik," kata Ketua Dewan Pengurus Pusat PTGMI Zaeni Dahlan di sela Musyawarah Daerah V Dewan Pengurus Daerah PTGMI DKI Jakarta di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (11/6/2022).

Penanganan medis terkait gigi dan mulut juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Zaeni menjelaskan, undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa hanya dokter gigi, dokter gigi spesialis, terapis gigi dan mulut, serta teknisi gigi yang dapat memberikan penanganan medis gigi dan mulut.

"Jadi kalau mau mencabut gigi atau membersihkan karang gigi jangan di tukang gigi karena itu melanggar aturan," tutur Zaeni.

Dalam keanggotaan PTGMI pun tidak ada ahli gigi nonterapis dan tukang gigi nonterapis. Sebab, syarat menjadi terapis gigi dan mulut adalah memiliki surat izin praktik (SIPTGM) dan surat tanda registrasi perawat.

Di sisi lain, Zaeni mengatakan, peninjauan kembali (JR) Undang-Undang Praktik Kedokteran ke Mahkamah Konstitusi memang pernah dilakukan Pengurus Perkumpulan Asosiasi Tukang Gigi Mandiri (Astagiri) dan Ahli Gigi Hamdani Prayogo. JR tersebut dikabulkan oleh MK.

"Setelah JR memang sudah boleh, tapi kan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang Tukang Gigi bahwa mereka yang sudah berizin boleh berpraktik, tapi hanya boleh membuat gigi palsu lepasan dengan bahan akrilik, tidak boleh yang lain-lain (permanen)," ungkap Zaeni.

Untuk itu, masyarakat hendaknya memahami bahwa ada perbedaan penguasaan ilmu pengetahuan untuk pelayanan medis yang diberikan oleh terapis dan non-terapis. Zaeni menyatakan, terapis akan selalu mengutamakan pencegahan penularan penyakit dan infeksi terhadap pasien.

"Terapis harus memahami kalau ada sterilisasi dan disinfeksi serta tindakan klinisnya memenuhi standar pelayanan kesehatan," ujar Zaeni.

 

 
Berita Terpopuler