Dalih Risma Menjawab Rp 6,9 T Bansos Salah Sasaran Berdasarkan Temuan BPK

Pemeriksaan BPK menyebutkan penyaluran Rp 6,9 triliun bansos tak sesuai ketentuan.

ANTARA/Aprillio Akbar
Menteri Sosial Tri Rismaharini (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/6/2022). Rapat kerja tersebut membahas pembicaraan pendahuluan RAPBN TA 2023, evaluasi pelaksanaan anggaran tahun 2021, dan evaluasi kinerja pelaksanaan anggram tahun 2022.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A

Baca Juga

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2021 menyebutkan bahwa penetapan dan penyaluran bansos Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako alias Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Bantuan Sosial Tunai (BST) tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 6,93 triliun. Temuan ini muncul karena Kemensos menyalurkan ketiga program bansos tersebut kepada: 

  1. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH dan Sembako/BPNT serta BST yang tidak ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Oktober 2020 dan usulan pemda melalui aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG).
  2. KPM yang bermasalah di tahun 2020 namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos di Tahun 2021.
  3. KPM dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) invalid.
  4. KPM yang sudah dinonaktifkan.
  5. KPM yang dilaporkan meninggal.
  6. KPM bansos ganda. 

"Akibatnya, penyaluran bansos PKH, Sembako/BPNT, dan BST terindikasi tidak tepat sasaran sebesar Rp 6,93 triliun," kata BPK dalam dokumen yang diteken Ketua BPK Agung Firman Sampurna pada Maret 2022 itu.

 

 

Pada Senin (6/6/2022), Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, memberikan jawaban atas temuan BPK itu. Menurut Risma, temuan itu muncul karena BPK mengacu pada data lama sebelum perbaikan. 

Risma menjelaskan, temuan BPK tersebut mengacu pada data warga miskin atau yang dikenal dengan nama Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) per Oktober 2020. Sedangkan DTKS diperbaiki mulai Desember 2020, tepat setelah Risma diangkat menjadi Mensos, dengan cara memadankan nama warga miskin dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). 

"Kami baru bisa menyelesaikan (perbaikan DTKS) pemadanan NIK itu pada bulan April 2021. Karena itu, BPK menemukan angka Rp 6,9 triliun (bansos tidak tepat sasaran)," ujar Risma. 

Risma menambahkan, temuan tersebut muncul dalam laporan BPK juga karena pihaknya tak diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan. "Biasanya kalau ada temuan BPK, kami memberikan jawaban terlebih dahulu. Ini kami belum berikan jawaban, tapi laporannya sudah keluar," kata politisi PDIP itu. 

Setelah laporan itu muncul, lanjut dia, barulah BPK meminta Kemensos memberikan jawaban atau penjelasan, dalam kurun waktu empat hari. Risma mengaku sudah menyerahkan dokumen jawaban kepada BPK, yang isinya menunjukkan bahwa bansos Rp 6,9 triliun itu benar-benar disalurkan dan ada penerimanya. 

"Sudah kita cek juga bersama BPK ke lapangan di Jabodetabek dan itu semua clear," kata Risma. 

Kemensos pun, kata Risma, selanjutnya mendapatkan opini laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. "Kami mendapatkan WTP karena kami bisa menjawab semua temuan BPK," ujar eks Wali Kota Surabaya itu. 

 

Ia juga merespons soal temuan Rp 1, 11 triliun dana bansos tidak terpakai yang belum dikembalikan ke kas negara. Risma menegaskan, dana tersebut sudah disetorkan ke kas negara. 

 

"Rp 1,1 triliun itu semua sudah disetor ke kas negara. Jadi temuan itu adalah uang yang di bank, yang seharusnya kalau tidak salur dikembalikan ke kas negara," kata Risma.

Risma mengaku menagih pihak bank untuk mengembalikan dana tersebut ke kas negara setelah laporan BPK muncul. "Kami juga senang kalau ditemukan itu, karena menagihnya tidak mudah. Jadi, temuan itu adalah alasan kita untuk nagih ke bank," kata politisi PDIP itu. 

 

 

 

 

Pada akhir pekan lalu, Risma mengeksekusi kebijakan mengganti program bansos dengan program pemberdayaan ekonomi untuk warga miskin berusia di bawah 40 tahun. Dia menargetkan program ini ditujukan bagi 1 juta orang.

"Kami lakukan asesmen dan kami proses mereka (untuk mendapatkan program pemberdayaan ekonomi ini). Target kita mudah-mudahan bisa 500 ribu orang, mudah-mudahan 1 juta orang," kata Risma kepada wartawan, Jumat (3/6/2022). 

Risma menjelaskan, program penggantian bansos dengan pemberdayaan ekonomi ini ditargetkan khusus bagi warga miskin yang berusia muda atau mereka yang berusia di bawah 40 tahun. Sebab, mereka masih usia produktif. Selain itu, mereka berpotensi mendapatkan uang lebih banyak dengan berusaha dibandingkan dari dana bansos. 

"Kalau mereka terima bansos itu Program Keluarga Harapan (PKH) dana Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) cuma Rp 450 ribu per bulan. Itu tidak akan membuat mereka sejahtera," kata Risma. 

Sedangkan dengan membuka usaha, mereka bisa mendapat dana jutaan rupiah setiap bulannya. Contohnya, sejumlah warga miskin yang telah menerima program pemberdayaan ekonomi ini. 

"Ada yang kami treatment dan kami pantau, hasilnya ada yang sebelumnya berpenghasilan Rp 50 (ribu) per hari menjadi jadi Rp 200 (ribu). Kalau Rp 200 ribu per hari, sebulan kan Rp 6 juta," kata Risma.

Ada juga, kata Risma, warga miskin yang sebelumnya tak punya penghasilan tetap menjadi berpenghasilan Rp 150 ribu per hari. Menurut Risma, jika warga miskin usia muda ini tetap diberikan bansos, maka mereka tak akan punya tabungan masa tua.

"Dan dia akan jadi beban negara," ujarnya.

Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin mengatakan, pengalihan program bansos ke program pemberdayaan ini dilakukan untuk menciptakan keadilan. Sebab, masih banyak warga pra-sejahtera lainnya yang belum terjangkau bansos.

“Jadi agar ada pemerataan kesempatan bagi yang belum pernah mendapat bantuan," katanya pada April lalu. 

Lebih lanjut, Pepen menyebut program pemberdayaan ekonomi dinamakan Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS). Sasaran pesertanya adalah mereka yang selama ini menerima bansos PKH yang memiliki usaha rintisan seperti kuliner, jasa, kerajinan tangan, industri kreatif, budidaya pertanian dan agrowisata. 

Peserta ProKUS nantinya akan mendapatkan pelatihan, pendampingan, dan bantuan modal usaha. "Mereka akan terhubung dengan lembaga-lembaga permodalan seperti koperasi," ujar Pepen. 

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah berpendapat, rencana terbaru Risma itu tepat secara konsep. Hanya saja, kebijakan itu tak tepat dilaksanakan sekarang, saat daya beli rakyat miskin sedang anjlok akibat kenaikan harga komoditas.

Terlebih lagi, kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19. Menurut Trubus, penerapan program ini harus ditunda.

Jika rencana transisi program ini dipaksakan penerapannya saat ini, maka akan muncul penolakan dari masyarakat miskin. Resistensi akan muncul lantaran masyarakat masih pusing dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, lalu semakin tercekik ketika tak lagi mendapatkan dana bansos. 

"Pengalihan program ini bisa diterapkan paling cepat dua tahun lagi. Tahun 2024 paling cepat," ujar Trubus. 

 

 

 

Korupsi Bansos Menjerat Mensos - (Infografis Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler